Notification

×

Iklan

Iklan

Padang Panjang : Sejarah Dan Harapan Dimasa Mendatang

04 Februari 2018 | 14:02 WIB Last Updated 2018-02-04T07:03:10Z

PASBANA.com -- Padang Panjang adalah sebuah Kota kecil di kaki gunung Singgalang di Barat, Marapi di Timurnya, ada Tandikek agak ke barat daya. Kota dengan curah hujan yang tinggi sehingga dinamakan Kota Hujan.

“We wonen hier in een regennest, Meneer!” kata seorang pelancong Belanda pada akhir abad ke-19 yang pernah berkunjung ke kota ini.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, untuk menjalankan roda pemerintahan, Padang Panjang dijadikan suatu kewedanaan yang wilayahnya meliputi Padang Panjang, Batipuh dan X Koto yang berkedudukan di Padang Panjang.

Berdasarkan UU No. 8 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil di lingkungan Propinsi Sumatera Tengah, maka lahir secara resmi Kota Kecil Padang Panjang.

Kota Padang Panjang sebagai pemerintahan daerah terbentuk pada tanggal 23 Maret 1956. Selanjutnya, barubah setahun kemudian, berdasarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1957, status kota ini sejajar dengan daerah kabupaten dan kota lainnya di Indonesia.

Pada tahun 1957 dilantik Walikota pertama dan sebagai Daerah Otonom sesuai Peraturan Daerah Nomor 34/K/DPRD-1957 dibentuk 4 (empat) Resort, dan dimana masing-masing Resort dengan Keputusan DPRD Peralihan Kota Praja Nomor 12/K/DPRD-PP/57 membawahi 4 jorong sebagai berikut :

Resort Gunung membawahi Jorong : Ganting, Sigando, Ekor Lubuk dan Ngalau.

Resort Lareh Nan Panjang membawahi Jorong : Balai-balai, Guguk Malintang, Koto Panjang dan Koto Katiak.

Resort Pasar membawahi Jorong : Pasar Baru, Silaing Atas, Tanah Hitam dan Balai-Balai.

Resort Bukit Surungan membawahi Jorong : Silaing Bawah, Pasar Usang, Kampung Manggis dan Bukit Surungan.

Kemudian berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 istilah kota praja diganti menjadi kotamadya dan berdasarkan peraturan menteri nomor 44 tahun 1980 dan peraturan pemerintah nomor 16 tahun 1982 tentang susunan dan tata kerja pemerintahan kelurahan, maka resort diganti menjadi kecamatan dan jorong diganti menjadi kelurahan .

Dan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 13 tahun 1982 Kota Padang Panjang dibagi atas dua kecamatan yakni Kecamatan Padang Panjang Barat dan Kecamatan Padang Panjang Timur, dengan secara keseluruhan 16 kelurahan.

Kemudian dalam rangka Pembinaan Kehidupan Nagari sebagai kesatuan masyarakat Hukum Adat, maka berdasarkan Mubes. LKAAM tahun 1966 di Kota Padang Panjang terdapat 3 KAN, yaitu: KAN.Gunung, KAN. Bukit Surungan dan KAN. Lareh Nan Panjang. Sedangkan Resort Pasar, karena sebagian besar penduduknya pendatang tidak dibentuk KAN.

Kota Padangpanjang tumbuh seiring dengan dipindahkannya pasar di Pakan Jumat Nan Usang di Panyalaian ke tengah padang yang panjang atau ke Pasar Usang semenjak tahun 1818 yang juga diramaikan setiap hari Jumat. Pasar ini dikenal dengan nama Pakan Jumat Padangpanjang.

Pada perkembangan selanjutnya karena penduduk Padangpanjang bertambah ramai juga dan pasar Padangpanjang telah banyak didatangi oleh pedagang-pedagang dari luar, maka kegiatan pasar diadakan dua kali dalam satu minggu yakni hari Jumat dan Senin.

Pada tanggal 1 Desember 1888, berdasarkan Surat Gubernur Hindia Belanda Nomor 1 (Stbl. No. 181/1888), Padang Panjang ditetapkan sebagai ibukota Luhak atau Afdeeling Batipuh en X-Koto (Padangpanjang), dengan asisten residennya yang pertama, H. Prins.

Meskipun demikian, jauh sebelum ditetapkan sebagai ibukota Afdeeling Batipuh en X-Koto, di Padangpanjang sudah ada pemukiman masyarakat yang berciri perkotaan yang ditandai dengan ditemukannya fasilitas air minum untuk penduduk Kota Padangpanjang yang berangka tahun 1790.

Atas dasar penemuan fasilitas air minum ini, tahun 1790 dianggap sebagai tahun lahirnya Kota Padang Panjang karena sejauh ini angka tahun tersebutlah yang paling tua yang sudah ditemukan.

Adapun tanggal 1 Desember yang ditetapkan sebagai hari ulangtahun Kota Padangpanjang diambil dari tanggal diresmikannya Padangpanjang sebagai ibukota Afdeeling Batipuh en X-Koto oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tanggal 1 Desember 1888.

