Padang Panjang - Hari ini , 29 Nopember 2016 diperingati sebagai hari KORPRI ( Korp Pegawai Negeri Republik Indonesia) yang kini telah berganti nama menjadi Aparatur Sipil Negara ( ASN ). Dalam HUT KORPRI ke-45 tahun 2016 ini, tema yang diangkat adalah "Bersama KORPRI Meneguhkan Netralitas dan Meningkatkan Profesionalisme Aparatur Sipil Negara". Tema tersebut sesuai dengan tema yang tercantum pada Surat Edaran Nomor: SE-11/KU/X/2016 tertanggal 5 Oktober 2016 yang diterbitkan oleh Dewan Pengurus Nasional KORPRI.
Menekankan pada keinginan untuk meningkatkan Profesionalitas Aparatur Sipil Negara, maka tak lepas dari meningkatnya Budaya Literasi Di Kalangan ASN itu sendiri.
Literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca, budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya. ASN yang didominasi oleh kalangan terdidik dan terpelajar sudah seyogyanya menjadi motor penggerak budaya literasi di tengah masyarakat Indonesia.
Selain menulis, membaca adalah salah satu bentuk literasi dasar. Dalam menjalani aktifitas birokrasi, setiap ASN hendaknya memiliki budaya literasi yang baik. Hal ini ditandai dengan gemar membaca dan menulis. Aktivitas membaca dan menulis adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang harus mau membaca jika ingin menulis. Membaca adalah memasukkan kata-kata ke dalam pikiran, sementara menulis adalah menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan.
Di berbagai negara maju, menulis telah menjadi gaya hidup masyarakatnya. Aktivitas menulis biasanya berbanding lurus dengan aktivitas membaca. Membudayakan atau membiasakan membaca dan menulis di kalangan ASN memang perlu proses . Apalagi jika dalam suatu kelompok masyarakat kebiasaan tersebut belum ada atau belum terbentuk.
Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar. Pada penelitian yang sama, PISA juga menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti. PISA menyebutkan, tak ada satu siswa pun di Indonesia yang meraih nilai literasi ditingkat kelima, hanya 0,4 persen siswa yang memiliki kemampuan literasi tingkat empat. Selebihnya di bawah tingkat tiga, bahkan di bawah tingkat satu. Data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja. Sedangkan Malaysia sudah 86,4 persen.
ASN adalah kalangan terdidik dan terpelajar dengan tugas utama menjalankan roda pemerintahan dan birokrasi. Seorang birokrat tentunya harus selalu mengikuti perkembangan zaman, meng-update informasi, ilmu pengetahuan dak teknologi terbaru supaya bisa menyelesaikan problematika di masyarakat dan memberikan solusi yang aktual dan kontekstual .
Masyarakat saat ini banyak kritis, dengan penguasaan Teknologi Informasi (TI) yang relatif sudah tinggi. Hampir semua masyarakat telah akrab dengan internet yang bisa diakses dari smart phone. Dalam menumbuhkan budaya literasi, ASN seharusnya harus mampu menjadi contoh dan pelopor gerakan sadar literasi, memiliki minat yang tinggi terhadap membaca dan menulis. Dan tentunya, memiliki karya tulis sesuai bidang yang ditekuninya sebagai hasil buah pikirnya. Hal tersebut sebagai sebuah kebanggaan, juga bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi rekan sejawat dan masyarakat untuk melakukan hal serupa.
Butuh kemauan, tekad, dan komitmen yang kuat agar kita mau membaca buku, karena banyak godaan dan tantangannya, utamanya adalah rasa malas. Rasa malas tersebut harus mau dikalahkan, jangan mau dijajah oleh rasa malas. Kemalasan adalah penghambat kemajuan. Alasan lain yang sering dikemukakan adalah kesibukan. Jika memang banyak kesibukan, upayakan menyempatkan waktu 1-2 jam untuk membaca setelah pulang kerja atau pada waktu istirahat. Intinya adalah manajemen waktu. Pada masa penyesuaian, waktu tersebut mungkin akan terasa lama, karena digunakan untuk melakukan aktivitas yang kurang menyenangkan, tetapi jika dibiasakan, lambat laun akan terbiasa dan akan dapat menikmatinya.
Orang yang telah “kecanduan” membaca, akan merasa ada sesuatu yang kurang manakala dia belum membaca pada hari itu. Kemana-kemana akan membaca bahan bacaan seperti masyarakat di Jepang atau Korea Selatan.
Memang sekedar ketersediaan fasilitas saja , tidak cukup. Namun harus ada cara bagaimana menjalin hubungan antar manusia sehingga hubungan tersebut akan mpengaruhi bagaimana suatu kelompok masyarakat bisa menerima dengan baik apa yang akan menjadi tujuan dari gerakan literasi ini.
Hubungan antar manusia itu bisa terjalin baik apabila ada komunikasi, komunikasi dan cara pendekatan yang baik akan bisa menjadi syarat bisa diterimanya program atau kebiasaan yang sengaja digalakkan buat masyarakat tersebut.
Perlu belajar sejarah untuk memasukkan sebuah “budaya baru” kepada kelompok masyarakat. Trik trik yang perlu dilakukan dalam pengembangan budaya literasi melalui pendekatan teladan oleh ASN merupakan modal awal dalam perjuangan pencerdasan masyarakat .
Yang perlu diingat, jangan berharap masyarakat membaca jika itu belum menjadi budaya. “Membiasakan membaca” akan mudah bagi masyarakat jika ada gerakan masif yang dipelopori oleh kalangan terdidik dalam hal ini salah satunya adalah ASN.
Masyarakat adat yang memiliki kearifan lokal sangat kuat, jarang memasukkan budaya membaca dalam lingkungan adatnya, yang ada adalah budaya lisan (tutur), contoh resep obat tradisional di sampaikan secara lisan dan turun temurun, jarang ditemukan buku.
Sehingga menggalakkan baca tulis (literasi) dalam suatu komunitas masyarakat dengan adat yang kuat tentu dibutuhkan keahlian khusus.Namun , jika sudah terbiasa membaca maka menulis juga akan menjadi lebih mudah, begitu juga menulis akan menjadi mudah jika dibekali oleh kebiasaan membaca. Membiasakan membaca perlu di gelakkan mulai dari dalam kandungan sampai usia renta.
Untuk itu , dalam rangka meningkatkan profesionalisme ASN di HUT Korpri ke 45 tahun 2016 ini, mari kita bangkitkan budaya literasi di kalangan ASN negeri ini. Sehingga mampu menjadi bola salju budaya literasi, dan mampu mempengaruhi budaya literasi di kalangan masyarakat luas.
Selamat HUT Korpri ke 45 , Ayo tingkatkan profesionalisme dengan Aktifitas Membaca dan Menulis...!
( Inyong Budi )