Tulisan ini dikutip dari situs WALHI yang berjudul: "Jalan Ke Koto Panjang (Kronologi 1979 - 2000)" yang dipublish beberapa tahun silam . Sayang sekalilink ke situs tersebut sudah tidak ada, dan beruntung admin sempat save laman tersebut.
Berikut ini admin mempublish ulang sebagai kenangan sejarah lahirnya Danau PLTA Koto Panjang, di mana kehadiran danau ini menjadi catatan sejarah yang berdampak pada sisi sosiologis dan ekonomi masyarakat sekitarnya, terutama warga beberapa di desa di Kampar dan Sumatera Barat yang dipindahkan dari kampung halaman mereka ke lokasi pemukiman yang baru.
1979
September. PLN merencanakan pembangunan dam skala kecil di Tanjung Pauh dalam rangka memanfaatkan potensi Batang Mahat anak Sungai Kampar Kanan.
September dan November
TEPSCO (Tokyo Electric Power Service Co. Ltd) perusahaan konsultan Jepang mengirim tim pencarian proyek (project finding) ke Sumatera . Dari hasil survey yang dilakukan, TEPSCO mengusulkan pembangunan waduk dengan skala besar, yakni pertemuan antara Kampar Kanan dengan Batang Mahat dengan lokasi damsitenya di daerah Koto Panjang.
Potensi sungai-sungai di Riau
Kampar Kanan; 233 MW Kampar Kiri, 178 MW; Rokan Kanan, 56 MW; Rokan Kiri132 MW; Kuantan,350 MW.
1980
Maret, TEPSCO mempresentasikan usulannya ke Pemerintahan Jepang dan Indonesia
Agustus, TEPSCO kembali mengirim tim penelitian pra studi kelayakan ke damsite. Hasil TEPSCO 1980 membuahkan 2 usulan. Pertama, dibangun –rencana--bendungan sebanyak 2 buah yang berlokasi di Tanjung Pauh dan Koto Panjang. Kedua, dibangun bendungan tunggal berskala besar di lokasi Koto Panjang.
Dari hasil pra studi kelayakan ini, TEPSCO menyarankan kepada PLN/Pemerintah untuk melakukan perbandingan kedua usulan tersebut. Dalam hal ini khusus TEPSCO memiliki kecendrungan membangun bendungan tunggal berskala besar di Koto Panjang. Karena dianggap biayanya lebih murah dan kapasitas listrik yang akan dihasilkan jauh lebih besar.
1981
September-Oktober
Japan International Cooperation Agency (JICA) menindak lanjuti hasil dari TEPSCO, dan mengirim tim sebanyak 4 (empat) orang yang terdiri dari 2 (dua) orang consultan dari perusahaan Hokuden Kogyo Ltd dan 2 (dua) orang dari anggota JICA.
1982
JICA melakukan survey penuh berupa studi kelayakan proyek untuk usulan ini. Tim beranggotakan sebanyak 14 orang bersama dengan TEPSCO. Dalam pelaksanaan ini, TEPSCO juga bekerja sama dengan PT. Yodoya Karya.
Studi ini juga dalam rangka memperbandingkan rencana bendungan tunggal dengan dua bendungan bertahap
Bendungan tunggal, lokasi di Koto Panjang; kapasitas 114 MW; tinggi bendungan 58 meter. Yang akan tenggelam 2.6444 rumah; 8.989 ha kebun-sawah; jalan negara 25,3 km dan jalan propinsi 27,2 km.
Dua bendungan bertahap, bendungan I lokasi Tanjung Pauh; kapasitas 23 MW; tinggi bendungan 38 meter. Bendungan II lokasi di Koto Panjang; kapasitas 41 MW; tinggi bendungan 30,5 m. Dari studi kelayakan tersebut, kedua bendungan ini akan menenggelamkan rumah sebanyak 390 buah, 1.860 ha sawah dan kebun dan jalan negara sepanjang 16 meter.
