Penulis Wawan Setiawan
Edit by DNA
Bagi saya, “Magnum Opus” karya Tan Malaka adalah Madilog. Buku ini mengingatkan kita, bahwa bangsa timur terjerumus kedalam kepercayaan takhyul atau mistisisme yang cukup dalam, sedangkan bangsa barat bisa lebih unggul disebabkan mereka mempunyai “pusaka” yang disebut dengan Sains.
Dengan ditulisnya buku Madilog, Tan Malaka ingin bangsa timur terkhusus, Indonesia semestinya juga dapat menguasai ilmu logika dan dialektika didalam penalaran serta menguasai ilmu atau sains modern untuk kemaslahatan umat manusia.
Ini memang searah dengan semangat Sosialisme atau dalam pemahaman Tan Malaka yaitu PanIslamisme, semangat Sosialisme jika dipelajari dan dipahami, di abad 19 s/d 20, prinsipnya mengedepankan pendidikan dan sains modern, karena filsafat materialisme, sebagai filsafat dasar Sosialisme/Komunisme berasal dari pemahaman akan teori evolusi, serta atom Demokritus atau Leucippus, serta pemikiran pemikiran Yunani lainnya seperti pemikiran filsuf Heraclitus.
Di era tahun 1960-an, didalam persaingan "perang dingin" teknologi angkasa luar, Soviet sebagai negara Komunis Sosialis juga mengungguli negara adidaya lainnya (red : USA).
Soviet berhasil mengirimkan satellite pertama di dunia yang dinamai Sputnik, selain itu Soviet juga berhasil mengirimkan manusia pertama mengangkasa, yaitu Yuri Gagarin dan perempuan Valentina Tereshkova, serta Soviet juga menjadi negara pertama yang membangun stasiun angkasa luar, yaitu MIR.
Soviet hanya kalah terhadap Amerika yg berhasil mendaratkan astronot pertama di bulan.
Tak heran, kosmonot Soviet diundang oleh Presiden Soekarno, dan mereka diajak keliling kota-kota di Indonesia agar memberi semangat kepada rakyatnya, kalau ingin menjadi negara yang diperhitungkan dikancah percaturan dunia dan dicatat dalam peradaban manusia itu tidak terlepas kemajuan di bidang sains dan teknologi, seperti para Kosmonot Soviet dan Amerika.
Teknologi angkasa luar, mungkin sudah menjadi brand Soviet atau Russia, saat ini, NASA telah mengistirahatkan pesawat ulang aliknya, sehingga satu satunya jalan menuju ke ISS (International Space Station) dilakukan oleh pesawat Soyuz, pesawat luar angkasa yg didesain tahun 1960-an, tapi sampai sekarang masih dianggap reliable dan efektif termasuk didalam pendanaan, atau efisensi didalam operasional.
Sekitaran Tahun 2015, Soyuz juga mencatat prestasi khusus, yaitu mencapai ISS dalam waktu 6 jam saja, padahal sebelumnya Soyuz membutuhkan waktu 48 jam untuk menuju ke ISS. Inovasi ini berarti Soyuz mampu melakukan kecepatan ke ISS 8 kali lebih cepat dari peluncuran sebelumnya.
Kejayaan Soviet di bidang angkasa luar, sepertinya akan diteruskan oleh Russia sebagai tradisi, Skolkovo, pusat inovasi sains dan teknologi Russia mempunyai unit khusus space center, agar kejayaan Russia di bidang angkasa luar masih mendominasi dunia.
Bagaimana dengan Indonesia, "Apakah akan selalu menjadi pengikut dan penonton atas kemajuan-kemajuan teknologi yang telah diciptakan serta di kembangan bangsa lain?"
Pemerintah sebagai aparatur negara dan pengambil kebijakan, tentunya harus segera berbenah, dan belajar dari negara-negara maju terutama di bidang sains dan teknologi.