PASBANA.COM - Apresiasi yang tinggi kita berikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang secara resmi menandatangani Peraturan Presiden, yang menetapkan bahwa 1 Mei sebagai hari libur nasional bersamaan dengan perayaan hari buruh yang diperingati seluruh penduduk dunia pada tahun 2013.
Penetapan 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur nasional bukanlah hal yang mudah. Kisah yang panjang mewarnai hal ini.
Pada era Presiden Soeharto, May Day diidentikkan dengan ideologi "kiri" yang saat itu dilarang keberadaannya. Dan sikap pemerintah di era reformasi juga belum membuka diri untuk hal ini secara penuh.
Sejarah May Day memang diawali oleh sebuah peristiwa mogok kerja yang dilakukan oleh para buruh di lapangan Haymarket, Chicago, Illinois, Amerika Serikat (AS) pada 4 Mei 1886.
Di era globalisasi ini, May Day lebih dimaknai dengan adanya tuntutan untuk kesejahteraan, jaminan kesehatan, dan jaminan hari tua bagi buruh serta kapabilitas buruh dalam menghadapi era 4.O.
Lawan sebenarnya dari buruh bukanlah buruh lainnya. Namun tantangan yang terberat adalah hadirnya robot pekerja yang dibekali dengan sistem kecerdasan buatan.
Tenaga kerja yang terdampak dari adanya disrupsi ini adalah karyawan bank yang di PHK pada tahun 2016 yang lalu. Jumlahnya cukup signifikan, 50 ribu orang.
Riset Organisasi Buruh Internasional (ILO) di tahun 2016 menyebutkan bahwa fenomena otomatisasi industri memberikan ancaman bagi 242,2 juta (56 persen) buruh manusia di seantero Asia Tenggara. Ancamannya pun merentang di berbagai bidang, mulai dari industri otomotif, garmen, retail, hingga bisnis outsourcing.
Di Asia Tenggara, bisnis-bisnis tersebut kebanyakan dimiliki oleh perusahaan multinasional seperti Adidas yang "menitipkan" pabriknya di Indonesia, Thailand, Filipina, Kamboja, hingga Vietnam. Ada lebih dari 60 persen buruh Indonesia dan 73 persen buruh Thailand di industri otomotif dan suku cadang yang terancam menjadi pengangguran akibat serbuan robot pekerja.
Sementara itu di industri kelistrikan dan elektronik ancaman menanti 63 persen buruh Indonesia, 81 persen buruh Filipina, 74 persen buruh Thailand, dan 75 persen buruh Vietnam. Di industri retail ancaman memburu 85 persen buruh Indonesia, 68 persen buruh Thailand,71 persen buruh Kamboja, dan 88 persen buruh Filipina.
Di industri garmen, ancaman menyasar 64 persen buruh Indonesia, 86 persen buruh Vietnam, dan 88 persen buruh Kamboja. Sementara itu di bidang bisnis outsourcing, perkembangan robotisasi mengancam masa depan 89 buruh di Filipina.
Inilah ancaman sesungguhnya bagi para pekerja saat ini.