Notification

×

Iklan

Iklan

Menghormati " Peri Kehewanan " Pada Sapi Qurban

14 September 2016 | 12:03 WIB Last Updated 2016-09-14T06:42:01Z


Dalam pelaksanaan Ibadah Qurban banyak hal yang seyogyanya diperhatikan oleh setiap Muslim terutama oleh mereka yang diamanahkan sebagai Panitia Pemotongan Hewan Qurban.

Karena menyangkut kesehatan manusia yang akan mengonsumsi nya, pemotongan hewan juga sangat penting untuk memperhatikan kebersihan dan standar higienitas dari daging hewan tersebut .

Mulai Dari Kedatangan Hewan Qurban

Inilah anjuran Islam tentang perlakuan " peri Kehewanan" dalam kegiatan pemotongan hewan qurban yang perlu diperhatikan:

1. Ketika Hewan Datang
Saat hewan qurban datang dari peternakan, setibanya di tempat pemotongan hendaknya diberikan papan turun agar hewan qurban tidak loncat. Inilah yang sering terlupakan, dan membuat hewan qurban harus loncat dari atas kendaraan. Hal ini bisa mengakibatkan kaki hewan qurban patah atau terkilir.

Jika terjadi kecacatan pada hewan qurban, berarti telah terjadi penyiksaan. Dan hal ini mengurangi " Syah nya " ibadah qurban karena hewan dalam kondisi cacat.

2. Teknik Pemotongan Hewan Qurban Sesuai Syar'i.

Daging Qurban bisa haram jika :
1. Hewan yang dalam kondisi belum mati (setelah disembelih), namun sudah mulai dikuliti, atau kaki sudah dipotong, atau ekornya dipotong. 

Jika hewan belum mati namun sudah mulai dikuliti, atau dipotong kakinya, atau dipotong ekornya, maka hewan bisa KESAKITAN. Penyebab matinya karena kesakitan. Jika ia mati karena kesakitan (bukan karena disembelih), maka dagingnya HARAM.

Landasan hukum yang dijadikan dasar adalah : Dari Abu Waqidi Al-Laitsi ra, dia berkata: "Rasulullah Shallallahu a'laihi wa sallam bersabda, yang artinya: Bagian mana saja yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka itu sama dengan BANGKAI." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

Berikut cara memastikan hewan telah mati setelah disembelih yaitu:
1. REFLEK MATA
Gunakan jari tangan kita untuk menyentuh pupil mata sapi ( bagian hitam bola mata sapi ) . Jika masih berkedip maka ia MASIH HIDUP. Namun jika sudah tidak ada respon, maka ia telah mati.
2. REFLEK EKOR
Pegang dan geser ekor sapi tersebut ke kanan atau ke kiri. Jika ekornya melawan (ngeyel), maka ia MASIH HIDUP. Namun bila sudah tidak ada respon, maka berarti ia telah mati.
Bisa pula dengan MEMENCET ekor sapi. Di ekor sapi ada ujung-ujung saraf yang sangat sensitif. Jika ia masih hidup, maka ia akan bereaksi saat ekornya dipencet.
3. REFLEK KUKU
Sapi, kerbau, unta, kambing, dan domba adalah hewan berkuku genap (ungulata). Di antara kedua kuku kakinya ada daging yang sangat sensitif. Ada ujung- ujung saraf disitu. Gunakan ujung pisau yg runcing, sentuh/tusuk pelan bagian tersebut. Jika masih ada reaksi menghindar, berarti ia MASIH HIDUP. Namun jika sudah tidak merespon, berarti ia telah mati.

Ada beberapa kebiasaan di masyarakat dengan memotong urat kaki hewan qurban sesaat setelah dipotong. Dengan maksud agar tidak bisa lari setelah dipotong.

Dalam buku yang sudah diterjemahkan oleh Hasan Baharun dengan judul Insan Kamil: Sosok Keteladanan Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam, setidaknya ada Lima riwayat dalam menyayangi dan memperlakukan hewan. 

Riwayat pertama, pada suatu saat beliau melewati sebuah jalan lalu melihat ada seekor onta yang kurus kering, merana terlilit rasa lapar yang sangat. Melihat kondisi mengenaskan yang dialaminya Rasul angkat bicara, “Takutlah kalian kepada Allah dalam memperlakukan hewan-hewan ini. Tunggalilah ia dengan baik-baik. Makanlah dagingnya juga dengan baik-baik.” (HR. Abu Dawud)

Riwayat kedua, masih tentang seekor onta. Kali ini Rasul memasuki kebun milik seorang Kaum Anshar. Di dalamnya ada seekor onta yang tengah merintih dan menitikkan air mata. Nabi turun dari kendaraannya lalu mengelus-elus bagian belakang telinganya sampai ia merasa tenang. Sejurus kemudian, Nabi bertanya, “Siapa pemilik onta ini?” Seorang Anshar datang mengaku sebagai pemiliknya. Nabi berkata kepadanya, “Apakah kamu tidak takut kepada Allah dalam memperlakukan hewan  yang telah dianguerahkan kepadamu ini? Baru saja ia mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya kelaparan dan kepayahan karena banyaknya pekerjaan dan tumpukan beban di luar kemampuannya.” (HR. Ahmad, Adu Dawud dan Hakim).

