Padang - Musyawarah Daerah (Musda) HIPMI XII Sumatera Barat berakhir dengan skors karena tidak juga menemukan kata sepakat. Dua pendukung Calon Ketua Umum (Caketum), nyaris ricuh. Sehingga sidang terpaksa diskor pada pukul 02.00 WIB dini hari, Selasa(17/10) hingga batas waktu yang belum ditentukan.
"Sidang terpaksa kita skors, sebab waktu tidak memungkinkan lagi untuk melanjutkan perdebatan yang sudah makin tidak terkendali," ungkap Pimpinan Sidang, Eki Nofrismond didampingi Ferdian usai sidang di Gedung Pertemuan Polda Sumbar, Selasa(17/10).
Meski peserta masih tetap semangat, namun aparat kepolisian yang melakukan pengamanan melihat situasi tidak kondusif lagi. Menunjukkan kemajuan dibandingkan Musda yang sebelumnya di gelar di Basko Hotel, kali ini kedua kubu menemukan kebuntuan pada sidang pleno IV.
Pendukung caketum HIPMI, Iqra Chissa yang solid dengan sebelas Badan pengurus Cabang (BPC), meminta agar sidang dilanjutkan hingga tahapan pemungutan suara. Sementara pendukung caketum Fadli Amran, ngotot terus menyuarakan harus dilakukan verifikasi Faktual terhadap sertifikat Diklatda.
"Kita berpendapat, soal sertifikat Diklatda yang ditudingkan bodong terhadap salah satu caketum sudah tidak logis diperdebatkan lagi. Sebab tahapan verifikasi terhadap berkas pencalonan sudah dilewati dengan pengesahan dan penetapan yang dilakukan Steering Comite (SC) sebelumnya,"sebut Wanda Romansa, Sekum BPC HIPMI Kabupaten Sijunjung menegaskan argumentasinyo.
Sidang menjadi tak rerkendali berawal ketika ada peserta sidang yang tidak mematuhi mekanisme persidangan.
"Kita bukannya tidak mau adanya verifikasi, tetapi selain tahapannya sudah selesai, dalam AD/ART HIPMI itu tidak ada regulasi yang mengaturnya. Sebagai kader organisasi kita tidak mau melakukan hal yang bertentangan dengan aturan dan mengarah pada tindakan - tindakan inkonstitusional," tambah Wanda.
Sementara, Rizki Akbar menyebutkan, sertifikat Diklatda sudah diverifikasi oleh SC. Kemudian dibenrakan oleh BPD hingga BPP. Sehingga tidak ada persoalan lagi terkait verifikasi seperti yang ditudingkan bodong tersebut.
"Jika kita tidak percaya hasil verifikasi yang dilakukan pihak yang berkompeten untuk itu, lantas pada siapa kita percaya. SC sudah tetapkan, BPD juga sudah akui sah pemberian sertifikatnya, aneh dan lucu saja menurut saya jika masih hal itu juga yang diperdebatkan," ungkap Rizki Akbar yang merupakan Ketua BPC HIPMI Bukittinggi.
Hal yang sama juga diungkapkan, Ketum BPC HIPMI Limapuluh Kota, Tomy Man Bayoe, Sekretaris Umum BPC HIPMI Kabupaten Agam, Masnaidi serta sejumlah peserta lainya, Topan, Wandi, Hilman dan Patrisse pada forum yang kian memanas dini hari itu. Sebelas BPC yang menjagokan Caketum Iqra Chissaitu sepakat, verifikasi faktual tidak perlu lagi pada ranah Musda.
Sebelas BPC HIPMI yang solid bersama Caketum Iqra Chissa, Kota Bukittinggi, Kabupaten Agam, Sijunjung, Kota Solok, Kabupatan Solok, Kabupaten Solok Selatan, Tanahdatar, Pasaman, Sawahlunto, Limapuluh Kota dan Kabupaten Padang Pariaman.
Sementara pendukung caketum Fadli Amran, menyuarakan verifikasi faktual tetap harus dilakukan."Ini ranahnya untuk membahas persoalan terkait berbagai hal dalam tubuh organisasi. Sesuai kesepakatan awal verifikasi akan dilakukan pada pleno IV harus konsisten dilaksanakan," sebut Mantan Ketua Umum BPC Payakumbuh, Adi Surya
Purnomo.
Sejalan dengan pendapat tersebut, BPC HIPMI Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Payakumbuh, Dharmasraya, Pasaman Barat, Pesisir Selatan dan Kota Padang Panjang.
Berdasarkan dua opsi yang lahir tersebut, Pimpinan Sidang Tetap Musda HIPMI yang diketuai Eki Nofrismon memutuskan untuk dilakukan voting. Sebab tidak melahirkan kesepakatan dengan musyawarah yang dilakukan.
Hanya saja voting yang diputuskan pimpinan sidang membuat suasana menjadi kian memanas dan nyaris ricuh. Sehingga akhirnya sidang terpaksa diskors untuk waktu yang belum ditentukan. "Sementara ini kita skors dulu untuk waktu yang belum ditentukan,"pungkas pimpinan sidang Eki Nofrismond.
Berdasarkan pantauan media ini, sebagian besar peserta sudah memutus kan untuk voting mengacu pada tatib." Peninjau yang hanya mempunyai hak bicara mencoba mengacau kan keputusan yang telah di sepakati peserta. Sehingga peninjau terkesan terlalu maju dan berujung ketegangan yang nyaris ricuh. semua sudah di luar kewenang peninjau yang sebenarnya telah di atur dalam tata tertib,"sebut Patrisse.
Kendati sempat memanas, para peserta kembali berangkulan dalam silaturrahmi, usai skorsing sidang ketok palu oleh pimpinan sidang. (BD)