PADANG - Rabu (7/12) yang lalu sekira pukul 14.30 WIB, perwakilan warga dengan didampingi sejumlah kuasa hukum dari LBH Padang, mendatangi Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) yang saat ini beralamat di Gedung Mina Bahari II Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, guna melanjutkan pelaporan tentang dugaan tindak pidana di sektor sumber daya alam tersebut. Perjuangan hukum warga Kenagarian Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok Sumatera Barat untuk mendorong pemberantasan aktivitas tersebut dan upaya menindak para pelaku illegal mining dan illegal logging terus berlanjut.
Saat melapor, perwakilan warga bersama kuasa hukum diterima oleh AKBP Harjanto Kartiko, di ruangan Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri.
"Dalam pertemuan tersebut, pelapor bersama kuasa hukum pada prinsipnya menjelaskan bahwa, telah terjadi kejahatan berupa kegiatan penambangan ilegal serta penebangan kayu secara liar di Kenagarian Sungai Abu dan sangat diyakini di backing oleh oknum polisi Polres Arosuka serta, dapat dipastikan aktivitas tersebut berlangsung dalam kawasan hutan lindung. Pelapor juga menjelaskan, telah berkali-kali melaporkan dugaan kejahatan tersebut ke berbagai jenjang kepolisian di Sumatera Barat (Sumbar) seperti Polsek, Polres, dan Polda, namun institusi yang memiliki slogan quick respons tersebut masih belum melakukan penindakan yang semestinya, "sampai Era Purnama Sari Dalam siaran persnya Nomor: 021/S-Pers/LBH-Pdg/XII/2016.
Di sampaikan Era Selain itu, pelapor juga meminta kepada Markas Besar (Mabes) Polri yang dalam hal ini Bareskrim Polri, untuk dapat melakukan supervisi atau bahkan bila perlu mengambil alih penanganan perkara tersebut, bilamana Polda Sumbar masih berlaku lalai, melakukan pembiaran, atau tidak mengusut tuntas dugaan kejahatan sebagaimana dimaksud. Menanggapi penjelasan dan permintaan tersebut, AKBP Harjanto Kartiko pada pokoknya menyebutkan bahwa, sekiranya kegiatan sebagaimana yang dilaporkan tersebut benar-benar ilegal atau tanpa izin, terjadi dalam kawasan hutan lindung, maka kepolisian tidak akan segan-segan untuk menindaknya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
AKBP Harjanto Kartiko yang mengaku telah bertugas dalam kejahatan SDA selama 8 (delapan tahun) ini, juga mengamini kemungkinan adanya oknum yang terlibat dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan penambangan serta penebangan kayu ilegal. Kartiko juga menjanjikan untuk mengkaji, meneruskan laporan serta mengkoordinasikannya ke Direktur Tipidter serta Kabareskrim Polri untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna penanganan perkara tersebut.
Bersamaan dengan itu, pelapor juga menyertakan sejumlah bukti dan/atau dokumen elektronik berupa peta titik koordinat yang telah di-overlay menggunakan peta kawasan hutan SK 35/Menhut-II/2013 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Barat, foto-foto beberapa alat berat yang masih beroperasi dan video ekskavator yang tengah beroperasi di kawasan sebagaimana dimaksud, kronologi kejadian dan rekam perjuangan masyarakat, kajian hukum terhadap kasus, surat pengantar laporan serta berkas terkait lainnya. Selanjutnya, berkas laporan diterima oleh Brigadir Angga Setiawan tertanggal 7 Desember 2016.
"Sebagai tambahan informasi, pada 25 November 2016, puluhan warga Sungai Abu didampingi LBH Padang melakukan aksi unjuk rasa di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sumbar serta melanjutkan pelaporan dugaan kejahatan ilegal tersebut ke SPKT Polda Sumbar. Singkatnya, SPKT Polda Sumbar menerbitkan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) Nomor: STTL/386-A/XI/2016/Spkt Sbr terhadap kasus yang dilaporkan sebagaimana dimaksud. Namun, nyaris seminggu pasca pelaporan tersebut, Polda Sumbar belum juga memunculkan sinyal-sinyal keseriusan, " tegas Pihak LBH Padang melalui Aulia Rizal, S.H, sebagai Penanggung jawab Kasus ini.
Warga Meminta Perlindungan LPSK.
Disampaikan LBH Padang, sehubungan dengan adanya ancaman terhadap pelapor dan saksi kasus aktivitas ilegal di Kenagarian Sungai Abu tersebut, Kamis (8/12/16) sekira pukul 14.00 WIB, perwakilan warga dengan didampingi kuasa hukum dari LBH Padang mengadukan hal ini ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang beralamat di Jalan Raya Bogor, Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Hal ini bertujuan guna mendapatkan perlindungan fisik maupun psikis dari LPSK kepada pelapor dan saksi, sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Pengaduan warga bersama kuasa hukum saat itu diterima oleh salah seorang petugas LPSK. Ketika diterima petugas, warga pengadu menyampaikan berbagai ancaman yang diterimanya.
Baik pengancamanan atau teror melalui telepon seluler, mendatangi rumah rumah saksi dan tempat anggota keluarganya bekerja, serta mengancam tidak akan segan-segan melukai saksi. Bahkan, beberapa bulan lalu salah seorang pemuka masyarakat mengalami penganiayaan dan nyaris dilukai dengan senjata tajam sehubungan dengan sikapnya yang menolak penambangan ilegal di kenagariannya.
Pada prinsipnya, petugas LPSK menuturkan berkomitmen akan memberikan perlindungan secara semestinya, sebagaimana diatur hukum yang berlaku di Indonesia. Selanjutnya, berkas laporan juga telah diterima oleh petugas tersebut tertanggal 8/12/2016. Beberapa dokumen yang diserahkan pengadu bersama kuasa hukum yaitu surat permohonan perlindungan, fotokopi surat kuasa, kronologi peristiwa aktivitas ilegal, kronologi dan bentuk ancaman dan intimidasi, nama-nama orang yang dimintai perlindungan, kajian hukum tentang aktivitas ilegal serta dokumen terkait lainnya.
Pemberian perlindungan terhadap saksi dan pelapor tersebut sangat beralasan mengingat jenis kejahatan yang tengah diungkap warga ini tergolong serius dan terindikasi terorganisir serta, upaya mendorong penegakan hukum atau mengungkap tindak pidana dimaksud sangat bergantung kepada keadaan warga terutama pelapor dan saksi-saksi tersebut. Sedikitnya terdapat tiga undang-undang yang dilanggar oleh kegiatan ilegal di Sungai Abu. Pertama, Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Kedua, Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketiga, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. (Inyong Budi/AMOI/ LBH Padang)