Payakumbuh - Berbicara terhadap razia penangkapan anak punk, beberapa hari lalu di Payakumbuh oleh Satpol PP setempat, baru sebatas penertiban, karena diduga sekelompok anak punk meresahkan masyarakat.
“Namun hasil dari penangkapan itu, sebaiknya, Satpol PP bersama Dinas Sosial ada tindak lanjut dari hasil razia itu. Misalnya dilakukan pembinaan dari Dinas Sosial, kemudian di estafetkan lagi ke Dinas Pariwisata dan Pemuda Olahraga, sesuai hobby dan bakatnya masing-masing," ujar salah seorang anggota DPRD kota Payakumbuh Wulan Denura, di kediamannya, Minggu (16/7) kepada pasbana.com.
Kita lihat, memang masih terdapat masyarakat dalam keadaan fakir, miskin, dan terlantar. Mereka bisa bermetamorfosis menjadi gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan dan anak punk.
Pada pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Pilihan kata dalam klausul ayat tersebut ternyata dapat memunculkan makna yang berbeda-beda.
Jumlah gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan yang terus bertambah di banyak kota besar lebih mendorong seseorang mengartikan kalimat sesuai dengan kenyataan yang ada. Kata kunci: negara, keadilan, fakir, miskin, anak terlantar, dan dipelihara.
Mereka anak punk, sama dengan kita, manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Pencipta dalam keadaan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain ditujukan agar antar manusia dapat saling mengenal dan tolong-menolong serta diberi pelajaran, bukan diburu.
“Jika anak punk tidak bisa dibina dan diarahkan sesuai bakat dan hobbynya, barulah kita bertindak tegas, dengan mengembalikannya ke daerahnya masing-masing, tidak diburu dan ditangkap, kemudian dilepas, “ujar Wulan.
Sebetulnya, anggota komisi A DPRD Kota Payakumbuh sudah berkali-kali memanggil dinas terkait, agar keberadaan anak punk dilakukan pembinaan yang jelas. Tidak ada alasan dinas terkait tidak ada uang, kami siap merekomendasikan penambahan uang untuk pembinaan anak punk tersebut.
Di banyak kota, terutama kota-kota besar, begitu mudah dijumpai anak punk, para pengemis dengan bermacam sebutan dan komunitas. Di antara mereka ada yang disebut gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan.
Mereka adalah cerminan kehidupan fakir miskin dan anak-anak terlantar. Jumlah mereka cenderung bertambah dari waktu ke waktu, apalagi pada saat bulan puasa dan lebaran tiba.
Pemerintah kabupaten/kota yang dapat melihat dari dekat kondisi dan keberadaan mereka tidak banyak melakukan tindakan nyata guna mengentaskan mereka dari kehidupan nestapa tersebut.
Jumlah anak punk, gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan terus mengalami pertambahan. Dikaitkan dengan arti “dipelihara” sebagaimana diuraikan dalam UUD 1945, kondisi mereka yang terus bertambah ini menjadi bahan perbincangan tersendiri.
“Atas penangkapan anak punk itu, tentu sudah bisa menyimpulkan dan memberikan jawaban terhadap keeradaan anak punk. Dalam kondisi apapun, negara tetap dapat dikatakan “memelihara” fakir miskin dan anak terlantar, termasuk anak punk, “ujar Wulan.
Terpisah, kepala Satpol. PP kota Payakumbuh, Devitra, mengatakan via selulernya kepada media pasbana.com, Minggu (16/7)," terima kasih atas masukan dari semua pihak, sehingga menjadi bahan evaluasi bagi kami di Satpol PP dan Dinas pertanian Sosial. Penangangan selanjutnya, pihaknya berkoordinasi dengan dinas Sosial kota Payakumbuh," sebut Devitra.
“Hasil razia yang dilancarkan Satpol PP kemarin, satu orang perempuan berinisial SZ yang tinggal di Tanjung Pati, Kabupaten Lima Puluh Kota dan berasal dari Dharmasraya mengatakan bersedia untuk direhabilitasi dan dibina di Panti Sukarami Andam Dewi, Kabupaten Solok,”terang Devitra.
“Kami sengaja merazia anak punk ini, karena kegiatannya sudah mengganggu ketertiban di fasilitas umum, seperti buang air besar dan kecil sembarangan di pusat pertokoan tersebut. Bahkan kumpul kebo antara laki-laki dan perempuan,”tambah Devitra didampingi Ricky. (Bayu)