Selain kedua riwayat tersebut, dalam riwayat yang lain Nabi pernah menjumpai beberapa orang sedang berbincang-bincang dengan kondisi duduk di atas hewan masing-masing. Melihat kejadian ini Nabi tidak diam diri. Beliau melakukan advokasi  atas hewan-hewan malang yang ditunggangi secara tidak semestinya. Nabi berkata kepada mereka, “Naikilah mereka dengan baik dan biarlah beristirahat melepas lelah dengan baik-baik. Jangan kalian menjadikan punggungnya sebagai kursi ketika kalian sedang saling berbicara. Bisa jadi yang dinaiki lebih banyak berzikir kepada Allah daripada orang yang naik di atasnya.” (HR. Ahmad, Abu Ya`la dan Thabrani).

Riwayat keempat, ada seorang anak mengambil dua ekor burung dari sarangnya, sehingga induknya mencari-cari ke sana kemari. Nabi bertanya, “Siapakah yang sudah mengusik ketenangan burung itu, siapakah yang mengganggunya? Kembalikan kedua anaknya ke tempat semula.” Dalam kesempatan yang lain, Nabi melarang kita untuk menyia-siakan hidup seekor burung, dijadikan sasaran permainan. Sabda beliau, “Siapa yang membunuh burung dengan sia-sia, maka burung itu akan datang pada Hari Kiamat dengan suara yang keras mengadu kepada Tuhan, ‘Ya Tuhan si fulan merampas nyawaku, menganiayaku dan membunuhku tanpa suatu yang bisa dimanfaatkan olehnya sehingga aku mati sia-sia.” (HR. Abu Dawud).

Riwayat kelima, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Tajamkanlah pisau terlebih dahulu, sebelum hewan yang disembelih itu akan dibaringkan.” (HR. Thabrani).


Disyaratkan bagi hewan yang akan disembelih terpenuhinya beberapa syarat. Tidak sah suatu sembelihan  sebagai udh-hiyah kecuali dengan terpenuhinya syarat-syarat tersebut, di antaranya adalah:

A.     Hewan tersebut termasuk binatang ternak, yaitu onta, sapi, domba, atau kambing.



B.  Telah memasuki umur minimal yang ditentukan syari’at, dan tidak boleh kurang darinya. Yaitu :

1.      Unta yang telah memasuki usia lima tahun

2.      Sapi yang telah memasuki usia dua tahun

3.      Kambing yang telah memasuki usia satu tahun

4.      Domba (biri-biri) yang telah memasuki usia setengah tahun



عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: ((  لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ , فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ  ))   (رواه مسلم)



Dari Jabir ia berkata : Rasulullah Shalallhu ‘alaihi wasalam bersabda : “Janganlah kalian menyembelih hewan kurban selain musinnah, kecuali jika kalian sulit untuk mendapatkannya, (jika demikian) maka kalian boleh  menyembelih domba jadza’ah.”   (HR Muslim)

Yang dimaksud dengan musinnah  pada hadits ini adalah jenis hewan kurban yang telah memenuhi persyaratan umur sebagaimana empat perincian di atas. Dan yang dimaksud dengan jadza’ah adalah  domba yang telah berumur enam bulan. (Majalis ‘Asyri Dzil Hijjah Wa Ayyamit Tasyriq : 78-79)

C.  Tidak terdapat padanya kekurangan yang mencegah dari sahnya hewan tersebut dijadikan udhiyah. Di antaranya adalah :

1.      Matanya juling (buta sebelah matanya)

2.      Sakit yang nampak benar sakitnya

3.      Pincang yang jelas pincangnya

4.      Terlalu kurus yang menyebabkan tulangnya tidak bersungsum

5.      Telinga atau tanduknya terpotong setengahnya atau lebih



عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَامَ فِيْنَا رَسُوْلُ اللهِ َقَالَ : (( أَرْبَعٌ لاَ تَجُوْزُ فِي اْلأَضَاحِي – وَفِي رِوَايَةٍ : ((  لاَ تُجْزِؤُ  )) -  العَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا , وَالْمَرِيْضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا , وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلَعُهَا , وَالْكَسِيْرَةُ الَّتِي لاَ تُنْقِيْ  ))   (رواه أبو داود وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود رقم 2431)



