Masyarakat Mentawai beristirahat di luar rumah pada malam hari seusai gempa beruntun yang melanda Mentawai dan sekitarnya , Sabtu (02/02) ( foto : istimewa ) |
Oleh : AHMAD ARIF (KOMPAS)
Pasbana.com -- Gempa berkekuatan M 6,1 mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pada Sabtu (2/2/2019) pukul 16.27 WIB.
Sekalipun tidak memicu tsunami, gempa kali ini perlu diwaspadai karena terjadi di pinggiran zona megathrust yang masih menyimpan energi gempa besar.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, episenter gempa bumi ini terletak pada koordinat 2,92 Lintang Selatan dan 99,98 Bujur Timur, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 105 kilometer (km) arah tenggara Kota Tua Pejat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, pada kedalaman 26 km.
Guncangan gempa bumi ini dilaporkan di daerah Padang Panjang, Bukittinggi, Solok II-III MMI (Modified Mercalli Intensity) Padang, Pariaman, Painan III-IV dan Kepulauan Mentawai (Tua Pejat, Pagai Selatan) IV-V MMI. Intensitas gempa IV MMI berpotensi menimbulkan pecahnya perabotan.
”Laporan warga menunjukkan beberapa rumah mengalami kerusakan ringan di Pulau Pagai Utara,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono ketika dihubungi dari Surabaya.
Menurut Daryono, hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi tidak berpotensi tsunami.
Sekitar 24 menit sebelumnya, di lokasi yang berdekatan terjadi gempa bumi dengan kekuatan M 5,3.
Berikutnya, pada pukul 17.59 WIB, kembali terjadi gempa bumi berkekuatan M 6.1.
”Sampai pukul 19.30 WIB gempa susulan sudah 42 kali.Ada 5 aktivitas gempa yang guncangannya dirasakan masyarakat, yaitu magnitudo M 5,3, M 6,1, M 5,3, M 5,9, dan M 5,” katanya.
Sampai pukul 19.30 WIB gempa susulan sudah 42 kali.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi ini termasuk dalam klasifikasi gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
Lokasi gempa ini termasuk di zona megathrust yang menyimpan potensi gempa besar.
Gempa bumi ini termasuk dalam klasifikasi gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
Konvergensi kedua lempeng tersebut membentuk zona subduksi yang menjadi salah satu kawasan sumber gempa bumi yang sangat aktif di wilayah Sumatera. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi ini dipicu oleh penyesaran naik (thrust fault).
Kajian ahli gempa bumi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawidjaja, zona megathrust di kawasan ini termasuk seismic gap, yaitu zona berpotensi gempa besar, yang sebelah kanan atau kirinya sudah runtuh.
”Gempa kali ini di pinggiran selatan segmen yang terkunci,” katanya.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengatakan, lokasi pusat gempa saat ini terletak di antara segmen yang belum pecah dan yang sudah pecah pada tahun 2007 dan 2010.
Gempa pada 13 September 2007 berkekuatan M 8,5 dan M 7,9, sedangkan pada 25 Oktober 2010 terjadi gempa dengan kekuatan M 7,8.
Lokasi pusat gempa saat ini terletak di antara segmen yang belum pecah dan yang sudah pecah pada tahun 2007 dan 2010.
”Meskipun lokasi gempa saat ini terletak di batas di antara segmen yang belum pecah dan yang sudah pecah, tetapi tetap harus diwaspadai.
Semoga ini bukan preshock,” kata Daryono.
Lokasi gempa kali ini berada di batas segmen gap.
Peneliti Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) Rahma Hanifa mengatakan, gempa kali perlu menjadi peringatan untuk kesiapsiagaan masyarakat di Mentawai, terutama terhadap potensi tsunami. Mengingat sumber gempanya yang relatif dekat, potensi tsunami di Kepulauan Mentawai hanya sekitar lima menit setelah gempa bumi.***