Ilustrasi Pengukuran Diameter Besi Beton Dengan Jangka Sorong ( Foto: Istimewa) |
PADANG -- Orang menyebutnya " Besi Banci ". Besi beton banci adalah sebutan untuk besi beton murah yang memiliki ukuran, spesifikasi dan kualitas yang tidak sesuai dengan kriteria SNI. Besi banci kebanyakan didatangkan dari China dan dijual murah untuk mengeruk keuntungan. Menurut informasi pihak kepolisian, peredarannya sudah mulai menyebar di Propinsi Sumatera Barat.
Keberadaan " Besi Banci " sangat membahayakan keselamatan manusia terkait kekuatan bangunan yang menggunakannya.
Peredaran besi banci, sangat merugikan. Apalagi jika digunakan untuk proyek pemerintah, yang berkaitan dengan keselamatan hajat hidup orang banyak. Selain itu, dengan Kondisi wilayah Sumbar yang rawan gempa, penggunaan besi banci sangat rentan.
Baca Berita terkait: Ditreskrimsus Polda Sumbar Gerebek Gudang " Besi Banci "
Ketua Umum Asosiasi Masyarakat Baja Indonesia (AMBI) Ken Pangestu, mengatakan bahwa penggunaan besi banci sangat berbahaya bila digunakan untuk kontruksi pembangunan di Sumbar.
Ken mengatakan, baja non-SNI sangat berisiko tinggi bila dimanfaatkan sebagai bahan baku struktur bangunan. Alasannya, pemanfaatan bahan baku struktur bangunan yang tidak direkomendasikan sesuai SNI, bisa saja mengalami kerusakan dalam jangka waktu pendek.
"Terparah, bangunan itu bisa runtuh. Kami khawatir, baja banci lolos menjadi struktur rangka bagi bagunan tinggi berkategori high risk. Bisa dibayangkan dampaknya kalau bangunan yang memakai besi banci itu runtuh karena struktur rangka yang tidak bagus," katanya.
Ken mengungkapkan, produsen nakal biasa memainkan spesifikasi baja sirip yang menjadi ciri khas baja tulangan beton (BjTB). Ciri khas sirip itu dicetak melalui pengecoran pada baja untuk keperluan umum (BjKU) yang belum wajib SNI, sehingga pengecoran sirip pada badan baja akan didapat produk BjKU berbentuk BjTB yang jauh lebih murah.
Padahal, kandungan mekanis dan teknis untuk memproduksi BjTB jauh berbeda dengan BjKU sebab baja untuk keperluan konstruksi perlu mendapatkan perlakuan mekanis dan teknis agar memiliki ketahanan beban dan gempa. Kriteria kedua baja banci, kata dia, teridentifikasi dari diameter produk di luar aturan SNI.
"Diameter produk SNI mempersyaratkan toleransi ukuran diamater lebih kurang 1 persen, tapi produsen nakal mendiskon ukuran diameter. Misalnya, BjTB S10 yang artinya BjTB sirip berdiameter 10 milimeter. Ukuran produk itu didiskon menjadi 9,1 mm. "Memang kelihatannya tidak terlalu besar, tapi berbahaya pada ketahanan beban," katanya.
Selain kriteria tersebut, konsumen juga bisa mengenali produk melalui cetakan timbul logo produsen (embosed). Misalnya, Master Steel dicetak MS, Krakatau Steel dicetak KS, dan Cakra Steel dicetak CS. Logo itu tidak dicat di produk, tapi merupakan cetakan timbul.
"Proses pembuatan baja banci biasanya memanfaatkan sisa peleburan kapasitas 1-2 ton baja. Prosesnya pakai besi sisa produksi baja, sisa pelat diambil dipanasi kasih beton ulang. Supaya untuk diakali ukurannya, sehingga muncul besi banci," katanya. (Ril/ haluan )