Notification

×

Iklan

Iklan

MASIHKAH KAMANAKAN BARAJO KA MAMAK..?

23 September 2017 | 20:00 WIB Last Updated 2017-09-23T13:00:11Z
Oleh : Muhammad jamil S.Ag  Labai Sampono
Penulis dan pemerhati Adat Minang


Pasbana.com -- Hari hari kelabu tampaknya terus menghantui penghulu  dalam memimpin kaum di ranah Minang, hal ini terus dirasakan saat kemenakan tidak lagi dapat diperintanya. Wibawanya sebagai penghulu kian berkurang dan dikalahkan oleh sosok ayah yang 24 jam bersama kemanakannya. Kemenakanpun sekarang sudah jarang berkomunikasi. 

Apalagi sosok datuaknya  pimpinannya dianggap tidak berwibawa. Ini muncul karena kemenakan nyaris tidak merasakan sentuhan lembut sang penghulu. Datuaknya hanya berkomunikasi dan bertemu saat baralek dan kematian anggota keluarga saja itupun sekedar untuk  memerintahkan suatu pekerjaan.  

Hal ini juga disadari oleh sang penghulu yang dirinya juga sibuk dengan anak anaknya. Akibatnya nyaris tak ada waktu oleh penghulu untuk bersilaturrahim ke rumah kemenakannya, komunikasi buntu, regenerasi adat tidak ada sementara tanggung jawab sebagai penghulu harus tegak walau hanya seketika. Nah untuk tegaknya kembali wibawa pemangku adat maka diperlukan kiat-kiat. Apa kiat yang perlu dilakukan oleh penghulu dalam mengharungi samudera pergaulan yang semakin hari makin galau.

Dulu , empat puluh tahun lalu, wibawa penghulu begitu dirasakan sebagai “Pai tampaek batanyo dan pulang tampaek babarito”.  Betul betul dirasakan namun akhir akhir ini semua itu sudah terasa pudar.

Setelah keluarnya UU No 13 tahun 2004 tentang pemerintahan otonomi daerah, muncul semangat untuk menggali potensi daerah. Sumatera barat kembali kepada pemerintahan Nagari dan Jorong dengan alasan potensi ekonomi dan budaya dinilai lebih berkembang dibawah pemerintahan Nagari. Dan Pada tahun 2001 lalu pemerintahan Sumatera Barat sudah kembali kenagari sampai sekarang, yang sebelumnya  adalah pengganti dari UU No 22 tahun 1999 pasca reformasi. Maka dengan demikian kewenangan nagari berada dibawah Kerapatan Adat Nagari (KAN).

Dengan demikian semua hal bersangkutan dengan hokum dan wibawa adat dan pemangku adat di Nagari berada langsung dalam pengawasan KAN. Sebagai mana diketahui KAN adalah lembaga teringgi dalam kebijakan adat di nagari yang disana berkumpul pemangku pemangku adat  yang disebut dengan Ninik Mamak.

Ninik mamak adalah garda terdepan dalam segala bentuk penyelesaian salingka nagari, harato jo pusako, kaum dan Nagari. Ninik mamak adalah “ Karuah Nan kamanjaniakan, kusuik nan akan manyalasaikan, pai tampaek batanyo pulang tampaek babarito, Elok nagari dek penghulu, rancak tapian dek nan mudo”. Ninik mamak adalah “ Nan gadang Basa batuah, tampaek bataduah di kapanesan, tampek balauang dek kahujanan”. Artinya Ninik mamak adalah pokok pangkal yang diharap mampu menjadi garda awal dalam mensukseskan pembangunan Nagari.

Adalah hal yang naif jika ada persoalan di tengah Nagari tanpa mengikut sertakan Ninik Mamak, sebaliknya segala keputusan untuk kemaslahatan nagari harus ada kesepakatan dari Ninik mamak.

Unsur utama dalam adat adalah  Ninik mamak dan Penghulu sebagai pemimpin langsung yang berhadapan dengan kaum, suku, anak nagari atau rakyat lapisan paling bawah. Penghulu adalah pemimpin yang diangkat dari kaumnya untuk menjadi pemimpin mereka dengan tugas yang telah disebutkan diatas. Maka tidak berlebihan apa yang dikatakan oleh  Rusli Amran dalam Buku Sumatera Barat hingga Plakat Panjang, “ Selagi Adat di Minagkabau masih ada selama itu pula fungsi penghulu tidak bisa di abaikan”. Maka penghulu adalah orang yang akan memimpin dan mengarahkan anak kemenakan di nagari dimana mereka berada dan diangkat oleh kaumnya sebagai Penghulu .

Artinya kesemrautan kaum adalah gambaran buruknya citra kepemimpinan penghulu.

Begitu pentingnya peranan peghulu dalam pembangunan nagari maka seharusnya Penghulu sebagai pemimpin adat mempunyai konsep yang jelas dalam mengayomi dan mendidik anak kemanakan. Penghulu di Minangkabau tidak hanya sebagai pemimpin adat tapi jauh daripada itu adalah pemimpin Agama, karena adat itu sendiri di Minangkabau menyatu dengan agama (Islam) Postulat adat mengatakan, “ Adat Minangkabau adalah adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah, Syarak mangato adat mamakai.” Artinya setiap kebijakan adat yang berlaku di Minangkabau harus sesuai dengan aturan agama Islam. Para ahli adat sepakat, bahwa adat yang berlaku di Minangkabau harus sesuai dengan  ajaran islam. 

Pertanyaan selanjutnya sejauhmana upaya dari pemuka adat menjewantahan ABS_SBK dalam kaum dan  masyarakatnya. Strategi apa yang sudah disusun oleh pemuka adat menghadapi masalah melanda anak kemenakan yang sedang menggurita, tidak hanya narkorba, pergaulan bebas bahkan HIV pun sudah menjalar di bumi beradat ini, lalu siapa yang disalahkan… Anda dan saya juga bersalah..Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang ?
1. Perlu revitalisasi fungsi dan tugas penghulu melalu pembekalan, pelatihan, penyuluhan.

2. Beri anggaran maksimal untuk pembinaan  Ninik mamak.

3. Regenerasi penghulu.

4. Penguatan adat dan syarak, bagi setiap kelompok anak kemenakan di nagari.

5. Menfungsikan elemen pemangku adat, Penghulu, Ulama, bundo kanduang, cadiak pandai dan generasi muda.

6. Strata pendidikan yang tinggi ( minimal S1) untuk calon penghulu.

7. Membangun opini di mass media, edukasi adat dan lain lain.

Jika semua itu tidak berjalan, kita khawatir .. mulai saat ini dan akan datang penghulu tidak dibutuhkan lagi oleh kamanakan, kecuali secara terpaksa dan basa basi semu...karena kemenakan jauh lebih hebat.(***)







IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update