Notification

×

Iklan

Iklan

HARI BELA NEGARA DIPERINGATI DI LAREH AIA LUBUK JANTAN

20 Desember 2016 | 22:24 WIB Last Updated 2016-12-20T15:28:19Z

Radio YBJ-6 Lareh Aia Lubuk Jantan, Tonggak Sejarah Penguatan NKRI

Tanah Datar - Usaha mempertahankan kemerdekaan yang dilaksanakan oleh seluruh Bangsa Indonesia pada Periode 1945 – 1950 dengan perang gerilya dan diplomasi di forum percaturan Internasional kini cendrung diperingati dengan mengembalikan kenangan pada kegiatan upacara. 

Hal tersebut juga penting bagi seluruh generasi pemuda Bangsa Indonesia untuk membangkitkan dan mengobarkan semangat cinta kepada Tanah Air (patriotisme).

Dalam sebuah tonggak sejarah, sebuah daerah di Nagari Lubuk Jantan Kecamatan Lintau Buo Utara yakni Lareh Aia memiliki kenangan sejarah dalam penguatan kemerdekaan Indonesia. 

Radio Yengkie Bravo Juliet-6 (YBJ-6) dengan frekuensi 3035 KC/8 menjadi corong PDRI dalam mendengar dan memberi kabar saat itu, sekitar tahun 1948. Alat ini mampu menerima dan mengirim radiogram dan juga memonitor berita dalam maupun luar negeri. YBJ-6 menjadi senjata menghadapi musuh dalam bergerilya mempertahankan kemerdekaan RI. 

Dan hari ini, senin (19/12/16) sejarah itu dikenang dalam sebuah upacara Peringatan Hari Bela Negara yang diselenggarakan di Lareh Aia Nagari Lubuk Jantan, di lapangan ini juga Pemancar Radio YBJ-6 milik Jawatan PTT ini telah melakukan perjuangan gerilya pada masa PDRI sejak 19/12/48 sampai akhir Desember 1949.

Bupati Tanah Datar H. Irdinansyah Tarmizi yang bertindak sebagai inspektur upacara dalam amanatnya mengatakan bahwa di era kompetisi global sekarang kesadaran bela negara dapat diaktualisasikan dalam peran dan profesi setiap warga negara, contohnya adalah pengabdian para guru, bidan dan tenaga kesehatan yang tengah berjuang melakukan tugasnya dipelosok tanah air, dikawasan perbatasan, di pulau-pulau terdepan, anak-anak muda yang kreatif, yang peduli lingkungan yang menegakkan kebhinekaan adalah bentuk mulia dari bela negara.

“Jadi wujud bela negara sekarang bisa berbeda dengan masa lalu. Namun nilai-nilai kepahlawanan yang dibutuhkan masih tetap sama, yaitu cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia kepada pancasila, rela berkorban, disiplin, obtimisme, gotong royong dan kepemimpinan”, tambah Irdinansyah.

Demikian pula pada saat perjuangan Pemancar YBJ-6 selalu melibatkan rakyat, dalam jiwa kegotong-royongan, cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia kepada pancasila, rela berkorban dan do’a. Tanpa itu semua rasanya mustahil perjuangan dengan membawa peralatan dengan ukuran besar dan berat dapat menjalani rute yang terhitung panjang.

Perlu kita ketahui apa yang melatarbelakangi Perjuangan Pemancar YBJ-6 sehingga dalam perwujudan akan rasa kecintaan terhadap Negara Republik Indonesia, mereka yakin dengan bermodalkan pemancar dapat memberikan andil dalam mewujudkan pemerintah RI yang benar-benar merdeka.

Ketika Yogyakarta telah jatuh, RVD Belanda secara teratur mengeluarkan propaganda bahwa, pemerintah RI  saat itu telah tidak ada yaitu dengan ditawarkannya Kepala Negara dan sebagian besar anggota pemerintah. Tetapi pihak Sekutu tidak mengetahui jika telah terjadi mandat sehingga Pemerintah RI yang syah masih ada yaitu PDRI, yang diketuai oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara lengkap dengan anggota kabinet. Berkenaan dengan masih adanya pemerintahan RI yang syah, maka YBJ-6 mengemban tugas untuk memblokade Belanda, karena bangsa Indonesia telah terisolir dari dunia luar dan memberitakan ke luar negeri, bahwa Pemerintah RI masih tetap ada dan berdiri dengan syarat-syaratnya ada pemerintahan, ada rakyat dan ada wilayah.

Dalam sejarah yang hampir terlupakan itu,  sebuah pemancar radio yang menggemparkan dunia, melalui kata-katanya yang tersusun menjadi berita, membangkitkan semangat untuk bebas dari belenggu penjajahan, menjadikan harapan tentang sebuah kebebasan untuk kemerdekaan.


Di sebuah nagari di Lintau Buo Utara, satu peristiwa sejarah telah tertoreh pada peradaban. Tak peduli sekalipun perjalanan mesti menuruni tebing curam, menaklukan ngarai, menyeberangi jembatan gantung yang membelah aliran Batang Sinamar, yang deras, keruh dan riuh dalam amuk riam. Namun mereka rela demi kemerdekaan RI ini. 

Radio YBJ-6 amat berjasa dalam memberikan informasi Bahwa, Indonesia masih ada. Nadi negeri ini masih berdenyut. 

Di dalam hingga luar negeri kabar terus disiarkan. Kabar yang mematahkan propaganda Belanda dan negara-negara lain, bahwa Indonesia telah menjadi abu setelah dibakar gelora Agresi Militer II. Akan tetapi, ternyata Indonesia masih ada. Indonesia masih ada dengan debur sungai-sungai yang mengalir syahdu. Indonesia masih ada dengan cericit burung di reranting pohon yang tumbuh subur di tanahnya. Indonesia masih ada dengan julangnya gunung, bukit yang berbaris, laut yang menghampar seolah tanpa batas. Indonesia masih ada dengan jiwa-jiwa yang semakin matang memaknai arti kemerdekaan. Indonesia masih ada, dan akan selamanya ada. 

Hingga, pada tanggal 1 Januari 1950. Radio YBJ-6 kembali dibawa ke Bukittinggi. Dan pada akhirnya, dimuseumkan di Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma, Ateh Ngarai, Bukittinggi. (Hp)

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update