Gambar ilustrasi |
Tanah Datar -- Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh PT. Selaras Bumi Banua (PT. SBB) atas izin usaha tambang di Nagari III Koto Kecamatan Rambatan.
Putusan MA tersebut tertuang di dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor:1/P/FP/2017/PTUN.PDG yang menyatakan Menolak Permohonan Kasasi dari pemohon (PT. SBB) terhadap termohon Pemerintah Kabupaten Tanah Datar berkenaan dengan izin usaha pertambangan biji besi di Nagari III Koto Kecamatan Rambatan dan Tanjung Barulak Kecamatan Batipuh.
Sekaitan dengan turunnya putusan MA tersebut warga nagari III Koto sangat bersyukur, pasalnya dengan kehadiran tambang biji besi itu nantinya diyakini warga setempat akan berdampak buruk terhadap ekosistem dan lingkungan sekitarnya.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat setempat Syafril Jamal kepada Humas, Senin (14/08) yang diteruskan ke Pasbana.com, polemik sengketa perizinan atas tambang biji besi terhadap PT . SBB di Nagari III Koto Rambatan tuntas dengan ditolaknya kasasi yang diajukan oleh PT. tersebut ke MA.
“Hal ini menjadi sebuah peristiwa penting bagi masyarakat setempat, karena apa yang menjadi sebuah keinginan untuk menjadikan Nagari III Koto yang lestari dapat dipertahankan, dan kita patut bersyukur dan terima kasih atas perjuangan para ninik mamak dan tokoh masyarakat untuk menolak beroperasinya tambang biji besi di nagari itu”, tukasnya.
Senada yang disampaikan oleh H. Zendrizal Maulana salah seorang perantau Nagari III Koto, menurutnya perjuangan untuk memenangkan dan menolak izin tambang di Nagari III Koto sangat melelahkan, pasalnya nyaris semua pihak dilibatkan seperti Tigo Tungku Sejarangan dan juga perantau dari nagari III Koto termasuk dari pemerintah daerah.
“Oleh karena itu kami sangat berterima kasih kepada Pemerintah Daerah baik dari Bupati sebelumnya M.Shadiq Pasadigoe maupun Irdinansyah Tarmizi yang saat ini menjabat”, ungkap H. Zen panggilan akrabnya.
Dengan putusan MA ini, tambahnya, keutuhan dan kekompakan nagari III Koto dan nagari sekitarnya dapat terjaga, jika tambang itu beroperasi maka menurutnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan tambang tersebut akan parah.
“Dengan turunnya putusan MA tersebut diharapkan masyarakat tidak terpecah belah maupun berselisih paham lagi, marilah kita jaga keutuhan dengan menghilangkan isu-isu negatif,“ harapnya.
Sebelumnya, sidang sengketa terkait perizinan tambang biji besi antara PT SBB dengan Pemkab Tanah Datar yang didukung oleh masyarakat III Koto Rambatan memakan waktu hampir 2 tahun terakhir.
Pengadilan Tinggi Padang mengabulkan permohonan banding Pemkab Tanah Datar sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Padang Nomor 144/PDT/2015/PT. Selasa, 12 Januari 2016 di Padang.
Perkara ini berawal ketika PT. SBB yang bergerak dalam bidang pertambangan mengajukan gugatan terhadap Bupati Tanah Datar ke Pangadilan negeri Batusangkar.
Semula PT. Selaras Bumi Banua berhak atas IUP Eksplorasi dengan komoditas tambang biji besi dengan wilayah/lokasi usaha pertambangan di Nagari Tanjung Barulak Kecamatan Batipuh dan Nagari III Koto Kecamatan Rambatan seluas 351,4 Ha selama 7 (Tujuh ) tahun semenjak bulan Januari 2007- 7 Januari 2014.
PT. SBB berencana untuk memperpanjang izin pertambangannya di Kabupaten Tanah Datar namun berdasarkan desakan pemilik lahan, tokoh masyarakat, masyarakat sekitar lokasi pertambangan dan para perantau yang kuatir akan kerusakan/dampak lingkungan akibat pertambangan itu, bupati Tanah Datar diminta tidak mengeluarkan izin lagi.
Dengan kondisi di atas PT. SBB mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri Batusangkar dan Pengadilan Negeri Batusangkar mengabulkan gugatan tersebut, atas keputusan itu Pemkab Tanah Datar mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Padang.
Pengadilan Tinggi Padang dengan pertimbangan hukum, menimbang bahwa permohonan banding dari kuasa pembanding/tergugat telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut akhirnya Pengadilan Tinggi pada menerima permohonan banding dari pembanding/semula tergugat dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Batusangkar.
Namun tak puas dengan putusan dari Pengadilan Tinggi Padang, PT. SBB mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan akhirnya pada 2 Agustus 2017 Majelis Hakim Mahkamah Agung memutuskan dan menetapkan untuk menolak kasasi dari PT. SBB. (eri)