Ditulis oleh : A. Rudolf Smit (Praktisi Pariwisata)
Di Industri Pariwisata timbul banyak istilah-istilah yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai ”jargon". Jargon sendiri, menurut Kamus Bahasa Inggris-Indonesia oleh John M. Echols dan Hassan Shadily adalah bahasa golongan tertentu. Setiap cabang ilmu pengetahuan memiliki jargonnya sendiri-sendiri. Menurut kami jargon adalah perwujudan dari keangkuhan Cendikiawan untuk menciptakan suatu golongan elit tersendiri, sebab jargon susah untuk di mengerti awam.
Sedangkan tujuan kami menulis ialah memasyarakatkan pariwisata, maka jargon pariwisata harus terlebih dahulu di terjemahkan dan dibuat sederhana sehingga mudah di pahami. Di bidang pariwisata ini, kita dapat menemukan banyak istilah-istilah populer sulit dimengerti dengan sendirinya. Semisalnya saja Agrowisata, Wisata Pedesaan, Ecotourism, dan lain sebagainya. Bila kita sudah menyepakati arti yang sama maka barulah kita dapat membahasnya.
Desa Wisata
Di negara berkembang, masyarakat umumnya masih hidup secara sederhana dan pertanian masih mata pencaharian yang dominan. Indonesia pun pertanian masih menjadi ciri utama kehidupan pedesaan. Dalam bahasa Inggris ilmu pengusahaan tanah pertanian disebut ”agronomy”. Jadi, kata yang berawal dengan ”agro” mengandung arti tanah pertanian.
Sekarang muncul suatu ide usaha, membawa wisatawan ke daerah pedesaan untuk melihat kehidupan di desa sambil menikmati suasana khas daerah pertanian. Kegiatan baru ini diberi nama Agrowisata.
Dan para wisatawan yang dijadikan sasaran pemasaran oleh pelaksana Agrowisata adalah mereka yang belum pernah melihat kehidupan di desa dan sasarannya masyarakat perkotaan yang jenuh dengan rutinitas kekotaan tersebut. Agrowisata dapat juga dipasarkan kepada wisman yang berasal dari daerah pertanian di luar negeri dan ingin mengetahui bagaimana kehidupan di desa-desa negara lain.
Akibat dari perkembangan ini adalah timbulnya istilah baru yaitu desa wisata dan wisata pedesaan. Desa Wisata dapat diartikan suatu desa yang sudah dipersiapkan untuk menerima wisatawan. Sedangkan wisata pedesaan sama artinya dengan agrowisata.
Dengan direkomendasikannya Sumatera Barat sebagai Daerah Tujuan Wisata Pedesaan (DTWP), semestinya Pemda di setiap Kabupaten dengan para unsur pariwisata daerah ini mulai berlomba untuk mempersiapkan desa-desa tertentu menjadi obyek wisata.
Struktur Organisasi
Pengelolaan Wisata Pedesaan, seperti pengelolaan jenis-jenis wisata lainnya, harus melibatkan banyak unsur dan koordinasi antar sektor semestinya berjalan mulus. Ini hanya dapat terlaksana jika struktur organisasinya dibuat seramping mungkin dengan garis komando yang jelas atau kewenangan setiap bagian dari organisasi ini tidak saling tumpang tindih. Kebiasaan di negara kita adalah memasukkan sebanyak-banyaknya orang dalam suatu organisasi. Ada seksi inilah, seksi itulah bikin ribet saja.
Pokoknya, semua kebagian sehingga organisasinya menjadi ”gendut” dan terlalu banyak yang mau jadi ”boss”. Kami jamin kalau ini terjadi maka hasilnya hanya satu – Kegagalan.
Semua unsur harus terwakili tetapi dengan wewenang yang bertanggung jawab. Maksud kami, wewenang hanya dipergunakan untuk mencapai sasaran yang disepakati bukan untuk pamer kekuasaan dan mempersulit kegiatan unsur lain. Perangkat desa, Pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan terkait, semua instansi terkait Dinas Pariwisata, Dinas PU, PHRI, ASITA, HPI perlu dilibatkan dalam gagasan ini.
Ada kecenderungan Pemda menunjuk suatu perusahaan untuk mengelola suatu obyek wisata dengan tujuan utama memungut retribusi. Ini tidak baik karena pengembangan obyek wisatanya tidak tertuang dalam suatu Program. Hasil pungutan retribusinya malah hanya untuk menambah pendapatan Pemda saja yang akan digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain.
Kepentingan bisnis memang harus diperhatikan karena suatu usaha yang tidak bermotifkan laba tidak akan berhasil. Tidak mungkin seorang pengusaha atau suatu perusahaan mau mengelola sesuatu kalau tidak ada profit yang jelas. Namun keuntungan ini jangan semata-mata hanya untuk pengusaha atau perusahaan yang ditunjuk tetapi untuk semua yang terlibat dalam pengelolaan suatu obyek wisata.
