Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 232 ayat (1) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 Juni 2016 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Dalam PP itu dijelaskan, bahwa Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Pembentukan Perangkat Daerah, menurut PP tersebut, dilakukan berdasarkan asas:
a. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
b. Intensitas Urusan Pemerintahan dan potensi Daerah;
c. Efisiensi;
d. Efektivitas;
e. Pembagian habis tugas;
f. Rentang kendali;
g. Tata kerja yang jelas; dan
h. Fleksibilitas.
“Pembentukan dan susunan Perangkat Daerah ditetapkan dengan Perda, yang berlaku setelah mendapat persetujuan dari Menteri (Mendagri, red) bagi Perangkat Daerah provinsi dan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Perangkat Daerah kabupaten/kota,” bunyi Pasal 3 ayat (1,2) PP tersebut.
Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, lanjut PP ini, menyampaikan jawaban menyetujui seluruhnya atau menyetujui dengan perintah perbaikan Perda kepada gubernur atau bupati/wali kota paling lambat 15 (lima belas) hari sejak diterimanya Perda.
Apabila dalam waktu 15 (lima belas) Hari, Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak memberikan jawaban, Perda sebagaimana dimaksud dianggap telah mendapat persetujuan, bunyi Pasal 3 ayat (6) PP tersebut.
Ditegaskan dalam PP ini, dalam hal Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyetujui dengan perintah perbaikan, maka Perda tersebut harus disempurnakan oleh kepala Daerah bersama DPRD sebelum diundangkan.
Adapun dalam hal kepala Daerah mengundangkan Perda yang tidak mendapat persetujuan dari Menteri bagi Perangkat Daerah provinsi dan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Perangkat Daerah kabupaten/kota atau Perda tidak disempurnakan oleh kepala Daerah bersama DPRD sebagaimana dimaksud, maka Menteri atau gubernur membatalkan Perda sebagaimana dimaksud.
Pelayanan Terpadu
PP Nomor 18 Tahun 2016 ini juga menegaskan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan nonperizinan kepada masyarakat, Daerah membentuk unit pelayanan terpadu satu pintu Daerah provinsi yang melekat pada dinas Daerah provinsi yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang Penanaman Modal.
Demikian juga pada dinas Daerah provinsi, menurut PP ini, dapat dibentuk unit pelaksana teknis dinas Daerah provinsi untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu.
Selain unit pelaksana teknis dinas Daerah provinsi sebagaimana dimaksud, terdapat unit pelaksana teknis dinas Daerah provinsi di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah provinsi sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional, dan dipimpin oleh direktur.
Menurut PP ini, pembentukan dan susunan Perangkat Daerah bagi Daerah provinsi baru yang belum memiliki anggota DPRD, ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah mendapat persetujuan Menteri dan pertimbangan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang aparatur negara.
PP ini juga menegaskan, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi Daerah yang memiliki status istimewa atau otonomi khusus, sepanjang tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan Daerah istimewa atau khusus.
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 126 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly yakni pada 19 Juni 2016 .
Fenomena Yang Muncul Di Tataran Pemda
Kebijakan pemerintah pusat mengeluarkan PP No.18 tahun 2016 merupakan langkah yang tepat. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pembentukan ulang Organisasi perangkat daerah ( OPD) itu memiliki semangat efisiensi dan rasionalisasi. Kalau semangat ini diikuti oleh Pemerintah Daerah maka di tataran kinerja pemerintahan daerah akan lahir OPD yang ramping tapi kaya fungsi dan inovasi.
Tentunya hal ini akan menekan pengeluaran dan belanja pegawai secara signifikan yang nantinya akan berimbas kepada belanja publik secara komperhensif. Untuk mendorong setiap pemerintah daerah menjalankan semangat efisiensi ini, PP tersebut mencoba memetakan potensi daerah dengan kriteria - kriteria tertentu.
Inilah pintu masuk munculnya fenomena yang membawa tidak optimalnya pelaksanaan dari amanah PP No. 18 2016 ini. Ada hal yang sangat disayangkan, yakni Pemerintah Pusat tidak memiliki intsrumen yang memadai untuk melakun validasi dan otentifikasi terhadap akurasi kriteria berdasarkan data tertulis dari Pemda.
Sehingga ditemukanlah adanya upaya- upaya pemainan data mengenai potensi yang ada di daerah, agar sebuah OPD memiliki skor tinggi dan beberapa Badan atau Dinas tetap bisa berdiri sendiri.
Bahkan dari pencarian informasi penulis ( red. M. Yasin ) ditemukan ego sektoral di Kementerian yang memberikan jalan kepada urusan urusan disuatu daerah tertentu diberikan jalan " akal akalan " supaya memiliki skor tinggi sehingga OPDnya bisa berdiri sendiri.
Tentunya fenomena seperti ini akan menghambat semangat PP tersebut. Sebuah semangat mulia untuk kesejahteraan masyarakat ditengah tengah negara dalam menghadapi masa masa sulit dalam hal keuangan.
Kemudian fenomena selanjutnya yang penulis (M. Yasin ) temukan adanya upaya - upaya oknum ASN yg berupaya agar OPD tempat ia bernaung tetap eksis. Banyak upaya- upaya yang dilakukan, mulai mempreteli data sampai dengan melobi anggota DPRD yang sebagai penentu akhir apakah ada perampingan atau tidaknya sesuai dengan amanah PP tersebut.
Bahkan yang menarik karena begitu inginnya agar OPD tempatnya mengabdi ada yang berusaha menekan DPRD baik secara lansung, melalui sms maupun secara lainnya. Tentunya kita befikir ada apa dengan mereka ? Apakah ada yang salah dengan semangat perampingan tersebut. Tentunya kita semua harus berpikir rasional bahwa semakin sedikit belanja pegawai semakin besar APBD yang kita belanjakan untuk masyarakat.
Sumber :
- Muhammad Yasin
- Sekkab RI