Dari Al Baro’ bin ‘Azib radhiallahu’anhu  ia berkata : Rasulullah Shalallhu ‘alaihi wasalam berdiri di hadapan kami lalu beliau bersabda : “Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan sebagai udhiyah –dalam riwayat lain beliau bersabda : “Tidak sah (jika dijadikan udhiyah)” –  : Hewan yang juling yang jelas julingnya, hewan yang sakit yang nampak sakitnya, hewan yang pincang yang jelas pincangnya, dan hewan yang kurus yang tidak mempunyai sumsum.”   (HR Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud No. 2431)

Termasuk dalam hal ini juga adalah kekurangan-kekurangan lain semisalnya atau yang lebih parah darinya. Maka, tidak sah  jika seseorang menyembelih hewan yang buta kedua matanya, atau kakinya terpotong, atau hewan yang berjalannya menyapu tanah karena terlalu lemah,  atau semisalnya.
Yang afdhol pada hewan sembelihan kurban adalah yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan untuk hewan ternak. Di antaranya adalah yang gemuk, dagingnya banyak, bentuknya bagus, dan tinggi harganya.

         Adapun hewan ternak yang makruh untuk dijadikan udhiyah di antaranya adalah :

1.      Unta, sapi, atau kambing yang terpotong ekornya. Adapun domba yang terpotong ekornya maka tidak sah untuk dijadikan sebagai udhiyah karena termasuk  cacat yang jelas pada bagian pokok yang dimaksudkan dari hewan tersebut.

2.      Hewan yang  telinganya robek, baik robek secara memanjang ataupun melebar. Demikian pula hewan yang daun telinganya terlubangi.

3.      Hewan yang sebagian giginya telah rontok.
  TATA CARA PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN

      Dalam penyembelihan hewan kurban hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1.      Berbuat ihsan (baik) terhadap hewan kurban. Di antaranya adalah dengan menggunakan pisau yang tajam ketika menyembelih, tidak memperlihatkan penyembelihan salah satu hewan kurban dihadapan hewan yang lain, serta tidak memperlihatkan pengasahan pisau dihadapan hewan kurban.

2.      Jika hewan kurban tersebut seekor onta, maka disembelih dalam keadaan berdiri, dengan diikat kaki depannya yang sebelah kiri. Adapun jika hewan kurban tersebut selain onta maka disembelih dalam keadaan dibaringkan pada sisi badannya yang sebelah kiri.  Lalu, orang yang menyembelih menginjakkan kakinya pada leher hewan tersebut supaya tidak banyak bergerak.

3.      Menghadapkan hewan tersebut ke arah kiblat..

4.  Wajib membaca basmalah ketika hendak menyembelih, yaitu dengan mengucapkan    ((   ((  بِسْمِ اللهِ

5.  Disunnahkan juga untuk membaca takbir setelah membaca basmalah. Yaitu dengan membaca        ((  اللهُ أَكْبَرُ  ))

6.   Disunnahkan untuk menyebutkan nama orang yang berkurban dan berdo’a supaya ibadah kurban tersebut diterima oleh  Ta’ala

Misalnya, jika seseorang menyembelih sendiri hewan kurbannya ia berdo’a :



اَللَّهُمَّ هَذِهِ أُضْحِيَةٌ عَنْ ...... فَتَقَبَّلْ مِنِّي



“Ya Allah ini adalah sembelihan dari……(menyebutkan namanya sendiri) maka  terimalah sembelihan ini dariku.”

Dan jika menyembelihkan hewan kurban orang lain, maka ia berdo’a :



اَللَّهُمَّ هَذِهِ أُضْحِيَةٌ عَنْ ...... فَتَقَبَّلْ مِنْهُ



“Ya Allah ini adalah sembelihan dari……(menyebutkan nama orang yang berkurban) maka  terimalah sembelihan ini darinya.”

7. Dalam menyembelih diharuskan untuk mengalirkan darah, yaitu dengan memutuskan tiga bagian dari hewan kurban  :

-      Wadajain, yaitu dua urat leher (pembuluh darah) hewan tersebut

-      Hulqum, yaitu batang tenggorokan tempat mengalirnya udara

-      Marii’, yaitu kerongkongan tempat lewatnya makanan

8. Tidak diperbolehkan menguliti hewan kurban tersebut atau memotong sebagiannya sebelum ruhnya benar-benar keluar. Oleh karena itu, jika akan memulai menguliti kemudian hewan itu bergerak, maka ditunggu sampai benar-benar yakin bahwa hewan tersebut telah mati.

Sumber : drh. Wahidin Beureuh
 


IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update