Yang kami maksud adalah pengelolaannya harus secara profesional dan seperti suatu usaha bisnis. Semua unsur tersebut diatas tadi harus dihimpun dalam suatu Tourism Development Corporation (TDC) yang berbentuk perseroan terbatas.
Sistem Pemasaran
Seperti pemasaran paket-paket wisata lainnya, pemasaran wisata pedesaan dapat dilakukan melalui Biro-biro Perjalanan Wisata (BPW) baik dalam negeri mauoun luar negeri, melalui perusahaan-perusahaan penerbangan nasional dan asing, melalui kantor-kantor Promosi Pariwisata Indonesia di luar negeri. Justru kehadiran anggota-anggota PHRI, ASITA dan HPI dalam organisasi TDC ini akan mempermudah usaha pemasaran.
Para anggota HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) dapat diundang meninjau obyek wisata pedesaan ini. Mengundang BPW tertentu untuk meninjau dan memberikan saran juga dapat dilakukan. Sudah tentu anggota Pers nasional dan para koresponden media asing jangan dilupakan.
Paket Wisata Pedesaan macam apa yang dapat diciptakan? Kami pernah menikmati keramahtamahan seorang tokoh Minahasa di Desa Sonder, Sulawesi Utara beberapa tahun yang lalu. Pada waktu itu Keluarga Eman telah mengembangkan Desa Sonder menjadi Desa Wisata. Beberapa rumah penduduk diperbaiki untuk dapat menerima tamu dan dikategorikan dalam 3 kelas, A, B, dan C. Rumah Kategori A lebih besar, lebih luks daripada yang lain.
Persis seperti jenis kamar hotel yang berbeda fasilitas dan harganya. Di desa itu juga dibuka satu BPW untuk menangani permintaan tour para wisatawan. Suatu Taman Rekreasi yang luas dengan fasilitas konvensi dibangun. Dalam taman yang berbukit-bukit ini para pengunjung dapat bermain-main di danau, berduduk santai sembari melihat pemandangan indah dengan hamparan hijau atau mempelajari berbagai jenis pepohonan dan tumbuhan dari seantero nusantara yang ditanam dengan tanda pengenal pada setiap tumbuhan.
Setiap wisatawan yang datang akan disambut dengan tari-tarian Minahasa seperti Tari Cakalele. Wisatawan pun mendapat kesempatan untuk mengenal penduduk dan menyaksikan kehidupan sehari-hari mereka. Kelompok-kelompok wisatawan juga disuguhkan makanan khas daerah itu seperti Bubur Manado.
Village Life Tour
Kami pernah merancang suatu Paket Wisata yang kami sebut Village Life Tour atau Tour Kehidupan Desa. Bedanya dengan contoh Desa Wisata Sonder, paket kami ini tidak memerlukan penginapan di desa. Paket ini hanya untuk Tour 1-hari.
Kita memulai perjalanan dengan mengunjungi Candi Borobudur atau Candi Prambanan atau Kraton. Kemudian kita mengunjungi suatu desa, letaknya tidak jauh dari obyek wisata yang dikunjungi sebelumnya.
Setibanya di desa ini kita dipandu oleh pramuwisata atau wakil warga desa berjalan kaki mengelilingi desa untuk melihat warga desa membuat benda-benda kerajinan seperti wayang kulit atau wayang golek, keramik, ukiran-ukiran, dlsb. Di tempat pembuatan wayang, misalnya, diadakan pertunjukan singkat disertai penjelasan mengenai tokoh-tokoh pewayangan.
Dari sana kita diajak ke balai desa untuk makan secara lesehan dengan menggunakan tangan, a la tradisional, sambil menikmati tari-tarian yang dipersembahkan oleh warga desa. Musik tradisional pun dapat dipertunjukkan seperti orkes bambu tektek.
Untuk para wisman perlu diperlihatkan bagaimana para petani kita mempersiapkan lahan, membajak sawah atau memanen, sebuah proses tentunya.
Meskipun ada yang berpendapat bahwa memperlihatkan cara kerja petani tradisional kita ini dapat memberikan kesan bahwa warga desa kita masih terbelakang, kami tetap beranggapan bahwa selama faktor-faktor modernisasi maupun cara-cara lama dalam pertanian yang merusak lingkungan tidak kita perlihatkan para wisman akan terkesan.
Namun, suasana dan kearifan lokalnya mesti disesuaikan dengan kehidupan tradisional masyarakatnya, agar bisnis wisata ini dapat berselaras dengan lingkungan pedesaan, tersebut.
Semoga Wisata Pedesaan menjadi paket wisata andalan Sumatera Barat