Oleh : Elly Risman
Jakarta - Itulah kata kata yang diucapkan oleh sahabat saya Mark B Kastleman mengakhiri percakapan kami malam ini. Saya menghubunginya untuk sekedar curhat tentang kerisauan saya mengenai masalah yang membuat saya mungkin juga anda serta semua orang tua jadi resah, gelisah dan kawatir menghadapi kemungkinan yang akan terjadi ( naudzubillah) dengan anak anak kita seperti berita tentang: “Prostitusi Online”.
Mark adalah orang dari mana saya belajar pertama sekali tentang bencana Pornografi, melalui resume bukunya The drugs of the New Millenium (istilah yang dipilihnya sebagai pengganti kata Pornografi) dari sebuah milis Parenthood.com, sekitar tahun 2002. Buku ini kemudian diterjemahkan oleh anak kedua saya dan kini tersedia dalam bahasa Indonesia di Yayasan Kita dan Buah Hati.
Saya juga memastikan kembali dalam percakapan kami tentang hal yang pernah disampaikannya kepada saya dan juga ditulis dalam bukunya tersebut bahwa Child Pornografi adalah “The Ultimate Destination” dari apa yang ingin dilakukan oleh seorang pecandu Pornografi.
Mengapa? karena otaknya mengalami disensitisasi dari berbagai jenis dan tingkatan gambar atau aktivitas pornografi yang dilihatnya. Acting out dengan anak anaklah yang bisa memberikan campuran rasa yang ”kacau balau” yang tidak mungkin didapatkan pada jenis pornografi lain.Saya keberatan menjelaskannya disini, kawatir dibaca oleh orang yang tidak tepat.
Maka pelakunya, bukan sekedar seperti kelompok fedofilia dengan ciri ciri yang sudah banyak beredar penjelasannya, fedofilia ini jauh lebih kejam dari itu. Karena fedofilia ini, fedofilia modern yang bukan saja menjadi fedofil disebabkan oleh masalah pengasuhan dan keluarg serta pengalaman jadi korban pelaku kejahatan seksual sebelumnya tapi juga karena dampak kerusakan otak akibat kecanduan pornografi. Mereka juga menggunakan kemajuan teknologi internet untuk bisa mencapai tingkat kepuasan yang tidak ada tandingannya.Bayangkan saja, mereka bukan hanya melakukan kebrutalan dengan anak anak yang tak berdaya yang seharusnya dilindungi dan disayangi tetapi mereka merekamnya, mengundang orang lain dan memberinya hadiah dan kepuasan dengan “menyetorkan” video demi video kebejatan yang bahkan tidak boleh menggunakan korban yang sama. Binatang saja tidak melakukannya!
‘Tidakkah ini sangat menakutkan Elly?” Tanya Mark pada saya. “Ya, amat sangat menakutkan” jawab saya. Karena ternyata ada manusia yang berada disekitar kita yang menggunakan 24 jam dari hidupnya hanya untuk berfikir, berusaha, menjadikan seks apalagi dengan anak anak sebagai tujuan hidupnya? Tidak punya ketakutan terhadap apapun dan siapapun dan terlebih lagi terhadap Allahnya.
Sejarah mengajar kan kita kehancuran yang terjadi dahulu kala di Roma, Yunani dan Babylonia. Kini dilakukan dengan lebih ‘Smart’ menggunakan teknologi. Bisa dibayangkan bahwa kehancurannya akan menjadi lebih cepat dan jauh lebih berbahaya.
Riset yang dilakukan Mark dua puluh tahun lebih menunjukkan bahwa konsekuensi lansung dari kebejatan ini adalah kebiadaban berikutnya yaitu: Incest!. Dua tahun belakangan ini saja, analisa berita online yang dilakukan oleh tim riset YKBH menunjukkan perluasan kasus incest sudah terjadi di lebih dari 30 Propinsi. Incest memang merupakan salah satu target dari bisnis pornografi. Mereka ingin menghancurkan dari pondasi keluarga kita, keluarga Indonesia!.
PRIHATIN.