Berdasarkan studi ini akhirnya diputuskan untuk membangun Bendungan tunggal skala besar dengan pertimbangan biaya lebih murah sedangkan kapasitas listrik yang dihasilkan lebih besar dibanding denga dua bendungan bertahap.
1983
Pemda Kampar mulai melakukan Rekayasa sosial, penggalangan masa dengan jargon Kebulatan tekad bertempat di Pesantren Tarbiyah Islamiyah Batu Bersurat yang dilakukan atas nama Masyarakat XIII Koto Kampar yang siap berkorban untuk mewujudkan pembangunan Dam Koto Panjang.
1984
Berdasarkan hasil laporan penelitian JICA dan TEPSCO, Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) memberi Pemerintah Indonesia bantuan sebesar 1, 152 Miliar Yen untuk Engineering Service.
1987-1990
Pemerintah Daerah Kampar antara tahun 1987-1990 sudah mengambil langkah cepat. Seluruh harta kekayaan penduduk yang bakal tenggelam di daftar. Pohon, rumah, pekarangan, sawah semua dicatat. Pemerintah melarang penduduk membangun atau membuka lahan pertanian baru. Pemerintah Daerah juga menghentikan pembangunan sarana dan prasarana umum seperti, puskesmas, pasar atau juga sekolah bahkan jalan sepanjang 35 kilometer di daerah ini tidak lagi diperhatikan.
1990
April. Koran Nihon Keizai Shinbun memuat berita tentang kerusakan lingkungan berkaitan dengan proyek Koto Panjang.
Agustus. Prof. Sumi Kazuo (Yokohama City University) dan Damoto Akiko (Anggota Dewan Majelis Tinggi) Jepang mengunjungi lokasi.
September. Prof. Prof. Sumi Kazuo. Cs mengajukan permohonan kepada Pemerintah Jepang untuk menghentikan pemberian pinjaman untuk pembangunan dam Koto Panjang.
September, Pemerintahan Jepang mengirim tim Appraisal ke Indonesia. Karena di Jepang terjadi perdebatan soal kelayakan secara ekonomi, sosial dan lingkungan dari proyek ini.
Oktober, Di berbagai media sudah gencar memberitakan bahwa PLTA Koto Panjang positif di bangun.
Oktober, 9 Rekayasa sosial ke II terjadi lagi dengan adanya kebulatan tekad di desa Pulau Gadang. Kebulatan tekad ini , dibacakan oleh Datuok Tandiko Pemuka Adat Desa Pulau Gadang. Acara yang diawali dengan peyerahkan sebilah keris oleh salah seorang pucuk adat XIII Koto Kampar kepada Gub. Riau Soeripto, kemudian pucuk adat yang lain memberikan Lambang Adat dan Miniatur Perahu kepada Bupati Kampar Saleh Djasit dan Kep. Proyek Koto Panjang Tunjung Wicaksono. Salah satu diktum penting yang termaktub dalam kebulatan tekad tahun 1983 di Batu Bersurat dan Pulau Gadang tgl 9 Oktober 1990 adalah bahwa syarat pemindahan harus meliputi seluruh masyarakat yang ada di suatu desa dan di tempatkan di sekitar piggiran danau. Kemudian, penempatan kembali harus secara kolektif mutlak harus dilakukan agar masyarakat dapat mempertahankan adat dan tradisi mereka.
Desember, 7. Gubernur Sumatera Barat mengeluarkan SK Gubernur KDH TK I Nomor 671.21-610-90 tentang Panitia Pembebasan Tanah, dengan struktur
Ketua : Bupati Kepala Daerah Kab. 50 Kota
Sekretaris : Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten 50 Kota
Anggota : Instansi Bappeda, Kantor Pelayanan Pajak Bumi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas PU, Camat Pangkalan Koto Baru, Kepala Desa Tanjung Pauh -Tanjung Balit dan Ketua KAN Tanjung Pauh-Tanjung Balit
Desember,. Di Jepang desakan untuk menghentikan pendanaan atas proyek Koto Panjang Semakin Kuat . Walaupun demikian, pada 13 Desember Pemerintahan Indonesia dan Jepang tetap menanda tangani kesepakatan Exchance Note (E/N) atas proyek Koto Panjang dengan nama “Koto Panjang Hydroelecttric Power and Asosiated Transmision Line Project” .dan menurunkan dana bantuan pertama 12,500 Milyar Yen. Selanjutnya OECF membuat Law Agreement dengan Pemerintah Indonesia.
