Oleh
Hendrison,S.Pd
Kali ini saya berbicara tentang satu even yang diadakan setiap tahun dibidang olahraga yaitu Honda Development Basketball league (DBL) . Kita sangat mendukung semua even even olahraga yg diangkatkan oleh berbagai pihak karena tujuannya sangat baik yaitu menciptakan tubuh yang sehat dan kuat dan juga bisa melatih emotional quetion kita. Allah lebih menyukai mukmin yang kuat daripada yang lemah. Kira-kira begitu filosofi semangatnya. Namun karena peserta lomba ini adalah pelajar tentu pelaksanaan kegiatan ini tidak terlepas dari sekolah karena peserta kegiatan ini adalah utusan sekolah.
Bicara tentang sekolah, kita bicara tentang pembangunan sumber daya manusia yang berakhlak dan landasan pembangunan SDM tersebut kalau di sekolah mengacu kepada visi yang ada di sekolah dan setiap sekolah menjadikan pembentukan iman, akhlak, religius dan sejenisnya sebagai salah satu unsur yang membentuk visi sekolah. Dalam tulisan ini saya tidak membicarakan host dari kegiatan ini tapi sekolah yang mengutus siswanya sebagai peserta terutama siswi putri. Di Sumatera Barat sekolah-sekolah terutama sekolah negeri sebahagian besar, atau mungkin sudah seluruhnya, mewajibkan siswi putrinya untuk berjilbab. Hal ini ditujukan agar pelajar putri tersebut supaya menjadi islami atau berkarakter religius tapi ketika mereka menjadi peserta dalam kegiatan ini, kita lihat cara berpakaiannya malu kita sebagai seorang muslim dan orang Minang.
Di lapangan pertandingan siswi putri berpakaian celana pendek yang terkadang diatas lutut, baju yang dipakai juga baju yang menampakan ketiak bahkan mohon maaf terkadang lebih dari itu, berjilbab? huh.. mana pula tu!. Mana itu pendidikan karakter atau akhlak yang di maksud oleh pendidikan nasional kita bahkan ironisnya mereka didamping oleh guru laki-laki dan juga ada kepala sekolah bagai. Di sekolah mereka menyuruh dan menyaksikan keseharian siswi putrinya berjilbab dan menutup aurat eh.. ketika pertandingan itu mereka enjoy-enjoy aja, ndak risih bahkan mungkin juga ikut menikmati. Apakah ndak malu kita sebagai guru.kemana harga diri kita? apakah sudah sebegitu rendah standar nilai moralitas kita (maaf kalau agak keras, mereka adalah pertaruhan hidup mati bangsa ini).