Penggabungan kedua peristiwa bersejarah tersebut kemudian melahirkan kesepakatan yang menetapkan hari lahir Kota Padangpanjang pada tanggal 1 Desember 1790.

Seiring dengan itu berkembanglah pemukiman-pemukiman baru terutama daerah-daerah di sekitar pusat pasar baru tersebut seperti Balai-balai, Bancahlaweh, Kampungmanggis, Tanah-hitam, Pasar Usang dan lain-lain.

Pola pemukiman ini juga disesuaikan dengan daerah asal mereka masing-masing seperti Kampung Pariaman, Kampung Sungaipuar, dan Kampung Kumango. Hal ini dapat pula dilihat dari nama-nama surau yang ada di Padangpanjang seperti Surau Pariaman, Surau Kumango, dan Surau Sungaipuar.

Untuk penduduk yang berasal dari luar Minangkabau juga dapat dilihat dengan adanya Kampung Jawa, Kampung Nias, Kampung Cina, dan Kampung Keling.

Berdasarkan Lembaran Negara No.418 Tahun 1905 Padang Panjang adalah ibukota dari Kabupaten Batipuah X Koto dengan 7 Kelarasan : Laras VI Koto, Laras IV Koto, Lareh Batipuah di Ateh, Lareh Batipuah di Bawah, Lareh Bungo Tanjuang, Lareh Sumpur dan Lareh Simawang.

Dan susunan pembesar pada saat itu adalah;
Asisten Residen : FWL de Nijs
Ketua Landraad: Mr.PN Van der Stok
Jaksa : Rasyad Marajo Sutan
Ajung Jaksa : Manan Sutan Diatas
Penghulu Kepala : Husin Tuanku Kari
Kepala Laras VI Koto : Umin Datuk Rajo Katib
Kepala Laras IV Koto : Masana Datuak Rajo Panghulu
Kepala Laras Batipuah Diateh, Batipuah Bawah dan Bungo Tanjuang di rangkap oleh Tahir Sutan Jamaris.
Kepala Laras Sumpur : Parentah Datuak Rajo Mangkuto.

Keberadaan Pasar Padang Panjang tidak lepas dari pendirian kota Padang Panjang sendiri. Pada tanggal 18 juli 1818 atas prakarsa Tuanku Pamansiangan yang baru, didirikanlah kota Padang Panjang sebagai realisasi perdamaian penduduk IV Koto yang berperang dengan penduduk VI Koto dengan memindahkan pekan Jum’at nan usang dari Ganting Panyalaian ke tengah Padang nan Panjang Sari Menanti.

Pada permulaan tahun 1888 Onderafdeling Batipuh X Koto dengan persetujuan Guvernur Jendral Hindia Belanda membentuk Onderafdelingraad Batipuh X Koto yang tentu saja anggotanya ditunjuk oleh Belanda.

Dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi serta geografi wilayah yang didasari Staat Blaad Nomor 1 Tahun 1888 tersebut, maka pemerintah Kolonial Belanda memindahkan Hoofd dan Plaatsclyke Bestuur (Pusat Pemerintahan) dari Kompeni (dekat Kubu Kerambil sekarang) ke Padang Panjang termasuk kantor 7 kelarasan yang terdiri dari: Laras IV Koto, Laras VI Koto, Laras Batipuh Ateh, Laras Batipuh Baruah, Laras Bunga Tanjung, Laras Sumpur, Laras Simawang.

As. Residen HE Prins yang dapat membina kerjasama dengan ketujuh Laras dan 300 Penghulu kepala se-Batipuh X Koto yang dimotori oleh Tuanku Nan Elok mempunyai inisiatif yang banyak dalam mewujudkan pembangunan pasar.

Tenaga gotong-royong rakyat yang murah dimanfaatkannya untuk melaksanakan sistim kerja paksa (rodi). Pembangunan yang dilaksanakan ialah, Pembangunan gelanggang pacuan kuda bancah laweh dibangun th 1888 semasa as. Residen HE Prins dan selesai th. 1894 ketika tuan masthoof jadi as.Residen. Pembangunan loods pakan Jum,at oleh Ketujuh tuanku lareh dikontrakan kepada tuan Sinjnja th. 1894.

Pada tahun 1990 kekuasaan Tuanku Lareh atas Padang-Panjang dihapuskan. Kelancaran roda pemerintahan diserahkan kepada seorang rooimester.

Biaya pembangunan pasar baru itu dipikul sepenuhnya oleh penduduk Batipuh X Koto. Dalam pemindahan pasar inilah Tuan Luhak Batipuh X Koto melakukan tangan besinya, sehingga menjadi sebutan: “ka rodi ka pasa baru-mahanta batuang ka rumah tuan luhak”.

Pada tahun 1913 pasar baru telah dinaiki dengan pesta besar yang diramaikan dengan pasar keramaian dan pacuan kuda. 
Pasar Padang Panjang yang terletak di persimpangan jalan Bukittinggi, Batusangkar, Solok, dan Padang dalam perkembangannya tidak dapat lagi menampung segala kegiatan perdagangan. 