Masalah demi masalah kita dengar dan saksikan. Tapi tidak jelas, kepemilikan masalah ini ada di Departemen dan Menteri mana?. Tidak ada juga kata kata yang disampaikan oleh Menteri manapun yang bisa menentramkan rasa dan melipur lara para orangtua Indonesia, apalagi yang menjanjikan akan adanya perbaikan.
Kesannya masalah ini hanya masalah kepolisian saja. Mencari dan berupaya menemukan masalahnya. Tapi, seperti kasus yang sudah sudah kita tak dengar ujungnya.Ambillah sebagai contoh: Kasus penjualan anak online juga, untuk penggemar seks sejenis di Puncak. Mungkin saya luput, tapi apakah anda mendengar persidangannya dan keputusanya hukumannya bagi para pekakunya?
Peraturan Pemerintah tentang hukum kebiri itu sudah diputuskan, tapi apakah saya yang tak mendengar ataukah anda sudah mengetahui sejauh mana PP tersebut sudah diterapkan? Sudah sejauh manakah diterapkan pemasangan chip pada tubuh pelaku kejahatan seksual? Adakah evaluasinya bahwa pemilihan konsekuensi ini bagi pelaku efektif atau tidak? Bisa dilanjutkan atau tinggal sebagai PP saja? Lalu pelajaran apa yang kita sebagai orang tua bisa petik dari kasus kekasus yang kita dengar dan saksikan tersebut untuk memperbaiki dan berhati hati dalam pengasuhan anak anak kita? . Jadi anak anak kita ini tak bermakna kah ?
DESENSITISASI
Saya sangat kawatir terjadi proses disensitisasi pada kita selaku orangtua dan rakyat. Kejahatan yang terungkap atau diungkapkan jadi hanya sekedar Berita.
Padahal kenyataannya Porngrafi sungguh terbukti mengganggu fungsi dan cara kerja otak, seperti yang telah dipresentasikan oleh DR.Donald Hilton di auditorium Departemen Kesehatan RI,8 tahun yang lalu. Beliau juga sudah menunjukkan bahwa fedofilia itu merusak otak di 5 bagian. Pada tahun 2009 itu, jumlah anak kelas 4-6 SD yang mengaku melihat Pornografi baru 67%.Kini 92%.Para admin grup Pedofil di FB itu berusia 16 -27 tahun. Muda sekali bukan? Jangan heran mereka adalah generasi baru pengakses Porno yang bisa jadi mulai menikmatinya sejak SD kelas 4. Mereka ini mempunyai pola konsumsi Porno yang beda dengan pengakses terdahulu yang mengaksesnya kewat media konvensional. Dengan internet mereka tidak perlu menunda pemenuhan kebutuhannya, karena internet bisa diakses setiap saat dengan stock konten yang tidak berbatas dan beragam genre dan tingkatannya ( soft – hardcore).Victor B Cleine mengatakan tahapannya adalah Kecanduan, ekskalasi, disentisitisasi lalu acting out. Jadi mudah kan untuk mengerti bahwa kelas 4 mulai lihat Pornografi umur 16 sudah Fedofile yang canggih!
JANGAN PATAH SEMANGAT
Apapaun yang terjadi disekitar kita,Yuk kita tunaikan tanggung jawab kita sebagai orang tua dengan tetap tenang, berusaha semaksimal yang kita bisa menunaikan tanggung jawab kita terhadap amanah yang dianugrahkanNya pada kita, dengan:
1. Meningkatkan kemampuan jadi orang tua di Era Digital dengan membereskan dulu diri sendiri dan pasangan kita. Bertekad bekerjasama dan terus menuntut dan praktekkan ilmu yang didapat.
2. Selalu berusaha menyadari bahwa kitalah “babysitternya” Allah. Jelas sudah kan bahwa di era Digital ini, berat dan besar konsekuensi yang akan kita tanggungkan terhadap Allah kalau anak kita, kita “sub kontrakkan” pengasuhannya pada orang lain>.
