Kondisi hutan mangrove yang telah dialihfungsikan menjadi tambak udang ( foto : Dok. Antara ) |
Lubukbasung - Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Resor Agam, Sumatera Barat menyayangkan hutan mangrove di Pasia Paneh, Nagari Tiku Selatan, Kecamatan Tanjungmutiara, dialihfungsikan menjadi tambak udang karena lokasi itu merupakan habitat satwa dilindungi.
Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Agam, Ade Putra di Lubukbasung, Kamis (28/03), mengatakan saat ini hutan tersebut telah dibuka oleh investor seluas 1,5 hektare dari luas lahan yang mereka miliki 13,7 hektare.
Di lokasi itu juga telah dibuka jalan sepanjang 1,8 kilometer dengan lebar delapan meter dan lokasi hutan mangrove berada di luar hutan lindung.
"Ini berdasarkan pengamatan yang kita lakukan dengan anggota Polsek Tanjungmutiara dan masyarakat setempat, Rabu (27/3), setelah ada laporan dari masyarakat terkait alihfungsi mangrove ke Polsek Tanjungmutiara," katanya.
Saat pengamatan di lokasi, tambahnya, tim menemukan satwa dilindungi seperti, kucing bakau, bangau tong-tong dan lainnya.
Lokasi itu juga merupakan habitat dari buaya muara, karena saat ini ada buaya yang sedang bertelur dengan jarak sekitar 500 meter dari lokasi dan diperkirakan menetas pada awal April 2019. Sebelumnya lokasi itu juga ada buaya muara yang bertelur pada awal 2018.
"Sungai di Tiku merupakan habitat buaya muara dan sering terjadi konflik satwa dengan manusia akibat menyempitnya habitat setelah terjadinya ahlifungsi lahan," katanya.
Selain satwa dilindungi, tim juga menemukan bakau atau mangrove dengan jenis rhizophira sp, avicennia sp, xylocarpus sp, bruguiera sp dan nipah.
Dengan terjadinya ahlifungsi hutan mangrove itu, BKSDA Agam akan melakukan koordinasi dengan Pemkab Agam.
"Koordinasi itu bakal kita lakukan dalam waktu dekat, sehingga ahlifungsi lahan tidak meluas," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Sosial Masyarakat Membangun Bersama Membela Bangsa Agam Lukman, mengatakan pemerintah harus melakukan tindakan tegas terkait ahlifungsi mangrove itu, karena ini merupakan yang kedua kalinya setelah satu hektare hutan mangrove di Gasan Ketek, Nagari Tiku Selatan juga dialihfungsi.
Ahlifungsi itu melanggar Perda No 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Agam dan pada pasal 29 ayat 1 berbunyi kawasan lindung lainnya sebagai mana dimaksud dari pasal 22 huruf a.
Sementara pada ayat 3 huruf b berbunyi taman pesisir berupa hutan mangrove dan nipah yang berada di pesisir Kecamatan Tanjungmutiar yaitu, Nagari Tiku Selatan, Muaro Putih, Masang dan Tiku Lima Jorong.
Ahlifungsi ini juga melanggar Peraturan Presiden Republik Indonsea No 73 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pada PP itu telah ditetapkan arah kebijakan yakni, peningkatan fungsi ekosistem mangrove dalam perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan garis pantai dan sumber daya pesisir serta peningkatan prodak yang dihasilkan sebagai pendapatan negara dan masyarakat.
"Salah satu sasaran kebijakan adalah tercapainya peningkatan kualitas dan kuantitas ekosistem mangrove pada kawasan lindung dan budidaya," katanya.
Selain itu juga melanggar Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau kecil. Pada pasal 73 ayat 1 berbunyi dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
"Mangrove merupakan daerah dilindungi dan dipertahankan keberadaannya sebagai ekosistem, penahan abrasi pantai, habitat dari berbagai jenis ikan dan penyediaan carbon," katanya. (*)
Sumber : Sumbar Antara news