Notification

×

Iklan

Iklan

Tabuik : Bukan Syiah

26 November 2017 | 06:30 WIB Last Updated 2017-11-25T23:30:42Z
Oleh: Zulkarnaen, S.Sn *)



PASBANA.Com -- Artefak itu digoyangkan dengan kencang, sekitar delapan orang menggoncangkan artefak yang disebut tabuik. Warna yang cerah dengan tinggi 8 meter. Simbol pada tabuik buraq, malaikat, awan dan pengiring. Goyangan ini disebut pula hoyak.  

Orang Pariaman sebagai wilayah pemilik kebudayaan ini menyebutnya oyak tabuik. Oyak tabuik Gerakan Pemuda Pariaman (GEMPAR) Kota Dumai begitu semangat disaat matahari memanas di jalan raya Sudirman depan kantor polres kota Dumai Sumatera Utara (15 Oktober 2017) pukul 09.58 WIB. Pesta budaya ini dihadiri lebih dari 500 orang untuk menyaksikan acara tersebut.

Menurut Dr. Asril Muchtar dalam bukunya Sejarah Tabuik,  Tabuik telah ada di Pariaman dibawa oleh bangsa Cipahi (Sipai) dari Bengkulu yang sebelumnya dari India. Orang India berkulit hitam ini konon keturunan Natsal sebagai pengawal Husain. Ketika itu perang karbala Husain terbunuh. 

Perang ini disebut pula sebagai pembantaian karena 128 orang berbanding ribuan. seseorang yang dipercaya Husain Cucu Nabi Muhammmad SAW bernama Natsal mengambil intan diikat pinggang kemudian Rasul turun ke bumi dan menampar Natsal kemudian muka Natsal menghitam dan inilah suku Sipai yang diyakini pembawa Tabuik ke Pariaman. 

Burak dirancang sebagai hewan rekaan yang mampu mengangkat dan membawa terbang semua unsur dan ornamentasi Tabuik yang terdapat pada pangkek ateh (pangkat di atas), yakni puncak Tabuik, gomaik, bungo salapan, biliak-biliak, jantuang-jantuang, salapah, dan pasu-pasu.

Hoyak Tabuik ( Dok: Zulkarnaen)
Seminggu  sebelum pertunjukan tabuik di kota Dumai yang pro kontra antara mayarakat Pariaman di Kota Dumai dengan Majlis Ulama Indonesia kota Dumai (MUI).  

Masyarakat Pariaman di Dumai sepakat menjadikan ajang pelantikan Gempar 2017-2022 diisi dengan pertunjukan tabuik. Sementara MUI akan mengeluarkan fatwa melarang karena didesak anggota masyarakat lain yang menyatakan tabuik adalah syiah. Informasi ini penulis dapatkan di Masjid Al-Muhajirin Bukit Datuk, Kota Dumai.

Atas pro-kontra ini penulis mewancarai Dr. Asril Muchtar via telp, berdasarkan wawancara hasil yang diperoleh bahwa benar dulu  tahun 1800an Bengkulu, untuk mengenang jasa Husain cucu nabi, membuat pertunjukan seni disebut Tabot. 

Merupakan artefak yang berbentuk gendang besar dipukul untuk menghimpun suasana meratapi Husain dan memukul-mukul dada. Inilah yang disebut dengan syiah sebagai bentuk duka mendalam terhadap Husain. Setelah penjajahan Inggris meninggalkan Bengkulu maka Sipai sebagai pekerja dari penjajah Inggris pindah ke Pariaman yang kemudian membawa Tabot ke Pariaman.

 Tabot dinamai Tabuik oleh orang Pariaman dengan artefak yang berbeda dan menjadi tabuik seperti pada gambar. Namun tabuik ditolak karena mengandung ajaran syiah. Lama sekali sekitar 70 tahun baru tabuik diterima oleh masyarakat Pariaman telah dipelajari dan telah dihilangkan ajaran syiah. Selesai wawancara penulis mengabarkan ke bagian fatwa MUI Dumai.

Sama halnya yang dikatakan Asril Muchtar dalam artikel ilmiah Perayaan Tabuik dan Tabot: Jejak Ritual Keagamaan Islam Syi’ah di Pesisir Barat Sumatra pada jurnal Humaniora Universitas Gajahmada th 2015 memgatakan  pemitosan pada  tabuik. 

Adapun mitos tabuik Pariaman dilukiskan oleh Nasrul Syam, tuo tabuik (tokoh Tabuik Pariaman) sebagai berikut. “Setelah Husain terbunuh dengan kondisi tubuh dicincang oleh pasukan Yazid bin Muawiyah, tiba-tiba datanglah sebuah arak-arakan dari langit yang terdiri dari para malaikat dan buraq, dengan membawa ornamen dan wewangian dari surga. 

Setelah arak-arakan itu mendarat di lokasi Husain terbunuh, para malaikat memasukkan bagian tubuh Husain ke dalam peti yang ada di punggung buraq, dan selanjutnya arak-arakan itu lepas landas menuju langit. Dalam perjalanan menuju langit, para malaikat mencium adanya bau manusia dalam rombongan tersebut, rupanya mereka prajurit Husain yang selamat yang berasal dari Cipahi (Keling) bergantung pada arak-arakan itu, dan ia memohon kepada malaikat agar ikut bersama jenazah Husain, tetapi malaikat tidak mengizinkannya. Kemudian malaikat itu memberikan nasehat agar orang Cipai itu dapat melaksanakan arak-arakan tersebut seperti yang dilihatnya, dan arak-arakan itulah kini yang disebut dengan "tabuik”.

   Melanjutkan cerita prosesi tabuik di kota Dumai pukul 10.37 Minggu, 15 Oktober 2017. Walikota Dumai bersama rombongan dan wakil Bupati Pariaman beserta rombongan keluar dari mobil dinas disambut dengan tari pasambahan kemudian meresmikan pertunjukan tabuik yang akan diarak ke taman bukit gelangggang Dumai sekira 2 km dari Polres Dumai. Di depan pak Wali lagi-lagi tabuik dioyak dengan penuh semangat diiringi dengan bunyi gemuruh gandang tasa (seperti snare drum). 

Peran gandang tasa dan alat perkusi lainnya membuat susana cemerlang bukan membuat kesedihan sebagaimana dulunya peringatan ini sebagai tanda kesedihan mendalam pada Husain. 

Simbol peperangan tidak ada lagi, menepuk-menepuk dada tidak ada lagi. Yang ada simbol kesenangan, kegembiraan. Tidak ada lagi syiah yang dulu menapak di Bengkulu. Tanda peperangan sudah diganti dengan joget bebas  para pemuda Gempar. Bagi perantau Pariaman sebagai pengobat rindu pada daerahnya, bagi warga Dumai dan turis sebagai event  budaya.

*) Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana ISI Padangpanjang


Berikut link video pertunjukan Tabuik di Kota Dumai :

 














IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update