1991
Januari, 19. Dubes Jepang untuk Indonesia di Jakarta mengatakan bahwa pihak Jepang telah menerima semua laporan dari pihak Indonesia mengenai syarat-syarat yang berhubungan dengan pembanguan PLTA Koto Panjang. Disamping itu, Pemerintah Jepang juga telah menerima laporan dari delegasi Fact Finding yang dikirim oleh OECF pada bulan Des. 1990. Berdasrakan laporan tersebut, dikatakan bahwa sudah tidak ada masalah untuk soal ganti rugi.
Walaupun demikian, isi laporan tersebut belum diketahui dengan pasti. Hanya saja disebut-sebut bahwa nilai ganti rugi sudah dinaikan sedikit, tetapi besar kenaikannya belum diketahui.
April. 3 Saleh Djasit dilantik menjadi Bupati Kampar Priode II oleh Soeripto (Gubernur Riau). Dalam pidatonya, Soripto mengingatkan agar persiapan pelaksanaan pembangunan proyek listrik tenaga air Koto Panjang terus dilaksanakanan dan tidak boleh berhenti karena kehadiran proyek itu merupakan perjuangan yang cukup panjang sejak tahun 1979. Kehadiran proyek ini akan dapat megubah wajah Kab. Kampar kearah yang lebih cerah. Manfaat lain dari proyek ini akan mampu mendorong pembangunan industri, seperti pabrik kelapa sawit, kayu lapis dan industri hilir lainnya.
April, 24. Rapat terpadu di kantor Bappeda Sumbar antara Pemda Riau dan Sumbar dan Kepala Biro Regional I Bappenas Pusat DR. Ir. Manuhoto.
Seusai rapat, Ir. Syahhril Amir --Pimpinan Proyek Induk Pembangkit Jaringan (Pikitring) PLN Sumbar-Riau— menyatakan adanya rencana untuk melakukan studi banding ke Cirata dan Saguling di Jawa Barat itu diberikan untuk 150 orang pimpinan masyarakat.
Pengiriman 150 pemuka masyarkat Kampar dan 50 Kota menurut Wagub Sumbar Drs. Sjoerkani, “adalah untuk memperlancar proses realisasi proyek fisik PLTA Koto Panjang. Sebab masyarakat harus tahu persis peran apa yang dimintakan kepada mereka agar PLTA Koto Panjang berjalan mulus.
April. Diberitakan bahwa pemerintah Jepang memberikan tiga sayarat untuk pinjaman Yen pembangunan Dam Koto Panjang,
1. Gajah yang bermukim di lokasi harus diselamatkan dengan memindahkannya ke tempat perlindungan yang cocok
2. Tingkat kehidupan KK yang kena dampak dari proyek Koto Panjang tingkat kehidupannya harus sama atau lebih baik dari kehidupannya di tempat lama
3. Persetujuan pemindahan bagi yang terkena dampak proyek prosesnya harus dilakukan dengan adil dan merata
Juli. Wakil dari masyarakat Koto Panjang mengunjungi Kantor Perwakilan OECF di Jakarta dan mengklaim bahwa persetujuan pemindahan dan ganti rugi didapat dengan intimidasi.
