Menyikapi adanya aktifitas penambangan ilegal di Solok Selatan yang melibatkan 4 orang warga negara Tiongkok. Dan keempat WNA tersebut telah diamankan oleh pihak kepolisian. Maka hari ini ( 9/9) , Lembaga Bantuan Hukum ( LBH ) Padang mengeluarkan statemen resmi dalam siaran persnya berikut ini:
SIARAN
Nomor: 014/S-Pers/LBH-PDG/IX/2016 LBH PADANG DESAK KEPOLISIAN MENELUSURI DUGAAN KETERLIBATAN PERUSAHAAN DALAM AKTIVITAS PENAMBANGAN ILEGAL 4 WARGA TIONGKOK
Solok selatan barangkali mewakili potret tambang di Sumatera Barat sebagai problem serius. Treatment penanganan 4 orang warga Tiongkok yang tengah melakukan aktivitas penambangan emas dan ditangkap di kapal keruk milik PT Bina Bakti Pertiwi sudah seharusnya tidak dilihat secara sederhana seputar persoalan visa yang hanya berhenti pada deportasi.
Akar persoalan tambang di Sumatera Barat khususnya di Solok Selatan adalah lemahnya pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas illegal.
Selama ini penindakan terhadap aktivitas illegal hanya menyentuh masyarakat pelaku di lapangan, tetapi tidak menelusuri penyandang modal dan pembacking tambang. Karena itulah Kepolisian harus mendalami kasus ini untuk menemukan fakta apakah keempatnya bekerja secara individu atau dipekerjakan oleh perusahaan. Apalagi keempatnya mengaku “disuruh bekerja oleh PT Bina Bakti Pertiwi” diberitakan diberbagai media.
Dalam catatan LBH Padang berdasarkan data dari Dinas Provinsi Sumatera Barat Mei 2016, hanya ada 16 perusahaan yang direkomendasikan clean and clear dan di dalamnya tidak termasuk IUP PT Bina Bakti Pertiwi di Solok Selatan. PT Bina Bakti Pertiwi berdasarkan balasan surat dari ESDM Solok Selatan Kepada LBH Padang No. 540/140/ESDM/P.VII/2016 tertanggal 11 Juli 2016 diketahui telah habis masa berlakunya pada 24 November 2015. Jika benar 4 orang warga tiongkok itu bekerja untuk PT Bina Bakti Pertiwi maka jelas PT Bina Bakti Pertiwi terlibat melakukan aktivitas tambang illegal. Untuk itu perusahaan harus dimintai pertanggungjawabannya.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjerat setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagai tindak pidana yang diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak sepuluh miliar rupiah. Jika perbuatan tersebut dilakukan oleh sebuah badan hukum maka berdasarkan Pasal 163 (1) UU tambang, pengurus badan hukum tersebut juga dapat dipidana penjara dan denda, bahkan terhadap badan hukum tersebut dapat dijatuhkan pidana denda dengan pemberatan hingga pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum perusahaan.
Jika benar terbukti PT Bina Bakti Pertiwi terlibat maka badan hukum PT Bina Bakti Pertiwi terancam dicabut yang berkonsekwensi logis terhadap izin-izin usaha yang dimiliki. PT Bina Bakti Pertiwi diketahui memiliki beberapa IUP diantaranya di Sumatera Barat.
1. No. SK 188.45/680PAS/2010
Luas. : / IPR 1.990,10
Jenis : Operasi Produksi
Bahan Galian : Timah Hitam
2. No. SK 540/22/IUP/DESDM/BUP/2010
Luas. : / IPR 670,00
Jenis : Operasi Produksi
Bahan Galian : Timah Hitam
3. No.188.45/684/BUPPAS/2010
Luas. : / IPR 2.890,40
Jenis : EKSPLORASI
Bahan Galian : EMAS DMP
Untuk itu LBH Padang mendesak Kepolisian Daerah Sumatera Barat untuk mendalami kasus ini, melakukan penyelidikan terhadap 4 orang warga tiongkok dan dugaan keterlibatan perusahaan. Karena bagaimanapun Kepolisian adalah pintu pertama yang menentukan kasus-kasus tambang dapat diungkap atau tidak dalam proses persidangan pidana. LBH Padang juga mendesak Gubernur dan dinas ESDM untuk menindak tegas izin-izin tambang yang bermasalah, khususnya menelusuri keterlibatan PT Bina Bumi Pertiwi dengan aktivitas tambang illegal oleh 4 warga Tiongkok.
Jum’at, 09 September 2016
LBH Padang
ERA PURNAMA SARI
Direktur
081210322745