BANTUL -- Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah akan mengajukan judicial review (JR) Undang-Undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty. Pengajuan JR tax amnesty ini merupakan hasil dari rapat kerja nasional (Rakernas) Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP Muhammadiyah di Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Rakernas berlangsung pada 26-28 Agustus 2016.
Menurut Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, watak hukum dari kebijakan undang-undang tax amesty itu harus jelas, begitu pula arah hukumnya. Kejelasan dalam UU itu, kata dia, harus bisa merumuskan niai-nilai dalam UUD 1945, pasal 33, pasal 1, yaitu pasal-pasal yang erat dengan demokrasi dan HAM.
"Perumusan UU itu juga harus memenuhi prosedur demokrasi dan faktanya UU tax amnesty itu belum memadai demokrasi masih minimalis. Sudah saat dievaluasi dan melalu JR kecuali pemerintah menunda," ujarnyanya usai penutupan Rakernas MHH PP Muhammadiyah, Ahad (28/8).
Menurutnya, tax amnesty tersebut tidak memiliki sasaran jelas. Akibatnya masyarakat umum juga terkena sasaran tersebut sehingga menjadi resah. "Sasarannya harus dievaluasi juga, jangan sampai justru masyarakat kecil terkena dampaknya. Tax amnesty ini sebenarnya ditujukan untuk orang yang mengalami problem dalam kewajiban pajak, dan orang ini hanya beberapa gelintir saja. Uangnya pun diparkir di luar negeri. Tapi semua masyarakat terkena imbasnya dan ini membuat gaduh," katanya.
Selain itu, menurut dia, naskah akademik UU Pengampunan Pajak tidak pernah dikemukakan secara langsung ke publik terutama kalangan akademis. Sehingga, masyarakat tidak bisa memberikan kritisi atas naskah tersebut. "UU ini bentuknya top down, kebijakan negara nalar hukumnya ditaruh dibawah kepentingan politik. Ini merusak sistem negara hukum," ujarnya.
Untuk itu, saat ini PP Muhammadyah melalui MHH akan menyusun argumen terkait JR tax amnesty tersebut dan rencana ini akan segera didaftaran ke Mahkamah Konstitusi. Dengan JR tersebut Muhammadiyah menurut Busyro juga berusaha memberikan solusi atas blunder pemerintahan Jokow-JK terkait tax amnesty ini.
Sementara itu Ketua MHH PP Muhammadiyah Syaiful Bahri mengatakan, selama ini MHH konsen terhadap JR UU yang justru menciderai UUD 45 dan Pancasila. "Saat ini kita sudah melakukan lima JR terhadap UU yang merugikan masyarakat dan negara," ujarnya. Lima JR UU tersebut antara lain UU Minerba, UU Sumber Daya Air, UU Ketenagalistrikan, UU Migas, dan UU Lalulintas Devisa.
Sumber : Republika