Pengadilan Agama Klas IA Padang menyatakan dalam satu hari terdapat empat warga daerah itu yang mengajukan perkara perceraian.
"Dari 1280 perkara yang masuk dari Januari hingga September 2016 terdapat 977 perkara perceraian," kata Humas Pengadilan Agama Klas IA Padang, Januar( 25/10).
Ia menyebutkan cerai talak yang merupakan pengajuan cerai oleh suami sebanyak 275 perkara dan cerai gugat atau pengajuan cerai dari istri sebanyak 702 perkara.
Perceraian Meningkat Di Solsel, Saat Ekonomi Terpuruk
Terjadi peningkatan angka kasus perkara perceraian di Solok Selatan (Solsel) pada 2016, jika dibanding data tahun 2015. Hal itu dikatakan Panitera Muda Hukum, Pengadilan Agama Muara Labuh, Etmajuita pada Haluan, Selasa, (25/10).
Setidaknya, katanya hingga akhir Oktober 2016 tercatat 205 kasus perkara perceraian. Sedangkan hingga Oktober 2015 hanya 199 perkara perceraian.Artinya terjadi peningkatan sebanyak 6 perkara.
"Dari jumlah angka perceraian itu penyebab paling dominan adalah karena perselisihan atau pertengkaran yakni 105 perkara cerai,"katanya.
Ia menambahkan, dari 205 kasus perceraian tersebut jenis perceraian yang digugat oleh pihak istri sebanyak 145 kasus dan untuk jenis talak oleh suami sebanyak 60 kasus.
Ia mengatakan, alasan tidak tercukupinya kebutuhan ekonomi menjadi alasan yang paling dominan menjadi alasan gugatan perceraian.
"Mereka beralasan nafkah yang diberikan suami tidak mencukupi, mungkin saja dampak dari harga beberapa komoditi pertanian yang anjlok seperti karet dan tidak adanya lagi tambang emas sehingga berpengaruh terhadap pendapatan,"tuturnya.
"Untuk ASN yang terlibat perkara perceraian cenderung mengalami penurunan, sebab pada 2015 ada 9 perkara perceraian ASN dan di 2016 hingga Oktober hanya 5 perkara. Bisa jadi para ASN berfikir dua kali untuk bercerai sebab sesuai aturan harus izin Bupati dahulu "bebernya.
Nila Anggreiny : Faktor Ekonomi Penyebab Istri Menggugat Cerai
Psikolog dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Nila Anggreiny, mengatakan faktor ekonomi merupakan penyebab kecenderungan istri menggugat cerai suami.
"Ketika seorang istri matang dalam segi ekonomi, sedangkan laki-laki tidak begitu menghasilkan hal itu terkadang membuat istri merasa lebih daripada suami," katanya di Padang, Selasa.
Ia mengatakan seseorang yang ingin menikah seharusnya mengetahui dan memahami tujuan dari pernikahan itu sendiri, bahwa pernikahan bukan hanya sebatas tentang materi.
"Seorang istri dan suami seharusnya mengerti dan memahami peran masing-masing dan menerima peran tersebut dengan baik," ujar dia.
Menurutnya persolan ekonomi dalam keluarga dapat diselesaikan secara bersama antar suami-istri, hal itu dikarenakan sebelum menikah keduanya seharusnya telah memahami kondisi dan keadaan masing-masing.
"Sebenarnya itulah tujuan adanya pelatihan pra-nikah," katanya.
Dimana dalam pelatihan pra-nikah suami-istri diberikan pemahaman mengenai pernikahan dan konsep penting dalam suatu pernikahan serta hal apa saja yang seharusnya dipersiapkan dalam menempuh kehidupan berumah tangga dan menyelesaikan jika terjadi suatu masalah.
Selain itu, katanya, komunikasi dalam keluarga sangat diperlukan, karena ketika terjadi masalah hal seharusnya dapat diselesaikan dengan baik tanpa harus dengan jalan perceraian.
Di sisi lain, anak dari korban perceraian tidak selalu berada dalam posisi terganggu secara psikologis, dikarenakan ketika orangtua bercerai dan anak tetap mendapatkan peran dari keduanya.
"Anak tidak akan terganggu psikologisnya ketika orangtua masih menjalankan perannya sebagai orangtua meskipun di antara keduanya telah bercerai," ujarnya.
Namun, katanya, hal itu akan berbeda ketika anak merupakan korban dari KDRT, hal itu akan menyebabkan anak menjadi pelaku kekerasan itu sendiri setelah ia dewasa nantinya.
"Karena anak cenderung meniru apa yang dilihat dan dikerjakan oleh orangtuanya," tambahnya.
Sumber:
- Antara
- Haluan