September, Lima orang utusan yang mewakili 4.885 KK warga Koto Kampar melakukan aksi ke Jakarta menyampaikan tuntutan mereka tentang rendahnya harga ganti rugi. Tuntutan itu disampaikan dengan mendatangi :
· DPR RI, 2 Sepetember 1991
· Kedubes Jepang, 3 Sepetember 1991
· Ke kantor OECF Jakarta 4 Sept. 1991
· Aksi ke Depdagri Kamis , 5 September 1991
Oktober, Pemerintah Indonesia menyerahkan rencana Aksi (Action Plan) menyangkut tiga syarat yang diajukan Pemerintah Jepang.
November, 6-7. OECF bersama Aparat Pemda Riau dan Sumbar mengunjungi lokasi pemukiman Koto Ranah dan Muara Takus.
Desember. Pemerintah Jepang dan OECF mengirim tim ke lokasi duntuk konfirmasi mengenai rencana pelaksanaan.
Dana tahap II Koto Panjang sebesar 17,525 Miliar Yen diturunkan
1992
Januari. Pemerintah Indonesia menyerahkan laporan akhir yang berisi bahwa tiga syarat yang ditetapkan telah dipenuhi.
Juli. Pemerintah Jepang menilai bahwa tiga syarat telah dipenuhi dan secara resmi membuat kontrak perjanjian.
Agustus, Masyarakat Pulau Gadang Mulai dipindahkan ke lokasi pemukiman baru di Silam Koto Ranah. Pemindahan rakyat Pulau Gadang ke pemukiman baru, dibawah ancaman pihak militer, terutama yang sangat berperan adalah dari Bataliyon 132 yang bermarkas di Bangkinang.
1993
Januari. Pembangunan mulai dilaksanakan.
Juni. TEPSCO menerima kontrak untuk mengawasi proyek, sedangakan untuk pembangunan dam kontraknya dilakukan oleh HAZAMA dengan perusahaan lokal
Juli, 29, Rakyat Tanjung Pauh sebanyak 312 KK atau 1152 jiwa dipindahkan ke Satuan Pemukiman (SP) II di Rimbo Datar Kecamatan Pangkalan
Juli, Rakyat Tanjung Balit sebanyak 401 KK atau dipindahkan ke Satuan Pemukiman (SP) II di Rimbo Datar.
1994
Empat orang warga Tanjung Balit (Syamsuri Cs) mendatangi DPRD Tk I Sumbar menyampaikan tuntutan ganti rugi yang belum dibayar.
Januari, 8 –10. Rakyat Muara Takus sebanyak 244 KK dipindahkan ke Satuan Pemukiman (SP) I di Selatan Muara Takus Kec. XIII Koto Kampar.
Maret, 21. Rakyat Muara Mahat sebanyak 447 KK dipindahkan Satuan Pemukiman (SP) Blok X/G di daerah Sibuak Bagkinang Kec. Tapung dengan Pola PIR.
Maret, 28, Kamis. Rakyat Koto Tuo sebanyak 599 KK dipindahkan ke Satuan Pemukiman (SP) II Selatan Muara Takus Kec. XIII Koto Kampar.
Agustus, Rakyat Tanjung Pauh sebanyak 38 KK atau 387 jiwa kembali dipindahkan ke Satuan Pemukiman (SP) II di Rimbo Datar .
Agustus, Rakyat Tanjung Balit sebanyak 49 KK kembali dipindahkan ke Satuan Pemukiman (SP) II di Rimbo Datar
Oktober, Rakyat Tanjung Alai sebanyak 313 KK atau sebanyak 1600 jiwa dipindahkan ke ke Unit Pemukiman Penduduk (UPP) Ranah Koto Talago Kec. XIII Koto Kampar.
1995
Juli, 2, Sabtu. Rakyat Lubuk Agung sebanyak 220 KK atau 1082 jiwa dipindahkan ke Unit Pemukiman Penduduk (UPP) Ranah Sungkai Koto Tangah Kec. XIII Koto Kampar.
1996
Warga Tanjung Balit mengadukan kasus ganti rugi mereka ke Komnas Ham
Maret. Bendungan selesai dibangun dan penggenangan percobaan dilakukan.
