Foto: Pertunjukan The Margin Of Our Land (16/11), Dok: Humas ISI Padangpanjang |
Padangpanjang - Dance Theatre “The Margin Of Our Land” tampil dalam rangka memeriahkan Diesnatalis ISI Padangpanjang ke-52 (16/11) di Gedung Pertunjukan Hoeridjah Adam ISI Padangpanjang.
Karya yang diwujudkan dari hasil kerja kolaborasi para dosen dan mahasiswa, yang didukung oleh dana Hibah Penciptaan DRPM Kemristekdikti ini mengisahkan tentang sengketa. Pertunjukan ini melibatkan 8 pemain dan 4 tim pendukung.
Kurniasih Zaitun sang Sutradara mengatakan “Pertunjukan ini kali ke-3 di pertontonkan setelah sebelumnya di Jakarta cuplikan dan pertunjukan perdana secara utuh di Pakanbaru, juga dalam waktu dekat cuplikannya akan kami pentaskan pada Botuang Festival di Payakumbuh, ” tutur Dosen Prodi Seni Teater ISI Padangpanjang itu saat ditemui usai pentunjakan.
Dr. Sahrul N, S.S., M.Si “The Margin Of Our Land mengangkat konflik klasik yang kerap terjadi di ranah Minang,yaitu soal tanah ulayat (ganggam bauntuak). Penggarapan ini mengungkapkan bagi orang Minang, tanah ulayat adalah harga diri kaum (suku) yang kepemilikannya berada di tangan kaum perempuan (Bundo Kanduang).
Atas dasar itulah kegalaun para kreator, pengamat dan peneliti seni menggerakkan hasrat untuk melakukan riset secara langsung mengenai tanah ulayat yang kini telah disertifikasikan, sehingga menjadi milik pribadi dan gampang untuk diperjualbelikan.
Dampak semua itulah yang di hadirkan pada suguhan yang memberikan standing aplus dari 600 penonton di Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam, ” tutur sang Dramatug yang juga kritikus seni dan dosen prodi seni teater ISI Padangpanjang.
Sementara Ali Sukri, S.Sn., M.Sn mengatakan “Bundo kanduang sebagai Benteng terakhir pemilik tanah ulayat di minang, berada pada posisi dilematik. Konflik-konflik yang menelikung inilah yang dinarasikan ke dalam bentuk garak-garik tubuh penari, diliriskan aktor teater dengan karakter yang kuat dan musik yang dibangun sebagai penguat suasana .
Selanjutnya diakhiri dengan pertunjukan bundo kanduang melepaskan baju dan menggunakan kacamata menganggap fungsinya di Minang Kabau tidak ada lagi, dan inilah kenyataan yang terjadi pada hari ini”. Tutur Kreografer muda yang mendunia itu, juga dosen bertalenta yang dimiliki prodi seni Tari ISI Padangpanjang.
Dr. Yusril, S.S., M.Sn skenografi mengatakan, “Konflik dan peristiwa begini, nyaris terjadi di mana saja di muka bumi ini. Konflik dan sengketa tanah sepertinya tak akan habis dirundung malang, yang berujuang rakyat menjadi pihak yang selalau tersingkir.
Simbol yang dihadirkan telah mewakili secara keseluruhan permasalahannya yang di angkat pada pertunjukan ini, hukum adat di simbolkan dengan pancang dan hukum formal disimbolkan dengan adanya garis police line.
Babak pada pertujukan ini menjadi penanda. Bagian pertama digambarkan sebagai masyarakat kolektif, dan bagian kedua saat dihadirkan police line menjadi masyarakat yang individualis” Ucap Sutradara teater yang dosen prodi teater ISI Padangpanjang ini. (***)