Notification

×

Iklan

Iklan

Mau Dibawa Kemana Penangkaran Penyu Pariaman ?

02 Oktober 2016 | 06:52 WIB Last Updated 2016-10-02T09:55:29Z

Sesuai dengan rencana, Senin (3/10/2016) bertempat di Aula Kantor Gubernur Sumbar akan dilaksanakan serahterima aset pemerintah daerah sebagaimana amanat UU 23 Tahun 2014. Salah satunya aset DKP Pariaman yang akan diserahkan adalah pusat penangkaran penyu yang selama ini merupakan ikon wisata yang sering dikunjungi wisatawan mancanegara.

Namun ada kegalauan yang muncul, Petugas penangkaran penyu di DKP Pariaman tersebut bingung. Karena sampai sekarang , belum ada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana mengenai pengelolaan penangkaran penyu pascaserahterima  setelah hari Senin ( 3/10)  besok. Apakah keberadaan mereka masih dibutuhkan atau tidak. Atau mereka harus menjalani mutasi lalu diganti dengan petugas baru yang ditunjuk oleh provinsi. Karena diantara petugas tersebut tidak seluruhnya berstatus aparatur  sipil negara.

Apalagi pemeliharaan penyu itu butuh anggaran untuk makan dan perawatan. Kalau seandainya pada masa transisi tak ada kejelasan, ini akan jadi ancaman serius bagi proses penangkaran penyu di Pariaman. Di penangkaran saat ini ada ratusan ekor penyu, termasuk anaknya yang tiap hari butuh makan. 

Jika belum ada kejelasan mengenai kebijakan dari penyerahan aset ini, akan berefek pada keselamatan penyu-penyu tersebut.  Sebelum penyu mati sia-sia, alangkah lebih baik penyu tersebut dilepasliarkan ke laut.

Juknis dan juklak dalam penyerahan aset yang bernyawa ini , seyogyanya pemerintah berpikir panjang dan menyiapkan langkah-langkah yang jelas.

Disisi lain, Yani seorang jurnalis yang aktif dalam pelestarian alam menyayangkan sistem yang dijalankan di pusat penangkaran penyu ini. Dia mengatakan bahwa telur penyu yang ditetaskan di beli dari nelayan, terus ditetaskan di ember berisi pasir dan kotak-kotak sterofoam, terus setelah menetas di pelihara dlm bak-bak penangkaran dan selanjutnya di beri makan, di pompakan air laut. " Hal ini kurang menjadikan masyarakat sadar untuk menjaga kelestarian penyu, biaya yang dikeluarkan pun jadi besar, " jelasnya.

Sebagai perbandingan, penangkaran penyu di Berau, cukup pulau pendaratan penyu saja yg di jaga dan diawasi, telur-telur dibiarkan di sarangnya, kalau ada yang kemungkinan kena air pasang, telur tersebut direlokasi ke lokasi yang lebih aman, tapi tetap ditanam dalam pasir pantai saja. " Begitu menetas, di lepaskan pada saat matahari sudah terbenam di hari itu juga, " jelas Yani.

Tapi, setidaknya melalui penangkaran seperti itu, telur penyu yang dulunya dijual dan dikonsumsi oleh manusia, bisa diselamatkan. Ditetaskan, lalu dilepasliarkan kembali ke laut. Dan sistem seperti inilah yang baru dijalankan pada pusat penangkaran penyu di Pariaman.

Perilaku masyarakat mengkonsumsi telur penyu dan pengambil, pencuri, pemburu dan penyelundupan itu memang perlu di rubah. Dan merubah perilaku ini susah dan lama .

Upaya kearah perubahan perilaku ini sudah mulai tampak sejak ada upaya penangkaran. Targetnya tentu sampai kesana. Bagaimana kelak muncul kesadaran masyarkat itu sendiri akan arti penting habitat penyu laut. Sebab, tujuan penangkaran bukan sekedar menyelamatkan, tapi juga upaya mengedukasi masyarakat yang selama ini terlibat dalam perburuan telur penyu.

Sebetulnya Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah mengarahkan agar DKP di daerah  tidak menangkar tapi mengarahkan agar penetasan alami, oleh sebab itu pembinaan dan  penegakan hukum yang juga perlu dikedepankan.

Mengingat tanggal 3 Oktober 2016 adalah batas penyerahan aset dari Pemda Pariaman kepada Pemprov Sumbar, maka seharusnya segera dicarikan solusi secepatnya agar kegiatan penyelamatan populasi penyu ini berjalan lebih baik dan efektif lagi. (Budi )

Sumber: Forum Diskusi Lingkungan


IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update