1997
Feruari, 28 hari Jumat, Penggenangan secara resmi, penekanan tombol penurunan pintu-pintu sekat air dam dilakukan
Mei, Masyarakat Tanjung Pauh yang dimukimkan di Rimbo Datar, menolak pemberian sertifikat atas lahan kebun karet yang dikeluarkan BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kab. 50 Kota.
1998
Januari 6, Pangkalan Mengalami banjir besar.
Wilayah Kecamatan Pangkalan Koto Baru (diluar areal proyek PLTA) kabupaten 50 kota secara umum merupakan daerah tangkapan air dengan beberapa sungai dan anak sungai seperti; Batang Mangilang, batang Samo dan Batang Mahat. Meskipun hujan turun berhari-hari, tidak pernah terjadi banjir besar. Karena, wilayah ini memiliki siklus banjir alami yakni satu kali dalam 25 tahun.
Februari 2, Pangkalan Kembali mengalami banjir. Pasca dam Koto Panjang, setiap hari hujan wilayah ini mengalami banjir besar. Banjir besar sekarang ini, merupakan banjir kedua kali (pertama tanggal 6 Januari 1998), dan menyebabkan terputusnya transportasi Sumbar – Riau. Ketinggian muka air disaat banjir, tidak wajar lagi. Capaian ketinggian air sudah sampai keloteng rumah penduduk bahkan Mapolsek dan Puskesmas Pangkalan ikut ditenggelamkan.
Mei . 10 (Minggu), Banjir Pangkalan didiskusikan di GOR Rumah Makan Rangkiang Pangkalan. Penyebab banjir besar, tidak bisa dilepaskan dari pengaruh adanya dam Koto Panjang.. Sebelum adanya PLTA Koto Panjang, air sungai diwilayah ini mengalir sampai jauh sampai ke Muaro Mahat. Sekarang, sampai di Tanjung Balit aliran air sungai menjadi tersendat, sehingga air sungai Batang Mangilang, batang Samo dan Batang Mahat menjadi naik. Disamping itu, terlihat bahwa, ketika hari hujan, air sungai cepat naik, turunnya sangat lambat.
Bagi penduduk Pangkalan yang berjumlah 22.000 jiwa, banjir yang dua kali melanda wilayah ini membuat mereka menjadi stress dan traumatik. Oleh karena itu, dalam kunjungan lapangan ke 50 Kota, Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD Sumbar yang dipimpin oleh ketuanya Drs. Syahrial, SH, mengharapkan kepada Pemda Kab. 50 Kota agar menuntaskan persolan banjir Pangkalan ini bersama dengan PLN Pikitring Sumbar-Riau.
Tidak hanya itu, kenaikan elevasi air mencapai 82 meter juga berpengaruh terhadap pemukiman baru rakyat Koto Tuo.
Juni, 15, Bersama dengan KBH- Bukittinggi “Taratak” mengangkat kasus kompensasi sebanyak 13 orang masyarakat Tanjung Balit ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pati. Perkara ini didaftar secara resmi di PN Tanjung Pati pada tgl 15 Juni 1998 dengan No. 03/Pdt.G/1998/PN.TJP
2000
Mei, 20. Masyarakat Tanjung Pauh sebanyak 67 kk dari 180 kk yang ganti ruginya belum tuntas, mengajukan gugatan ke PN Tanjung Pati dengan kuasa hukum KBH-YPBHI Bukittingg. Perkara Ini terdaftar dengan No.03/Pdt.G/2000/PN.TJP.
Mei, 26 – 28, BP RKDKP melakukan Kongres I di Padang yang dihadiri sebanyak 112 anggota dari 12 desa.
Juli. 1 (Senin). Presentasi Hasil Survey Study SAPS PLTA Koto Panjang oleh Team JBIC di BAPPEDA Sumbar. Studi lapangan dilakukan oleh PT. Bita Bina Semesta dan LSM Bina Swadaya.
Source: suara Kampar.com