PADANG – Jumat (30/9), usai shalat Asyar, Tugu Gempa di jalan Gereja, samping Taman Melati, terlihat ramai. Walikota Padang H. Mahyeldi Dt Marajo berdiri di tengah tugu tersebut. Suasana nampak khidmat.
Hari itu, warga Kota Padang mengenang kembali peristiwa gempa yang terjadi tujuh tahun silam. Gempa yang memporakporandakan Kota Padang waktu itu telah memakan korban jiwa. “Acara mengenang peristiwa gempa bumi 30 September 2009 ini bukan bermaksud untuk membuka kembali torehan luka lama. Tetapi ingin menghibur hati semua, bahwa kami tidak lupa dengan orang dicintai,” sebut Walikota Padang di depan Wakil Walikota Padang Emzalmi, mantan Walikota Padang dua periode Fauzi Bahar, Ketua Himpunan Bersatu Teguh Andreas Sofandi, anggota DPRD, serta sejumlah jajaran kerja di Pemko Padang dan keluarga korban gempa.
Dalam acara mengenang peristiwa gempa 30 September 2009 ini, seluruh yang hadir terlihat khusyuk memanjatkan doa. “Tidak ada yang bisa kami lakukan selain mengirimkan doa dengan harapan dapat tenang di pangkuanNya,” kata Mahyeldi.
Ini adalah acara mengenang gempa 2009 kali pertama yang dilakukan Pemko Padang pascagempa tersebut. Walikota menyebut bahwa Pemerintah Kota Padang ke depannya akan terus menggelar kegiatan ini setiap tahunnya. “Ke depan secara rutin kita gelar acara ini sebagai bukti bahwa kita tidak lupa kepada saudara kita yang mendapat musibah,” ungkap Mahyeldi.
Kepala BPBD-PK Kota Padang Rudy Rinaldy menyebut bahwa dari informasi yang diperoleh, peringatan ini belum secara rutin dilakukan. Hal ini memberi kesan seolah-olah warga Padang melupakan peristiwa dahysat tersebut. “Untuk menyambung kembali ikatan batin yang terputus tersebut, maka memperingati peristiwa gempa 30 September 2009 akan kita gelar setiap tahun secara sederhana,” terangnya.
Peringatan tahun ini bertemakan “Sewindu Kami Kehilanganmu, Kami Akan Tabah dan Bangkit”. Menurut Rudy, tabah yang dimaksud yakni tabah ketika menghadapi bencana, sekaligus introspeksi secara internal. “Kemudian bangkit untuk menatap masa depan yang lebih baik dengan tetap mengirim doa bagi saudara-saudara kita korban gempa,” sebutnya.
Dalam acara ini juga dibunyikan sirene selama semenit. Selain itu juga diberikan reward kepada SMA Pertiwi 1 karena peduli akan program pengurangan resiko bencana secara konsisten. Kemudian di akhir acara juga dilakukan tabur bunga di tugu tersebut. Sejumlah keluarga korban terlihat menabur bunga.
Salah seorang orangtua korban gempa, Gustia Nola sempat menceritakan kembali peristiwa gempa yang merenggut nyawa anaknya. Ketika peristiwa gempa terjadi, Angga Aldino sedang mengikuti les di pusat belajar GAMMA di jalan Proklamasi.
Gustia Nola menyebut bahwa sesaat sebelum gempa dirinya sudah mendapat firasat. Anaknya Angga Aldino sempat menyebut ingin mati. Bahkan sebelum gempa, Gustia Nola sempat melihat ada bercak hitam di bagian jari jempol anaknya. Dirnya juga melihat hidung anaknya yang tidak lagi memiliki batang hidung. “Kata orang itu tanda-tanda,” ujar Gustia Nola sambil terisak.(hms)