Notification

×

Iklan

Iklan

MEMAHAMI ABS SBK

04 Juni 2017 | 14:25 WIB Last Updated 2017-06-04T07:25:34Z
Oleh Muhammad Jamil
Pengurus FPL Padang panjang



PASBANA.com -- “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, Syara’ Mangato Adat Mamakai”. Begitulah bunyinya filosofi minang yang tak asing lagi di telinga masyarakat minang. Maksudnya ialah, Adat suatu daerah harus sesuai dengan aturan Syara’ atau Syari’at. Adat tidak boleh bertentangan dengan syara’ yang sumbernya adalah Kitab Allah yakni al-Qur’an. Segala yang diperintah oleh syara’, harus diterapkan dalam adat istiadat. 

Artinya, Adat bersumber dari Syara’, yang mana adat digunakan untuk mengatur tata hidup dalam suatu daerah. Artinya adat menuntut agar masyarakat suatu daerah mempunyai tata krama yang baik, cara berinteraksi yang santun dan sopan, dan cara bersikap dan bertindak yang benar. 

Namun sampai di mana implementasinya dari pepatah ini, inilah yang perlu kita pertanyakan. Apakah benar adanya “Syara’ Mangato Adat Mamakai” itu sudah menjadi sikap nyata dalam kehidupan orang minang? Jawaban pertanyaan ini, tak jauh dari dua asumsi. Asumsi pertama, bahwa “Syara’ Mangato Adat Mamakai”, dapat diimplementasikan oleh orang yang paham agama, tahu dengan Syara’ (Syari’at), dan mengerti akan “Adat nan sabananyo Adat”. 


Maka agama adalah kunci utama bagi seseorang untuk memakai adat. Orang yang mengerti agama, Insya Allah dia akan beradat, tetapi orang yang beradat belum tentu paham agama. Seterusnya, orang yang mengamalkan agama, Insya Allah dia memakai adat. Sebaliknya, orang yang tidak mengamalkan agama, bagaimana mungkin ia akan memakai adat secara betul. 

Karena agama telah mengatur tentang adat istiadat. Jadi dalam kata Syara’ Mangato Adat Mamakai ada tiga unsur yang harus diperhatikan oleh masyarakat Minang. yaitu: 

1. Paham agama

Agama yakni Islam. Setiap manusia butuh kepada Islam. Karena Islam menjamin kaselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Maka setiap manusia dituntut wajib untuk menuntut ilmu-ilmu tentang keIslaman. 
Ilmu Aqidah merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari oleh manusia. Akidah yang benar membawa manusia keada ajalan kebenaran pula. Aqidah yang tidak benar akan terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam beragama dan berpilaku. 
Aqidah adalah pondasi tegaknya Islam yang terpadu dalam rukun Iman yang enam. Ibadah-ibada yang telah ditentukan oleh syara’ yang terpadu dalam Rukun Islam yang lima adalah tiang berdirinya Islam secara kokoh. Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah payung atau atap yang akan menjaga murninya Aqidah dan benarnya Ibadah.

2. Tahu syari’at

Syari’at yakni segala aturan dan hukum-hukum yang terdapat di dalam Agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Menjalankan Syari’at secara benar merupakan kunci dari segala pintu kebaikan. Adat juga menuntun kita kepada kebaikan. Namun, tanpa syari’at adat tidak bisa dibuat-buat begitu saja. Al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan sumber Syara’ (Syari’at) menjadi kompas bagi adat istiadat.


3. Mengerti “Adat nan sabana Adat”

Adat istiadat yang telah dirumuskan oleh ulama dan tokoh masyarakat minang dahulunya diatur sesuai dengan tuntunan syara’ yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka adat yang sebenarnya yang benar pula untuk digunakan oleh masyarakat minang ialah adat kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan dengan Syari’at. Apalagi dalam masalah Aqidah, karena jika bertentangan dengana masalah akidah maka akan jatuh kepada kesyirikan.

 Kesyirikan yang mana dikatakan dalam al-Qur’an adalah dosa yang sangat besar. “Sesungguhnya Syirik itu merupakan kezhaliman yang amat Besar” (Q.S. Lukman (31) ayat 13). Namun kenyataan yang banyak terjadi, di sebagian tempat pemakaian dan pengamalan adat lebih kuat daripada pengamalan syara’. 

Karena aktivitas adat kadang banyak pula yang mengabaikan agama. Padahal ulama dan para tokoh minang dahulunya merumuskan adat ini dalam kategori syari’at. Jika bertentangan maka para tokoh telah sepakat untuk meninggalkan dan menghapuskannya. Maka dari itu, setiap masyarakat minang dituntut untuk mempelajari adat istiadat yang sebenarnya. 

Mempelajari kembali kemurnian adat yang bersandar kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Asumsi yang kedua, bahwa adat istiadat akan hilang apabila agama sudah diabaikan. Diibaratkan kepada air yang mengalir, anak sungai akan kering apabila sumbernya sudah mati, apabila mata air bagi anak sungai tersebut sudah kering. Begitulah halnya dengan adat istiadat, sandarannya adalah syara’. Jika syara’ sudah diabaikan, sudah banyak yang meninggalkannya maka secara otomatis adat sitiadat itu akan raib. 

Realitanya hari ini sudah dapat dilihat. Betapa kemurnian adat itu sudah sulit ditemukan di tengah-tengah masyarakat minang. Hal ini terjadi karena dapat dilihat juga, betapa banyak masjid dan mushalla hanya tinggal tiang yang takw pernah lelah berdiri beribadah di tengah tengah masjid dan mushallah saat waktu-waktu shalat datang. Juga dalam hal berperilaku dapat dilihat, betapa rasa malu dan sopan santun itu rasanya raib begitu saja dari tanah minang ini, ketika dilihat pemuda-pemudi minang bercumbu dalam dosa dan maksiat. 

Pemuda tak tahu lagi harga diri dan harkat martabat, dan pemudi tak tahu malu dan aurat. Maka di situlah dilihat hancurnya agama dalam masyarakat minang yang secara rentan menghilangkan adat istiadat yang dibangga-banggakan oleh masyarakat minang.

Nasihat dalam berpesan, makna dalam berkalam. Dalam tulisan ini penulis ingin menyampaikan seuntai pesan “Pelajarilah adat dari sumbernya!”. Makna dari kalam penulis tadi ialah pelajarilah adat yang sebenarnya adat yakni dengan merujuk dan disesuaikan dengan tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Semoga tulisan singkat ini dapat penulis amalkan dan pembaca bisa mengembangkannya serta menyampaikan kepada orang lain.

Bagaimana penerapan ABS SBK tersebut..?
A.Adat Salingka diri.
B.Adat salingka keluarga
C.Fungsi sebagai anak
D.Fungsi sebagai kemenakan
E.Tugas sebagai pemangku adat
F.Mamak, tungganai dan ninik mamak
G.Tungku tigo sajarangan


IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update