Notification

×

Iklan

Iklan

Payung Batuang Zaman Old Mulai Sulit Dipasarkan di Zaman Now

22 November 2017 | 23:32 WIB Last Updated 2017-11-22T16:32:55Z


Payakumbuh - Selama 47 tahun menekuni pekerjaan membuat payung dari botuang (bambu-red) untuk pedagang kaki lima di kota Payakumbuh tidak pernah membuat H. Azwirman (64) warga kelurahan Padang Tangah Balai nan Duo kecamatan Payakumbuh Barat putus asa membuat dan merehab payung-payung berukuran besar dari botuang. pasalnya, di zaman Now begitu sulitnya memasarkan payung zaman Old yang sudah ketinggalan zaman.

Bersama sang istri Sumarni, keseharian Azwirman hanyalah sebagai pembuat dan rehab payung pedagang K5. Pria yang lahir di IV Koto Sungai Jariang Kampuang Pisang kabupaten Agam ini, mengungkapkan kepada wartawan saat ditemui di rumahnya, Rabu (22/11), kami sudah menekuni usaha ini sejak usia 17 tahun, saat itu Pasar Payakumbuh masih bernama Pasar Syarikat yang lazim disapa Pokan Akaik. Karena susahnya ekonomi orangtua saat itu, saya melakukan pekerjaan ini untuk membantu mereka. Saat itu belum ada Kotamadya. Saya menekuni profesi ini, karena saya tidak ingin kerja terikat banyak aturan dan lebih baik hidup mandiri.

Mulai Tahun 1968, kita sudah buat payung pedagang sekitar 200 buah dan disewakan kepada pedagang Kaki 5 di pasar ateh (pasar pusat pertokoan Payakumbuh sekarang-red) dan pasar tradisional ibuh. Dan alhamdulillah hingga kini masih bertahan, walau hanya untuk pasar ibuh saja, sebutnya.

Dijelaskan Azwirman suku Simabur, untuk satu buah payung ukuran besar berdiameter 4 dan 3,2 meter, kita jual seharga RP. 600 ribu sedangkan kalau disewakan Rp. 50 ribu / seminggu. Kalau sewa perhari sekitar Rp. 5.000 -7.000 per harinya. 

Untuk dapat mendistribusikan sewa payung di Pasar Payakumbuh, kita memiliki SK dari Pemko Payakumbuh, dan tidak bisa asalan. Kita urus izin dan bayar pajaknya. Yang namanya disewakan, pasti ada kerusakan, ulas Azwirman yang hanya tamatan Sekolah Rakyat dan lanjut ke SD Muhammadiyah ini.



Disela - sela kesibukannya membuat payung baru, bapak 5 anak dan 11 cucu ini mengatakan alhamdulillah, dengan usaha itu saya dan istri bisa membesarkan anak-anak dan nafkahi keluarga, hingga kini. Bahkan untuk menunaikan rukun islam kelima/berangkat haji pada tahun 2011 lalu bersama sang istri.

Di bengkel inilah keseharian kami merakit botuang sebagai bingkai payung, yang sengaja kita datangkan dari mudiak (Kab. 50 Kota) dan Botuangnya juga pilihan. Satu buah payung menghabiskan modal sekitar Rp. 150.000 hingga 200.000.

Untuk meramu 1 buah payung dari awal hingga akhir menghabiskan waktu sekitar 5 sampai 7 hari. Kalau untuk rehab, dalam waktu 1 hari, biasanya kita bisa tuntaskan 3-4 payung. Maklumlah kita hanya pergunakan peralatan seadanya. Peralatan yang wajib ada berupa Botuang untuk bingkai dan untuk tonggak kita biasa memakai kayu kasau bulat, cincin serta pengunci tonggak. 

”Sebagian payung yang disewakan banyak yang rusak bahkan ada yang sampai hilang," imbuhnya.

Terkait perkembangan Kota Payakumbuh yang semakin pesat pembangunannya, H. Azwirman mengakui adanya penurunan pesanan. “Yang namanya usaha, pastilah ada jatuh bangun, bahkan berurusan dengan hukum. 

Mayoritas saat ini payung kita terpakai di los ikan pasar ibuh. Padahal dengan sewa ini, kita bisa buat payung baru dengan maksimal. Usaha dan keahlian ini, sudah kita turunkan kepada anak-anak, termasuk menjemput sewa tiap sorenya. Karena kita sudah mulai lanjut usia dan tenaga pun sudah mulai melemah.

Tapi kita tidak putus asa, selagi hidung ditempuh nafas, kita akan tetap berusaha. Saya malah prihatin dengan generasi sekarang yang hobi malas-malasan, serta hobi pakai narkoba. ”Untung mereka tidak hidup dimasa saya remaja. Sadarlah wahai pemuda, kita tidak akan hidup lama. Semua akan dipertanggungjawabkan,” motivasi Azwirman. (BD)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update