Oleh: Hardisman, PhD
Dosen Universitas Andalas
Tahun ini adalah tahun politik, yang mana para politisi akan memperebutkan kursi sebagai anggota legislative baik tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi ataupun Pusat. Satu kata kunci dalam persaingan politik, untuk memegang kekuasaan.
Sejatinya, menjadi pemimpin dan memegang tampuk kekuasaan adalah amanah dari Allah subhanahu wataala dan titipan amanah masyarakat. Selain ada tanggung jawab sosial masyarakat lainnya, pemerintahlah yang punya tanggung jawab utama dalam merubah kondisi masyarakatnya melalui pembentukan dan pelaksanaan sistim yang baik pada semua sendi kehidupan, seperti keamanan, pelayanan kesehatan, kegiatan ekonomi dan pendidikan. Pemerintah berkewajiban menciptakan kehidupan ekonomi yang adil. Pemerintah juga berkewajiban menciptakan ketersediaan pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi rakyatnya secara baik dan merata. Inilah sebenarnya tugas yang harus diemban oleh penguasa yang mengerti apa arti amanah yang diembannya.
Namun sayang, banyak diantara orang-orang yang diberikan amanah itu justru menggunakan kekuasaannya bukan untuk kemaslahatan ummat, tetapi malah untuk kesenangan pribadi atau bahkan berbuat kerusakan. Hampir setiap saat kita dapat saksikan pemberitaannya di media masssa, banyak para pejabat dan politisi yang saat berkuasanya justru melakukan tindakan-tindakan memperkaya diri, keluarga dan kroni-kroninya. Lebih jahat lagi, ada yang disaat berkuasa malah menindas orang-orang yang lemah yang seharusnya ia lindungi. Inilah yang diceritakan oleh Allah bahwa diantara pemimpin itu ada yang berbuat jahat dan menyesatkan (Lihat QS Al-Ahzab [33]:67).
Apa yang kita saksikan hari ini hanyalah pengulangan sejarah, didalam Al-Quran beulang kali Allah menceritakan tentang Firaun (Lihat QS Al-Fajr [89]:10-114, Al-Buruj [85]:17-20, Yunus [10]:90-92, Al-Baqarah [2]:49-50, Thaha [20]:24, 42-79 dan Al-Ankabut [29]:39), Namruz (Lihat Al-Baqarah [2]:258) dan penguasa negeri Kaum Ad (Lihat QS Al-Araaf [7]:74-75 dan Hud [11]:59). Mereka-mereka itu adalah pemimpin-pemimpin pada masanya tidak mengakui kekuasaan Allah subhanahu wataala serta berbuat sewenang-wenang atau zalim kepada rakyat yang dipimpinnya. Namun pada akhirnya, Allah SWT membinasakan mereka semua (Lihat QS Az-Zukhruf [43]:55-56).
Kisah-kisah tersebut diceritakan kembali oleh Allah subhanahu wataala kepada Muhammad Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebagi wahyu bukan hanya sekedar catatan sejarah masa silam. Kisah-kisah tersebut diceritakan untuk dijadikan pelajaran bagi Rasul dan umatnya, agar jangan sampai terjatuh kepada perbuatan yang sama (Lihat QS Yunus/10:90-92 dan Az-Zukhruf [43]:54-56). Tapi apa yang hendak dikata, saat ini justru hal yang demikian itulah yang banyak disaksikan:
Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)" (90). Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan (91). Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami (92) (QS Yunus [10]:90-92).
Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan Perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. karena Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik (54). Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut) (55). Dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian (56) (QS Az-Zukhruf [43]:54-56).
Kekuasan memang membuat orang terbuai dan mudah lupa pada idealisme yang dimiliki semula. Seseorang yang sebelum berkuasa bisa saja mempunyai niat yang baik, namun tatkala telah berkuasa, jabatan telah ditangannya dan kesempatan untuk melakukan apa yang dia mau terbuka lebar maka semua niat tulus itu hilang. Inilah yang diperingatkan oleh Allah SWT dalam firmanya Surat Muhammad [47] ayat 22: Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.
Oleh karena itu setiap penguasa dan pemimpin harus menjaga Iman dan keteguhan hatinya agar tetap istiqamah. Ingatlah, meskipun seorang penguasa yang curang bisa mendapatkan segala yang diinginkannya tapi pasti tidak akan mendatangkan ketenangan dan kebahagian.
Untuk mencapai keridhaan Allah subhanahu wataala, kebahagian dan ketenangan jiwa di dunia dan kebahagian yang hakiki di hari akhir kelak, setiap pemimpin harus kembali sadar bahwa kekuasaan dan jabatan yang diperolehnya hanyalah titipan sementara. Ia adalah amanah untuk dijaga yang digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan, bukan untuk dikuasai apalagi digunakan sebagai alat untuk melakukan kezaliman.
Inilah yang seyogyanya diingat oleh para pemimpin yang dinerikan amanah memegang kekuasaan di negeri ini, pada setiap lapisan dan tingkatan. Apalagi, saat berkampanye para polotisi telah mebuat janji-janji yang mesti metreka penuhi. Kita menagih janji untuk mengingatkan kebaikan pada diri mereka sendiri dan kesejahteraan negeri ini. Para politisi yang bertanding pada pemilu tahun 2019 ini, semoga nanti janji-janji bisa ditepati dan suatu saat akan mengukir prestasi.