Pasbana.com -- Tanggal 3 Mei menjadi sejarah penting bagi kemerdekaan pers dunia, sejak ditetapkan pada tahun 1993 pada sidang umum PBB sebagai hari untuk memeringati prinsip dasar kemerdekaan pers, demi mengukur kebebasan pers Internasional.
Di Indonesia, meski sejak 23 September 1999, telah diundangkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ancaman terhadap profesi jurnalis di Indonesia masih terjadi. Pascareformasi ternyata belum mampu membawa perubahan yang signifikan terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Bahkan Reportes Without Borders tahun 2014, Indonesia masih termasuk ke dalam daftar Negara yang belum menjamin kebebasan pers dan internet. Dari 160 Negara, Indonesia berada pada urutan 132 dan masuk dalam karegori difficult situation (Negara dalam kondisi yang sulit).
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan menyampaikan, tingkat literasi yang rendah berdampak pada meningkatnya kepercayaan terhadap informasi palsu atau hoax.
“Saya dapat hasil survei yang dilakukan Swiss, hasilnya kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap internet mencapai 65 persen. Ini termasuk tinggi jika dibandingkan negara-negara lain,” ujar Samuel dalam salah satu sesi dialog World Press Freedom Day 2017 di Jakarta, Senin (01/05/2017).
Dia menyampaikan, pada negara-negara yang memiliki tingkat literasi tinggi kepercayaan terhadap internet justru rendah.
Berdasarkan analisis survei tersebut, diketahui, orang yang memiliki tingkat literasi tinggi, tidak dengan mudah mempercayai informasi di internet karena akan membandingkan dengan sumber informasi lain di luar internet. Misalnya buku.
“Kalau kenyataannya seperti ini ‘kan berarti kita harus waspada, karena di internet siapapun bisa mengaku-ngaku menjadi siapa atau apa pun,” kata Samuel.
Dia pun mengingatkan, banyaknya informasi yang beredar dengan bebas di internet, maka pengguna internet perlu lebih bijak dan lebih matang dalam menahan emosi.
“Kalau lihat ada informasi atau artikel yang kira-kira tidak suka atau menyinggung ya jangan dibaca, intinya jangan baper,” katanya.
Selain mampu menahan emosi, katanya melanjutkan, publik pun diimbau agar mampu menahan keinginan untuk menyebarluaskan informasi yang masih belum teruji validitasnya.
“Kalau ada info yang menyinggung perasaan atau berisi propaganda sebaiknya tidak usah dibagikan, karena ada hukumannya dalam UU ITE,” tutur Samuel menjelaskan.
(***)