Batusangkar-Pakaian perempuan di Minangkabau tidak mengacu pada pakaian kaum laki-laki. Lebih dari 400 macam pakaian adat kaum perempuan di Minangkabau memiliki pola dan corak yang berbeda dan setiap daerah tidak pula sama. Dan itu juga mencirikan ke khasan daerah masing-masing.
Dikatakan Prof.Dr.Ir.Raudha Thaib. M.P saat menjadi pemateri pada seminar peringatan Hari Ibu yang ke-90 di Gedung Dharmawanita Tanah Datar Komplek Indo Jolito Batusangkar, Selasa (11/12), ada beberapa hal yang dapat dilihat dari ratusan jenis pakaian adat bagi perempuan minang itu, pakaian kaum perempuan minang tidak mengacu pada pakaian kaum laki-laki, tidak sama dengan pakaian organisasi perempuan yang ada saat ini seperti halnya persatuan isteri tentara (organisasi Persit), organisasi isteri polri (Bhayangkari), ASN (Dharmawanita) namun mengacu pada daerah dan nagari.
"Perempuan minang terlihat mulia tampak dari pakaiannya (elegan dan etnik), makmur, ada pakaian perempuan minang itu yang bersunting emas (1 kg emas) jadi ada pengawalan saat pemakaiaannya, tidak sempit yang memperlihatkan bentuk tubuh perempuan ataupun transparan maupun menyerupai pakaian lelaki, jadi mencirikan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK)," ujarnya.
Raudha yang juga dikenal dengan nama pena Upita Agustine ini, menyebutkan, dari elemen pakaian perempuan Minang terdiri dari empat hal seperti baju kuruang basiba, ada yang sebatas lutut dan ada yang dalam, biasanya yang sebatas lutut dipakai bagi perempuan yang belum menikah, sementara yang dalam atau sampai di bawah lutut dipakai bagi ibu-ibu dan perempuan yang sudah tua.
"Ada lagi pakaian perempuan Minang, kebaya dalam yang juga berawal dari baju kuruang basiba, namun ada perbedaan sedikit dan memakai selendang, dan ini hanya dipakai bagi perempuan yang sudah menikah," ulasnya.
Dia ceritakan, perempuan minang zaman dahulu kalau baru menikah saat melayani suaminya makan petama sekali dirumahnya, perempuan ini pakai kebaya, sementara isteri pamannya akan membawakan perhiasan untuk dipakaikan siperempuan. "Sekarang hal seperti itu tidak ada lagi, bahkan usai menikah perempuan sekarang hanya pakai celana pendek atau daster yang transparan, perubahan yang cukup luar biasa," sebutnya.
Hal kedua dikatakannya, yaitu kain Kodek (kain sarung), ini bisa batik, bisa songket dan bisa juga sarung. Bercerita tentang songket Ia katakan Songket Minang adalah yang terbaik di dunia, ini menurut penelitian Dr. John Bernard dari Swedia dan zaman dahulu disetiap rumah gadang ada kain songket ini.
"Yang ketiga tangkuluak (penutup kepala), tangkuluak ini juga banyak dan bervariasi, seperti yang dipakai ketua Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Tanah Datar Ny. Retri Zuldafri Darma, tangkuluak dari batik atau selendang," katanya.
Kemudian katanya, Kain Sandang (selendang) yang biasa dipakai kaum perempuan yang sudah tua.
Terkait peringatan Hari Ibu ke-90 tahun 2018 ini, Raudha Thaib menyebut tantangan kedepan semakin berat bagi kaum perempuan, terutama ketahanan sosial dan pengembangan adat serta budaya Minangkabau. "Akibat perubahan zaman yang semakin cepat muncul nilai-nilai baru yang dipengaruhi budaya barat, ini dituntut peran ibu-ibu sebagai lini terdepan dalam pengawasan anak-anak, terutama remaja," katanya.
"Ini diperlukan perbincangan serius dan berkesinambungan tentang ABS-SBK, perempuan menjadi orang yang aktif dan berinisiatif kearah yang benar, sehingga menjadi contoh teladan dalam pembinaan dan pendidikan di rumah tangganya," ucap Dia lagi.
Sementara itu ketua GOW Tanah Datar Ny. Retri Zuldafri Darma, menyebut jika tema yang diangkat pada perayaan HUT hari Ibu yang ke-90 ini,"Bersama Meningkatkan Peran Perempuan dan Laki-laki Dalam Membangun Ketahanan Keluarga Untuk Kesejahteraan Bangsa," sangat sesuai dalam menghadapi tantangan zaman saat ini.
"Tidak bisa dipungkiri jika peran kaum perempuan terutama Ibu-ibu sangat penting dalam mewujudkan ketahanan sebagai pilar pembangunan bangsa dan negara yang adil dan sejahtera. Kaum ibu adalah orang yang pertama mendidik dan menanamkan nilai-nilai serta norma-norma dalam keluarga, tanpa mengecilkan peran ayah sebagai kepala keluarga, "ulasnya.
Terkait peragaan pakaian adat salingka nagari yang diperlombakan, Retri katakan, ini upaya kita melestarikan pakaian adat ranah minang yang cukup banyak dan kaya akan filosofi yang terkandung di dalamnya, kedepan ini akan terus kita lestarikan.
Acara dimeriahkan dengan peragaan ragam busana perempuan Minang yang diikuti perwakilan GOW dan Bundo Kanduang se-Tanah Datar, dan aneka permainan menarik lainnya.
Turut hadir Kepala Dinas Sosial yang diwakili Sekretaris, ketua Persit Kodim 0307 Tanah Datar, Wakil Ketua Bhayangkari Polres Tanah Datar, Bundo Kanduang dan undangan lainnya. (Irfan/put)