Notification

×

Iklan

Iklan

Berjuang Di Kepulan Asap Kapur

24 Oktober 2016 | 09:12 WIB Last Updated 2016-12-14T07:53:17Z
Sebuah Tobong Tempat Pembakaran Batu Kapur Di Bukit Tui . ( Photo : Inyong Bee )
Di kaki perbukitan, para Pekerja memecahkan batu gamping untuk dibakar, di lokasi tambang kapur rakyat Bukit Tui, Padangpanjang, Sumbar. Tambang Bukit Tui yang memiliki cadangan ribuan ton batu kapur namun untuk pengolahan secara besar-besaran tidak bisa dilakukan karena termasuk lokasi konservasi alam yang dilindungi. Perbukitan tersebut masuk dalam hutan lindung.

Bukit Tui adalah bukit kapur yang berjajar di selatan Padangpanjang, letaknya berada antara Rao-Rao hingga Tanah Hitam. Banyak kisah yang terjadi di bukit ini. Mulai dari penduduknya, mitos yang beredar hingga tragedi yang terjadi di bukit ini. Sebagian besar mata pencaharian warga adalah penambang kapur. 

Di bukit ini terdapat banyak wanita perkasa. Selain sebagai ibu rumah tangga mereka bekerja sebagai pemecah batu kapur, lalu mengemasnya dalam karung. Sedangkan para lelaki bertugas membakar batu kapur. Mereka memasukkan batu kapur ke tungku pembakar. Selain itu, sebagian besar kaum lelakinya bekerja sebagai kuli angkut batu kapur yang memasukkan karung-karung kapur ke dalam truk.

Ditambang kapur ini, tugas pekerja laki-laki berbeda dengan tugas pekerja perempuan. Pekerja laki-laki bertugas memecah batu lalu memasukkan batu kapur ke dalam tungku pembakar. Selain itu, mereka juga bekerja sebagai kuli angkut batu kapur yang memasukkan karung-karung kapur ke dalam truk. Sedangkan untuk pekerja perempuan, mereka bertugas memasukkan batu kapur yang sudah selesai diproses kedalam karung, lalu mengemasnya untuk kemudian dikirim ke berbagai daerah untuk diproses lagi, salah satu tujuan pengiriman batu kapur ini adalah ke pabrik besi di Medan.

Kegiatan ini sudah berlangsung bertahun-tahun, dahulu pengelolaan batu kapur dilakukan secara tradisional. Penghasilan mereka sedikit beragam, untuk pekerja lelaki setiap harinya mendapatkan upah sebesar Rp.40.000, sedangkan para wanita sebesar Rp.25.000-Rp.30.000. Setiap buruh pengemas kapur dalam sehari harus menyiapkan 60 karung batu kapur siap kirim. 

Menurut seorang pemilik sekaligus pekerja, batu kapur yang mereka produksi saat ini bukan lagi berasal dari Bukit Tui. Batu kapur tersebut diambil dari Gunung Singgalang, sedangkan batu bara yang digunakan sebagai proses pembakaran diambil dari Sawah Lunto. Proses pembakaran batu disusun dengan cara melapisi batu kapur dengan selapis batu bara. Pembakarannya dilakukan selama seminggu. Mereka bekerja dari jam setengah tujuh pagi sampai jam lima sore yang menghasilkan 10 hingga 12 ton per harinya. Harga batu kapur per ton nya  tidak sebanding dengan dampak kesehatan yang diakibatkan, udara yang bercampur dengan debu kapur dan asap pembakaran dengan bau menyengat, membuat pekerja sesak napas dan menyebabkan gangguan pernafasan lainnya.

Hasil olahan dikirim ke pabrik besi di Medan untuk diolah sebagai pasta gigi, cat tembok dan sebagainya. Truk pengangkut datang setiap hari dengan kapasitas berat maksimal 18 ton. Kedatangannya truk ini tidak menentu, bisa pagi atau malam.

Ancaman Penyakit Pernafasan Selalu Mengintai

Pabrik kapur dalam pengolahan dan pembakarannya akan menghasilkan debu, asap dan gas. Keluhan respirasi dan kejadian silikosis dapat muncul akibat paparan debu kapur dalam waktu lama. Silikosis  adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru.

Ada 3 jenis silikosis, antra lain:

1. Silikosis kronis simplek akibat paparan sejumlah kecil debu silika dalam waktu yang lama atau lebih dari 20 tahun.

2. Silikosis akselerata, terjadi akibat paparan silika dalam jumlah yang banyak selama kurun waktu 4-8 tahun.

3. Silikosis akut, terjadi akibat paparan silikosis dalam jumlah yang sangat banyak dalam jangka waktu yang lebih pendek. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.

Gejala tambahan yang bisa ditunjukkan terutama pada silikosis akut, yaitu:

Munculnya Batuk, Demam, Gangguan pernapasan berat, dan Penurunan berat badan. Pernah dilakukan penelitian terhadap pekerja batu kapur di Bukit Tui oleh Yes SI , mahasiswa Pascasarjana Universitas Andalas Padang ,  untuk mengetahui kejadian silikosis dan keluhan respirasi pada pekerja pabrik kapur Bukit Tui Padang Panjang. 

Dengan menggunakan metode penelitian cross sectional dan mengumpulkan data kadar paparan debu kapur di tempat kerja, gejala respirasi dan dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk menilai gambaran silikosis pada pekerja pabrik kapur. 

Dan didapatkan hasil dari 96 subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Pada foto toraks menggunakan standar ILO didapatkan 2 kasus silikosis (2.1%) pada laki-laki dan perempuan, dengan usia 45 dan 55 tahun, masa kerja 3 dan 30 tahun, tidak menggunakan masker dan menggunakan masker tidak standar, bekerja pada lokasi pembakaran dan penggilingan. 

Kedua kasus merokok dengan indeks Brinkman sedang dan beban kerja lebih dari 40 jam. Timbulnya gejala respirasi batuk kronis (p=0.029) dan sesak napas (p=0.013) bermakna terhadap usia. Sementara masa kerja berhubungan dengan munculnya keluhan respirasi batuk kronis dengan nilai p=0.002.

Dari data penelitian diatas, disimpulkan bahwa Silikosis ditemukan dua orang yaitu tempat pembakaran dan penggilingan. Sementara itu usia dan masa kerja, berhubungan secara bermakna dengan munculnya gejala respirasi. ( Inyong Budi)

×
Kaba Nan Baru Update