Notification

×

Iklan

Iklan

Napas Minangkabau dalam Lukisan Perupa Zul Manik

10 Oktober 2016 | 20:22 WIB Last Updated 2016-10-10T16:22:14Z

email: rinaikabutsinggalang@gmail.com


      
                                 Zul Manik


Zul Manik (58), menggulung lukisan yang baru ia bentang di lantai rumahnya. Lukisan-lukisan bermedia kain kanvas tersebut terlihat masih baik walau di beberapa bagian telah kumuh, sebab dicengkeramai jamur. Sisi kain berwarna putih, yang membingkai lukisan itu dan tidak terkena cat, mulai berwarna kuning kecokelatan.

“Maklum, lukisan ini sudah lama tidak saya buka, saya biarkan tergulung, dan menyimpannya di gudang,” ujar Zul Manik, siang itu, di kediamannya di Komplek Perumahan Kubang Putih, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam.

Meski sedikit berdebu, namun menurut Zul Manik, lukisan-lukisan itu dapat dibersihkan, dicuci. Tentu, dengan ketelitian dan kehati-hatian agar catnya tidak pudar atau luntur.

Bagi Zul Manik, melukis bukan sekadar seni, tapi juga jiwa yang menjadi napas hidupnya. Dan, dia pun telah melahirkan ratusan lukisan yang dikerjakannya dengan sungguh-sungguh.

Nama Zul Manik tidak asing bagi kolektor lukisan di Sumatra Barat. Pemilik nama asli Drs. Zulkifli Muchtar ini, adalah guru seni lukis di SMK Negeri 1 Ampek Angkek, Agam. Nama Zul Manik adalah nama yang ia lekatkan di kanvas lukisan-lukisannya.
“Suka saja memakai nama itu. Dan teman-teman saya sesama pelukis lebih mengenal saya dengan sebutan Zul Manik,” ujarnya sembari tertawa. Di ruang tamu rumahnya, Zul Manik didampingi istrinya, Nelviani, dan adiknya, Refdinal Muzan, guru bahasa Inggris yang juga penyair.

Selain mengajar, Zul Manik tetap menyalurkan bakat melukisnya, khusus di rumah di sela-sela waktu luang. Karena tidak mempunyai gallery sendiri, dan rumah yang tidak terlalu besar, lukisan-lukisan itu tersimpan begitu saja. Hanya beberapa lukisan terlihat mengiasi dinding rumahnya.

Dibeli Kolektor Asing

Sebelum menjadi guru di SMK Negeri 1 Ampek Angkek, Zul Manik pernah mengajar di sebuah sekolah menengah di Bengkulu (1987-2000). Mulai tahun 2000 dia pulang, mengabdikan diri di kampung halamannya, Bukittinggi.

Zul Manik menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Padang pada tahun 1981. Kemudian, dia melanjutkan ke IKIP Padang. Pada tahun 1983, ketika masih duduk di bangku kuliah, ia berhasil meraih Juara 1 Lomba Lukis pada Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Tingkat Sumatra Barat.

Keberhasilan di tingkat provinsi itu, membawa Zul Manik untuk unjuk keahlian melukisnya di tingkat Nasional di Medan pada tahun 1984. Namun, di Medan itu, Zul Manik harus berpuas diri meraih Juara 2 di cabang lomba yang sama.

“Waktu itu saya membuat lukisan kota tua, konon menurut orang lukisan itu bagus. Sayang, lukisan itu tidak ada lagi, menjadi milik panitia di Porseni Nasional,” katanya tersenyum.

Semangat melukisnya semakin menggebu setelah ia meraih juara Porseni. Ia pun serius berkarya. Sejumlah pameran bersama pernah diikutinya, di antaranya di Padang, Medan, Pekanbaru, Aceh, Bengkulu, Bukittinggi dan beberapa daerah lainnya.

Lukisan-lukisannya didominasi oleh gambaran alam Minangkabau, mulai dari Rumah Gadang, Jam Gadang, Kincir Air, Pedati, Kerbau, Gadis Menari Tari Piring, dan lainnya. Corak lukisannya ekspresionisme abstrak.

“Biasanya lukisan-lukisan seperti ini yang disukai kolektor, khususnya mereka yang berasal dari luar Sumatra Barat,” kata lelaki kelahiran Bukittinggi, 1 Januari 1958 ini.

Maka, tak heran jika sejumlah lukisannya dibeli oleh kolektor asing, di antaranya dari Malaysia, China, bahkan Jerman.
Namun begitu, satu hal yang diimpikannya, yaitu dapat melakukan pameran tunggal. Sampai kini niat itu belum terwujud, sebab keterbatasan biaya produksi, di samping kesibukannya sehari-hari sebagai seorang guru.

“Niat dan tekad untuk berpameran tunggal tetap ada, dan saya berharap suatu hari nanti dapat mewujudkannya,” kata ayah dari Chelsia (28), Dean (24), Anik (21), dan Aditya (16) ini. (*)

Sumber: www.rinaikabutsinggalang.wordpress.com

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update