Oleh : Tomi Tanbijo (* |
Pasbana.com -- Di tengah minimnya anggaran pariwisata Pariaman, salah satunya anggaran promosi iven Pesta Budaya Tabuik, mestinya Pemko Pariaman melalui dinas terkait bisa memanfatkan berbagai peluang buat promosi.
Peluang yang cukup potensial dimanfaatkan yakni dengan memaksimalkan promosi melalui peran para perantau Piaman yang tergabung dalam wadah PKDP. PKDP itu ada di seluruh penjuru dunia.
Kalau mau, sebenarnya tak susah menjangkau promosi via PKDP ini. Tinggal lagi kemauan dan kejelian dinas terkait membangun jaringan dan hubungan baik dengan seluruh pengurus PKDP. Tentunya disiapkan bahan promosi yang baguslah.
Soal promosi iven wisata, kalau bisa kedepan promosi iven wisata itu jangan cuma inten pas sepekan mau hari H acara saja. Mestinya iven dipromosikan jauh-jauh hari. Kapan perlu setahun sebelum acara digelar.
Sebab, judulnya kegiatannya iven pariwisata. Targetnya tentu bagaimana wisatawan tertarik menyaksikan iven yang digelar, lalu datang ke kota pelaksana.
Wisatawan datang tentu tak cuma untuk melihat iven yang digelar itu saja, pasti mereka ingin menikmati sisi lain dari keelokan pariwisata daerah kita. Minimal beberapa harilah mereka merencanakan paket wisata di daerah kita.
Agar wisatawan luar itu punya kesempatan datang menyaksikan iven dan menikmati keelokan wisata daerah kita, mereka mesti siapkan rencana matanh lebih dulu.
Biasanya persiapan liburan itu makan waktu lama. Apalagi kalau mereka itu para pekerja dan pergi liburan sekeluarga atau dengan komunitas. Mereka mesti siapkan segala sesuatu untuk perjalanannya. Mulai dari izin cuti, termasuk kesiapan biaya dan kesesuaian waktu perjalanan.
Intinya, yang namanya iven wisata, apapun itu, digelar pasti targetnya bagaimana mampu menyedot lebih banyak kunjungan wisatawan. Artinya, pagelaran iven mesti direncanakan secara matang dengan memperhatikan aspek-aspek yang bisa memancing semakin banyak tamu datang.
Selain promosi, yang tak kalah penting itu adalah melibatkan para pelaku usaha agen tour travel, pihak hotel, para pemandu wisata dan pegiat wisata saat merencanakan iven. Sebab mereka inilah yang mayoritas punya jaringan tamu wisatawan.
Kecuali, kalau memang iven yang digelar itu cuma sekedar rutinitas tahunan saja. Buat memenuhi program dinas saja. Datang tak datang wisatawan tak jadi masalah. Kalau cuma sekedar itu, it's ok kita duduk2 manis saja menunggu tamu datang.
Jangan sampai keluar lagi statmen pejabat yang bunyinya begini, 'Tugas kita melaksanakan iven, kalau bagus ivennya, tak diundangpun, orang luar itu pasti akan datang juga'.
Ini statmen keblinger menurut saya. Bukan statmen orang pariwisata.
'Kaba baiak baimbauan, kaba buruak baambauan', begitu kata orang tua2 kita. Alek baralek, ya diundang baru orang mau datang. Lain soal kalau itu musibah/bencana. Tak diundangpun orang luar akan datang juga.
Contohnya saat gempa 2009 silam. Dari seluruh penjuru dunia orang datang ke daerah kita memberi bantuan. Entah siapa dan dari negara mana saja mereka, tak tahu kita. Tak pernah mereka itu diundang. Tapi mereka datang juga. Kalau bisa pariwisata kayak gitu, baguslah.
Mudah-mudahan saja dengan adanya branding baru pariwisata 'Pariaman City of Tabuik', akan diikuti juga dengan upaya promosi dan upaya penggalian serta pengembangan potensi pariwisata baru, yang dilakukan lebih intesif lagi yang menyesuaikan dengan selera pasar.
Kenapa selera pasar? Sebab, ya begitu pariwisata itu soal selera. Selera pariwisata itu tergantung maunya pasar (segmen), bukan tergantung selera kita di daerah saja. Sebab, belum tentu yang bagus menurut kita, akan bagus menurut selera pasar, apalagi pasar pariwisata global.
Artinya kalau konsen di pariwisata, kita mesti punya sesuatu yang beda buat dijual. Kapalo Galeh-lah istilahnya. Minimal agak satu saja dulu. Tapi Kapalo Galeh yang memang bisa memancing selera tamu luar datang berkunjung. Galeh yang lain sekedar pendukung saja.
Apa potensi yang akan dijadikan Kapalo Galeh pariwisata Pariaman itu? Ini jadi tugas bersama semua pemangku kepentingan menggali, mencari, mengembangkan, memperkenalkan dan menjualnya sebagai komoditi wisata utama.
Kembali ke soal anggaran promosi. Dalam jualan pariwisata, apalagi promosi sebuah iven wisata yang diharapkan akan mendatangkan tamu lebih banyak, soal anggaran tak bisa dinomor-duakan.
Kalau 'alek' sudah dihadang, harus maksimal disukseskan. Apapun alasannya, si pangka harus maksimal menjamu si alek nan datang. 'Tak kayu janjang dikapiang'. Begitu benarlah kalau alek baralek. Jangan sampai 'alek dihadang, ceke tibo'. Tak ada gunanya alek digelar. Malu awak.
(* Jurnalis dan Pegiat Pariwisata
(Catatan Pagi, Sabtu 1 September 2018)