Jumlah anak-anak perokok di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena murahnya harga rokok yang dijual di pasaran.
“Jumlah anak-anak yang merokok di Indonesia itu mencapai 54 persen. Pemerintah masih mencari solusi untuk persoalan ini,” kata Menteri Kesehatan, Nila Djuwita F. Moeloek seusai Seminar Nasional Ikatan Alumni Kedokteran Unsyiah yang digelar di Auditorium UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Sabtu (30/7/2016) sebagaimana dikutip dari Detik.
Menkes meminta Kementerian Pendidikan agar melarang pelajar merokok selama berada di lingkungan sekolah. Sementara usai pulang sekolah, pemerintah masih mencari cara untuk melarang mereka.
“Di luar sekolah ini yang belum bisa kita larang karena itu wewenangnya dia,” ujar dia.
Dalam seminar yang dihadiri seratusan alumni kedokteran tersebut, Menkes mengungkapkan solusi untuk mengatasi maraknya anak-anak yang merokok masih dicari pemerintah. Saat ini, harga rokok di Indonesia masih tergolong sangat murah.
“Seribu rupiah sudah dapat sebatang rokok. Kalau mereka dapat uang jajan Rp 5 ribu dalam sehari berarti mereka bisa membeli lima batang rokok,” kata Menkes.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia juga akan dilibatkan untuk mengatasi persoalan tersebut. Menurut Menkes, jika anak-anak sudah merokok sejak masih duduk di bangku sekolah, maka mereka akan terus merokok hingga tua.
Kecenderungan perilaku merokok di kalangan generasi muda semakin meningkat, dan yang lebih memprihatinkan anak-anak sudah mulai merokok di usia belia.
Mengutip data hasil Riskesdas 2013, perilaku merokok pada penduduk 15 tahun ke atas cenderung terus meningkat dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun 2013. Kondisi ini merata di seluruh Provinsi.
Sementara itu, data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014 Indonesia menunjukkan prevalensi perokok anak usia 13-15 tahun sebesar 20.3%. Data tersebut juga mengungkapkan bahwa anak-anak mengaku terpapar asap rokok di rumah (57,3%), pernah melihat iklan promosi rokok di toko (60,7%) melihat perokok di TV, video atau film (62,7%) dan pernah ditawari oleh sales rokok (7,9%). Di samping itu, data tersebut juga menyatakan bahwa 70,1% pernah melihat pesan anti merokok di media, dan 71,3% berpikir untuk berhenti merokok karena peringatan kesehatan bergambar.
“Pesan-pesan kesehatan tentang bahaya merokok yang kita tayangkan sebenarnya mendapat perhatian dari anak-anak kita yang merupakan investasi masa depan bangsa”, tutur Menkes.
“Harapannya, masyarakat khususnya generasi muda harus mendapatkan informasi dan pengetahuan lebih banyak tentang bahaya merokok dari berbagai sisi”, tutur Menkes.
Merokok merupakan salah satu penyebab utama kematian penyakit tidak menular yang bisa kita cegah dengan melindungi generasi muda dari paparan asap rokok secara dini. Karena itu, Menkes mengajak masyarakat bersama-sama memiliki komitmen yang tinggi untuk memperjuangkan perlindungan masyarakat khususnya generasi muda dari dampak negatif merokok.
“Masa depan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat kualitas kesehatan masyarakatnya termasuk generasi mudanya”, tegas Menkes.
Perusahaan Multinasional Yang Harus Bertanggungjawab
Sebanyak tujuh perusahaan multinasional berkepentingan terhadap produksi tembakau Indonesia. Ketujuh perusahaan itu adalah Altria Group Inc, British American Tobacco (BAT) Plc, China National Tobacco Corp, Imperial Merek Plc, Japan Tobacco Inc, Philip Morris International Inc, dan Reynolds Amerika Inc. BAT memproduksi rokok merek Dunhill, Lucky Strike, dan Pall Mall. Philip Morris memproduksi Marlboro, Parliament, dan Virginia Slims. Mereka memiliki saham dan mengontrol perusahaan rokok di Indonesia, yakni PT Bentoel Internasional Investama dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna.
Harapannya, perusahaan rokok yang mengambil keuntungan besar dari kebiasaan merokok ini, hendaknya mendapatkan penekanan moral dari pihak pemerintah. (*)