Oleh : Safrudin Jambak
(Tanggapan atas tulisan Benny Inayatullah, Singgalang 28 Februari 2017)
" Songsong masa depan dengan dada tegak.." , demikian judul tulisan Saudara Benny. Tulisan yang sangat inspiratif dan berani, karena berisi kritik terhadap sebuah gerakan Sumbar untuk “Baliak” ka surau. Beliau menyatakan bahwa kembali ke surau saat ini sudah tidak relevan karena Budaya Minangkabau sudah banyak berubah. Dengan membaca judul dan tema tulisan maka saya menyimpulkan bahwa seolah Saudara Benny menyatakan untuk menyongsong masa depan dengan dada tegak tidak perlu lagi gerakan kembali ke surau. Mungkin kesimpulan saya salah tapi publik juga bisa menyimpulkannya.
Kritik Saudara Benny perlu kita apresiasi..tapi benarkah gerakan kembali ke surau hanya pengalih atas kalahnya kita berkompetisi di pentas nasional ?Sebagaimana pernyataan ia pada alenia ke 6, demikian sederhanakah kembali ke surau yang saudara Benny pahami?, Bukankah kembali ke surau adalah implementasi dari falsafah Minangkabau yaitu Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah (ABS SBK) ?
Memang mungkin belum banyak penelitian ilmiah tentang kaitan peran surau zaman dahulu dengan kelahiran tokoh-tokoh Nasional asal Sumbar sebutlah Buya Hamka, Agus salim, Hatta, dan lain-lain, tapi kita jangan salah menterjemahkan gerakan kembali ke surau (baliak ka surau).
Bahwa gerakan kembali ke surau itu terdiri dari dua makna yaitu kembali ke surau dalam arti substansial artinya kembali kepada kehidupan yang sesuai dengan landasan ABS SBK, karena selama ini harus kita akui implementasi nilai-nilai Islam masih jauh dalam kehidupan masyarakat Minang terutama generasi mudanya.
Kedua gerakan kembali ke surau dalam arti fisik yaitu gerakan mengimarahkan surau (masjid/surau) berupa gerakan sholat berjamaah, pembinaan remaja, ekonomi berbasis syariah dan lain-lain. Maka pertanyaan balik yang perlu dijawab adalah dimanakah tidak relevannya kembali ke surau di era kekinian?
Belum bisa disimpulkan bahwa dengan mulai baiknya pendidikan agama di sekolah-sekolah dan dengan banyaknya pesantren dan boarding school dengan kurikulum yang moderen, gerakan kembali ke surau tidak penting lagi, sebab nilai baliak ka surau sangatlah dalam dan tidak sesederhana hanya meramaikan surau tetapi berisi sebuah proses pendidikan dan penempaan nilai keIslaman dan Kepemimpinan serta ke organisasi karena itu kita perlu merumuskan pola gerakan baliak ka surau yang relevan di era modren ini.
Sesuai dengan sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan terdiri dari pendidikan formal, pendidikan di tengah keluarga serta pendidikan di lingkungan masyarakat/informal. Maka pendidikan surau berada pada daur pendidikan masyarakat yang selama ini terputus sehingga kita saksikan banyak anak atau siswa bagus nilai sekolahnya atau tinggi Indeks Prestasi di kampus tetapi tidak peduli dengan lingkungan sosialnya, karena selama ini tidak ditempa dengan pendidikan masyarakat atau surau melalui organisasi Ramaja Masjid, kelompok mentoring organisasi pelajar seperti PII, IRM, IPNU dan lain-lain.
Maka sangatlah relevan gerakan kembali ke surau perlu terus kita gulirkan bahkan menjadi gerakan bersama antara masyarakat dengan pemda karna ia adalah amanat dari falsafah ABS SBK.
Semoga...wallahua’lam bissawab.