Notification

×

Iklan

Iklan

Amran Nur dan Sawahlunto

26 Juni 2016 | 16:41 WIB Last Updated 2016-06-26T09:41:36Z

Pertengahan tahun 2000, direktur PT Bukit Asam (BA) mendatangi saya dengan wajah murung. Ia menyampaikan berita sedih, yaitu  PT BA UPO (Unit Produksi Om­bilin) terpaksa ditutup. PT BA UPO terus-menerus me­ru­gi. Biaya operasional kegia­tan pertambangan ini terlalu ma­hal, jauh lebih tinggi di­ban­ding penghasilan yang di­peroleh.

Sebagai ketua Komisi VIII DPR RI yang salah satu bi­dang tugasnya adalah ener­gi dan sum­ber daya mineral saat itu, saya cukup kaget dan ter­­pukul dengan berita itu. Be­­tapa tidak, Sawahlunto ada­l­ah kota yang denyut ke­hidupan ekonominya ber­asal dari tambang batu bara Ombilin (PT UPO). Tak kurang 55.000 jiwa penduduk Sawahlunto baik secara langsung maupun tak langsung menggantungkan kehidupan ekonomi mereka pada kegiatan tambang “emas hitam” ini. Jika sumber ekonomi mereka itu dicabut, bagaimana mereka bisa mencari nafkah untuk bertahan hidup?

Kami lalu membahas masa­lah ini secara serius dengan stakeholders terkait. Kami coba mencari solusi agar PT BA UPO tidak ditutup dan sekitar 55.000 jiwa masyarakat di daerah itu tetap memperoleh sumber mata pencarian. Namun hasilnya nihil, tak ada pilihan lain, PT BA UPO tetap harus ditutup. Alter­natif yang ada cuma satu, PT BA UPO ditutup secara bertahap, agar tidak terjadi kepanikan mas­yarakat Sawahlunto secara ke­seluruhan. Secara bertahap kegiatan PT BA UPO dikurangi, dan secara bertahap dilakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) terhadap karyawan PT BA UPO.

Saya ngeri membayangkan apa yang akan terjadi di Sawah­lunto di kemudian hari. Ribuan karyawan di PHK dan kehila­ngan pekerjaan. Daerah-daerah kering dan tandus terhampar di mana-mana, bekas kegiatan tam­bang. Kawah-kawah raksasa juga menganga di sejumlah tem­pat, juga bekas aktivitas tam­bang. Lahan tersebut men­jadi la­han mati, tak bisa lagi dig­unakan u­ntuk bertani. Sudah terbayang di kepala bahwa Sawah­lunto akan menjadi kota mati atau kota hantu yang ditinggal pergi penduduknya.

Pada saat genting seperti itu­lah Ir Amran Nur “dipinang” oleh DPRD setempat untuk men­jadi wali kota. Putra asli Ta­la­wi Sawahlunto lulusan Insti­tut Tek­­nologi Bandung (ITB) dan ber­­karir di sektor swasta di Ja­kar­ta dan lama tak pulang ke kam­­pung ini, juga tersentak me­lihat kondisi Sawahlunto saat itu. Sa­wahlunto yang dulu menga­lami kejayaan sejak zaman pe­me­rintahan Belanda (1888), kini se­gera akan menjelma men­jadi kota hantu.

Singkat cerita, Amran Nur ber­sedia menjadi wali kota Sa­wah­lunto dan bertekad ingin ber­­bakti untuk kampung hala­man­nya, meski pada awal­nya di­tentang keluarga. Ia resmi dilan­tik menjadi Wali Kota Sa­wah­lunto tahun 2003.

Apa yang dikhawatirkan itu, ter­nyata memang terjadi. Ri­buan masyarakat mulai mening­galkan daerah ini, pindah ke dae­rah lain untuk memperbaiki  eko­­nomi mereka, mencari peng­hi­dupan baru. Penduduk Sa­wahlunto menurut data stati­s­tik ber­jumlah sekitar 55.000 jiwa pada tahun 1995, menyusut dras­tis menjadi sekitar 50.000 jiwa pada tahun 2000 dan terus menyusut di tahun-tahun beri­kutnya.

Karena itu, Wali Kota Amran Nur memberi motivasi kepada masyarakat agar tidak putus asa dan tidak meninggalkan Sawah­lunto. Boleh saja usaha tam­bang batu bara tak lagi meng­hasilan uang, tapi bekas tam­bang batu bara masih bisa meng­hasilkan uang. Caranya ada­lah dengan menjadikan be­kas tambang yang penuh se­jarah beserta semua kom­po­nen yang menyer­tainya itu men­jadi objek wisata.

