Ilustrasi tsunami |
PADANG - Ada sekitar 400 ribu hingga 500 ribu jiwa di Kota Padang yang menempati wilayah yang dikategorikan Zona Merah.
"Jika terjadi tsunami, butuh waktu untuk mengevakuasi sekitar 20 menit. Sebab itu masyarakat mesti waspada jika terjadi gempa dengan durasi lebih dari 30 detik," terang Badrul Mustafa Kemal, Pakar Gempa Indonesia yang juga pengajar di Universitas Andalas (Unand).
Sementara, terkait tsunami Selat Sunda, ia menduga ada kelalaian pengamatan terhadap pergerakan Gunung Anak Krakatau sehingga tsunami datang secara tiba-tiba tanpa kesiapsiagaan sebelumnya di wilayah pesisir pantai Provinsi Banten dan Lampung.
"Secara ilmiah, tsunami di Selat Sunda terjadi akibat fenomena alam ganda, yaitu gelombangpasang saat bulan purnama dan aktivitas vulkanologi Gunung Anak Krakatau. Namun,yang membuat banyak orang heran, termasuk saya, jika adanya longsoran akibat erupsi Anak Krakatau di laut, tentu status gunung ditingkatkan. Status gunung api aktif itu ada empat level: Normal, Siaga, Waspada, dan Awas. Harusnya ada peningkatan status dan terjadi kehebohan karena itu,” kata Badrul seperti yang dilansir Haluan, Selasa (25/12).
Badrul menduga, petugas di pos pengamanan tengah abai atau sedang tidak berada di tempat jelang pergerakan gunung dan tsunami terjadi.
Sebab dikabarkan, sebelum tsunami terjadi, didahului oleh gempa berkekuatan 5.1 SR yang tidak tercatat. Pos yang berada di tempat sepi dan jauh dari keramaian juga memungkinkan terjadinya kejadian petugas abai dalam pengamatan tersebut.
Seperti di Sumbar, misalnya, yang masih aktif ada Gunung Talang, Gunung Marapi, dan Gunung Tandikek. Petugas yang ada di situ bisa melihat pemandangan yang hijau dan sebagainya tidak hanya di laut saja. Bisa dari mana pun terpantau," kata Badrul lagi.
Namun demikian, sambungnya, meski pun Gunung Anak Krakatau berada di tengah laut yang membuatnya berbeda dengan gunung api aktif lain di Indonesia, kewaspadaan tetap tidak boleh dihilangkan meski pun hanya beberapa kejap.( Ril )