3. Pengasuhan harus berdua:Dual/Co parenting. Ayah tugasnya apa dan ibu kebagian apa? Ayah harus ‘pulang kerumah dan duduk dikursi kerajaannya sebagai ayah’ . Ayah bukan hanya pencari nafkah, tapi punya waktu untuk mendidik, bercerita, bercengkrama dengan istri dan anak anaknya. Anak perlu banyak waktu untuk Dialog dengan Ayah, ya Yah?! Kan ayah duluan yang akan mempertanggung jawabkan pendidikan dan pemeliharaan istri dan anak anaknya di hari Hisab nanti, kalau ayah tidak tunaikan nanti ayah mau jawab apa kalau ditanya Allah?
4. Ayah dan ibu, harus merumuskan ulang tujuan pengasuhan agar jelas panduan pengaushan ini mau diarahkan kemana? Jadi gak ngasuh anak bagaimana orang lain. Ber hape canggih anak orang berhape canggih juga anak kita begitu juga dengan games, dan berbagai gadget lainnya.Kita gak heboh dengan meniru, karena punya PRINSIP kita sendiri, Gak mungkin Latah!.
5. Cara ngomongkita kita perbaiki dan sempurnakan. Karena ngomong yang salah membuat kantong jiwa anak kemps.Itu menjadikan mereka merasatidak berharga walau didepan orang tuanya sendiri. Cara komunikasi gaya lama yang bawaannya otomatis itu mencuri kemampuan anak untuk Berfikir,Memilih dan Mengambik Keputusan untuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa survive di Era Digital. Maka kita harus punya ilmu dan bisa menerapka bicara yang Benar sesuai ketentuan Allah dan contoh dari Rasulullah, Baik mengikuti cara otak bekerja dan insha Allah akan menghasilkan pengasuhan yang Menyenangkan!
6. Pendidikan dan penerapan nilai agama dasarnya harus di letakkan oleh orang tuanya sebelum dilanjutkan ketangan atau ke lembaga lain. Karena ayah dan ibu yang harus menjawabnya nanti di hadapan Allah. Selain itu dasar pendidikan agama haruslah memperhatikan cara kerja otak, SUKA bukan BISA dulu. Jadi dengan prinsip itu,nanti ada ayah atau tidak ada ayah ataupun ibu, anak tetap patuh pada aturan Allah dan Rasulnya.Dengan akal sehat saja kita tahu ditambah dengan hasil penelitian yang baru saja dilakukan Mark, bahwa orang yang dekat dengan Allahnya, malulah dan tidakmau liat apalagi menikmati Pornografi. Bukan hanya saja dia faham itu dosa, tapi dia sibuk dengan perbuatan lain yang lebih bermanfaat.
7. Persiapkan anak menjelang balighnya yang kini semakin cepat. Sejak anak kecil ajarkan anak tentang betapa berharga dirinya. Kenalkan dengn berbagai jenis sentuhan, yang : Boleh, Buruk dan Membingungkan. Berhati hati dengan orang yang disekelilingnya,walaupun anggota keluarga dekat. Jangan berfikir dan kemudian berkata :”Kirain masih lama?”.Gizi yang baik dan rangsangan yang luar biasa sekarang ini akan membuat anak kita lebih cepat puber. Kurang dipersiapkan maka mereka keburu “sexually active”. Naudzubillah, didalam kamarnya dia akan ‘memonetize’ dirinya lewat sosmed dan bisa dapat uang banyak dengan cara yang haram! Serta mudah terjerembab dlam perilaku yang salah. Jangan lupa anak bukan hanya bisa jadi korban tapi juga pelaku! Naudzubillah...
8. Kita jadi tauladan dulu untuk bijak berteknologi, karena kita adalah tauladan bagi anak anak kita. Jangan latah menghadiahi anak HP canggih diusia nya masih muda.Sudah bolehlah sadar akan akibat seperti yang terjadi sekarang.Pemberian HP sesuai usia, diawali dengan peraturan, Batasn, Pengarahan, Pendampingan dan….KONSEKUENSI yang disepakati dari awal.
Setelah semua ikhtiar, kita tutupdengn doa dipagi dan dimalam hari, semoga Allah menjaga anak keturuna kita dari marabahaya hidup modern ini.
Selamat Berjuang
Bekasi, dinihari 20 Maret 2017
Elly Risman
#Parentingeradigital