Lubang tambang Suro lalu dipoles dan dilengkapi dengan se­jumlah fasilitas, sehingga me­narik untuk dikunjungi wisa­tawan. Begitu juga stasiun kereta api dimodifikasi menjadi museum kereta api terbaik kedua di Indonesia setelah Ambarawa. Ba­ngunan-bangunan unik pe­ning­­galan Belanda yang ber­umur lebih dari seratus tahun direnovasi, sehingga menarik bagi wisatawan dari berbagai penjuru dunia.

Bagi masyarakat yang ling­kungannya berpotensi seba­gai objek wisata, pemda mem­beri­kan stimulan berupa dana untuk memperbaiki lingkungan me­reka tersebut secara mandiri. Se­dangkan investor yang ingin me­nanamkan modal di daerah ini baik di bidang perdagangan, perhotelan dan pariwisata, dibe­ri­kan berbagai kemudahan se­besar-besarnya.

Bagi masyarakat yang berge­rak di bidang pertanian, perke­bunan dan peternakan diberikan bantuan stimulan berupa bibit cokelat, pupuk atau bibit ternak. Untuk memperlancar aktivitas pertanian juga dibangun jalan-jalan ke lokasi tani yang diberi nama jalan 10 menit. Petani diberikan julukan pengusaha tani, untuk meningkatkan sema­ngat dan rasa percaya diri me­reka.

Kawah yang menganga dija­dikan danau buatan, lalu dileng­kapi dengan berbagai fasilitas wisata. Sebagian lahan gersang itu juga disulap menjadi arena olahraga dan pacuan kuda. Al­hasil, Sawahlunto telah memiliki se­jumlah objek rekreasi yang ter­kenal dan menyedot ribuan pe­ngunjung. Sebut saja water boom, Muarokalaban, atau ka­wa­san wisata Danau Kandi yang dikunjungi puluhan ribu sampai ratusan ribu pengunjung setiap tahunnya.

Kekhawatiran Sawahlunto men­jadi kota hantu hilang su­dah. Kini kehidupan ekonomi di kota berdiri sejak tahun 1888 itu kembali bergairah, baik di bi­dang pariwisata, perdagangan, mau­pun pertanian. Jumlah pen­duduk Sawahlunto yang se­belumnya sempat menurun dras­tis akibat eksodus, kembali nor­mal dan cenderung terus me­ning­kat. Kemajuan juga dira­sa­kan di bidang kesehatan, pen­didikan, agama dan budaya.

Inovasi dan terobosan yang dilakukan Wali Kota Sawahlunto be­serta perangkat daerah setem­pat tersebut mendapat apresiasi dari berbagai pihak, baik swasta maupun pemerintah. Atas pres­ta­sinya, majalah Tempo bulan De­sember 2012 memberikan peng­hargaan kepada  Ir Amran Nur sebagai 7 Wali Kota Pilihan di Indonesia (Bukan Wali Kota Biasa). Ia juga mendapat sejum­lah penghargaan dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kemiskinan dan pengangguran di Sawahlunto terendah diban­dingkan kota/kabupaten lain se-Sumatera Barat.

Untuk memacu percepatan pe­m­­b­angunan dan mening­kat­kan kesejahteraan masya­ra­kat, kita memang butuh pimpinan daerah (bupati dan wali kota) yang campin, inovatif dan penuh dedikasi seperti Amran Nur. Melihat semangat dan fenomena yang ada, saya yakin umumnya bupati/wali kota yang memim­pin kota/kabupaten di Sumatera Barat saat ini adalah orang-orang pilihan, yang juga memiliki semangat dan daya juang tinggi. Buktinya, prestasi mereka telah ba­nyak bermunculan ke permu­kaan. Masing-masing kota dan kabupaten berlomba-lomba menunjukkan prestasi.

Kita berharap dan yakin pres­tasi itu terus berlanjut. 

Bagi kota dan kabupaten yang segera akan melakukan pemilihan wali kota/bupati. Sebaiknya pilihlah pemimpin yang memang memiliki kemam­puan memimpin dan berinovasi. Seperti hadis nabi, apabila jaba­tan disia-siakan dan suatu jaba­tan diserahkan kepada selain ahlinya, maka tunggulah kehan­curan. Pemimpin yang baik akan membawa kemaslahatan bagi umat­nya, sebaliknya pemimpin yang tidak baik akan membawa kehancuran. (*)

Oleh : Irwan Prayitno ( Gubernur Sumatera Barat )

Padang Ekspres 1o Januari 2013


IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update