Oleh karena itu timbullah keinginan pemerintah daerah untuk memindahkan kegiatan pasar itu ke arah timur, yaitu dekat Balai-balai.

Keinginan itu dapat disetujui oleh Laras nan IV dan VI dan penghulu kepala se Batipuh X-Koto dengan ass. Residen Lulofv untuk membuat pasar serikat . Pada tahun 1906 atas persetujuan ketujuah wilayah dengan ass. Residen Lulofv, pekan Jum’at dipindahkan ke pasar baru.

Dan Pada tanggal 1 Desember 1914 setelah perobahan administrasi Sumatera Barat Padang Panjang adalah ibukota Afdeling Batipuah dan Pariaman dengan wilayahnya :

Onderafdeling Padang Panjang

1. Distrik Padang Panjang dengan Demang Sutan Abu Bakar Sutan Pangeran.

Onderdistrik VI Koto ( Pandai Sikek, Koto Baru, Koto Laweh, Aie angek, Paninjauan dan Singgalang ) langsung dibawah demang Padang Panjang.Onderdistrik IV Koto dan Batipuah. Ass Demangnya Nurdin Dt. Tongga di Batipuah Baruah.Onderdidtrik sumur (dengan Bungo Tanjuang ) as. Demang Sutan Muhammad Arif.

2. Distrik Pariaman Demang Agus Abdullah Wongsosentono.

Onderdistrik Pariaman (dengan manguang ) langsung dibawah dibawah demang PariamanOnderdistrik VII koto as. Demang Marah Buyung gadang Marah Marajo Lelo di sampan.

3. Distrik Sungai Limau dengan demang Durani Dt. Rangkayo Bungsu.

Onderdistrik XII Koto langsung dibawah demang Sungai LimauOnderdistrik Pilubang (dengan V-Koto ) as. Demangnya Saleh Majo di Rajo.

4. Distrik Lubuak Aluang demangnya Sutan abdul Majid Sutan Rajo Godam.

Onderdistrik Lubuk Aluang (dengan Sintuak, Toboh Gadang dan Punggung Kasiak ) langsung dibawah demang Lubuk Aluang.Onderdistrik Kayu Tanam ( dengan Anduriang, Sipisang, kapalo hilalang, Sicincin, Guguak dan VI Lingkung ) as. Demangnya Tahir Datuk Panghulu Basa di Pauh Kamba.

Setelah berusia 227 tahun ,  peran Padang Panjang sebagai kota perdagangan dan pusat pendidikan Islam di daerah pedalaman Minangkabau mulai mengalami pergeseran. Pasar Padang Panjang yang kini telah mengalami pembangunan berusaha mengejar cita-cita kota dan masyarakat nya. 

Keberadaannya tetap menjadi primadona,  terutama pada hari Senin dan Jumat, namun perannya sudah berkurang dan tertinggal dibanding pasar-pasar yang ada di Kota Bukittinggi.

Saat ini masyarakat yang masih setia berbelanja di pasar Padang Panjang di samping warga Kota Padang Panjang sendiri, terutama adalah masyarakat dari Kecamatan Batipuah, sebagian Pariangan, sebagian Rambatan, dan sebagian X-Koto, serta masyarakat dari kawasan Kayutanam dan Sicincin di Kabupaten Padang Pariaman.

Sebagian masyarakat Kecamatan X-Koto, terutama yang bertempat tinggal di Kotobaru, Aie-Angek, Pandai Sikek, dan sebagian Panyalaian saat ini lebih senang berbelanja ke Bukittinggi daripada ke Padang Panjang dengan alasan pilihan barang lebih banyak dan harga-harganya yang juga lebih murah.

Di samping berperan sebagai kota perdagangan, peran penting Padang Panjang di awal pertumbuhannya terutama adalah perannya sebagai pusat pendidikan Islam di Minangkabau. Perguruan-perguruan Islam yang ada di Padang Panjang seperti Sumatera Thawalib dan Diniyah Puteri merupakan lembaga pendidikan yang menjadi barometer bagi lembaga pendidikan sejenis di tanah air.

Pelajar di kedua lembaga pendidikan tersebut tidak hanya dari Padang Panjang dan kota-kota di Minangkabau saja, tetapi juga berasal dari negeri-negeri yang jauh seperti Yogyakarta, Lombok, Ternate, Halmahera, Sulawesi, dan Malaya.
Padangpanjang terus berbenah dan bergerak maju. Banyak harapan dan impian masyarakat yang ingin diraih. Untuk itu, semangat gotong royong dan kebersamaan sudah tentu menjadi pondasi utama.

Kini , Padangpanjang akan memilih nakhoda untuk kepemimpinan 5 tahun mendatang. Sudah barang tentu, masyarakat Padang Panjang yang di Ranah dan Rantau berharap banyak dari pemimpin Padang Panjang 5 tahun mendatang.(bd)

*) Sumber Sejarah : Catatan Saiful Guci

×
Kaba Nan Baru Update