Notification

×

Iklan

Iklan

Fadli Zon Mengaku Geli dengan Klaim Keberhasilan Pembangunan

02 Januari 2019 | 18:11 WIB Last Updated 2019-01-02T11:11:13Z
Dr. Fadli Zon, M.Sc. 


JAKATA --- Wakil Ketua DPR Dr. Fadli Zon, M.Sc. menghaku geli dengan klaim-klaim sukses pembangunan. Padahal fakta menunjukkan, banyak klaim keberhasilan yang disebut justru bertolak belakang dengan rencana awal yang dijanjikan.

Politisi asal Payakumbuh itu menyatakan, dirinya mencermati empat tahun belakangan, pemerintah terkesan tak memiliki road map yang jelas dan pembangunan hanya dijadikan sebagai etalase politik. Pembangunan, tegasnya, merupakan kewajiban pemerintah.

“Membangun itu kewajiban pemerintah, bukan prestasi. Tapi kenyataan yang kita hadapi, kalangan pemerintah justru mengklaim sukses-sukses dalam membangun,” ujar Fadli dalam catatan akhirnya tahunnya yang disampaikannya, Rabu (2/1).

Fadli mencontohkan soal  jargon pembangunan yang semula dikenal dengan revolusi mental, namun belum genap empat tahun jargon itu telah lenyap, lalu diganti klaim pembangunan infrastruktur fisik. Masalahnya, klaim pembangunan infrastruktur juga sering kali mengambil hasil-hasil pembangunan dari pemerintahan terdahulu, atau hasil pemerintah provinsi dan kabupaten.

Pembangunan Bandara Kertajati di Majalengka, misalnya, menurut Fadli sebenarnya itu adalah keberhasilan Pemerintah Provinsi Jawa Barat di bawah Gubernur Ahmad Heryawan, tapi kini diklaim seolah-olah hasil pemerintah pusat sekarang. Pembangunan bandara itu sudah dimulai pada periode lalu dengan menggunakan sebagian besar dana APBD,” kata Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Partai Gerindra tersebut.

“Begitu juga dengan jargon pembangunan poros Maritim,” sebut Fadli. Pemerintah pernah berbusa-busa memperkenalkan konsep tol laut, tapi yang dibangun justru tol berbayar di darat. Itupun, banyak dibiayai oleh utang yang kini membebani keuangan BUMN.

Adanya kesenjangan antara konsep atau janji dengan realisasi, menurutnya, menunjukkan sejak awal pemerintahan ini memang tak memiliki strategi pembangunan yang jelas. Ini membuat sebagian besar proyek pembangunan menjadi tak realistis, karena memang tak berangkat dari proyeksi kebutuhan dan perencanaan matang. Selain itu, pembangunan gagal menstimulus pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan 7-8 persen.

Fadli menyebut, pembangunan mestinya juga dilakukan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan, bukan untuk kepentingan etalase politik atau pencitraan semu. Mahal sekali harga yang harus dibayar oleh rakyat Indonesia nantinya.

Dalam empat tahun terakhir misalnya, kata dia, anggaran publik dan juga utang sektor publik secara jor-joran digunakan untuk pembangunan infrastruktur, dengan mengabaikan kebutuhan lainnya. Jika hasil pembangunan itu utilisasinya minim, bukankah itu merugikan dana publik yang telah dihabiskan?

“Saya juga melihat klaim-klaim keberhasilan pembangunan ekonomi pemerintah cenderung membodohi publik. Contoh klaim pembangunan jalan tol. Jalan tol itu sebagian infrastruktur swasta, bukan infrastruktur publik, bagaimana ceritanya pembangunan jalan tol diklaim sebagai prestasi pembangunan,” ujarnya bernada tanya.

Menurutnya, infrastruktur publik itu adalah jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, dan sejenisnya, bukan jalan tol, karena masyarakat harus membayar jika ingin menggunakan jalan tol. Masalahnya, alih-alih memperbaiki jalan lintas Sumatera, misalnya, atau jalan-jalan arterinya yang rusak, Pemerintah malah berniat membangun jalan tol lintas Sumatera yang sifat publiknya masih dipertanyakan.(Musriadi Musanif)


IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update