Notification

×

Iklan

Iklan

Tunggu Putus Atau Lanjut Kontrak Kerja Proyek RSUD Bukittinggi

03 Oktober 2019 | 10:38 WIB Last Updated 2019-10-03T03:38:23Z
Terbengkalai Proyek Pembangunan RSUD Bukittinggi (foto: Rizky)


Bukittinggi, Pasbana - Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama Tim Manajemen Konstruksi, Tim Pengawas dan TP4D serta Kontraktor PT. Bangun Kharisma di Ruang Rapat TUP Sekda lantai 3 Pemko Bukittinggi pada tanggal 1 Oktober 2019, menilai Kontraktor PT. Bangun Kharisma Prima sulit untuk meneruskan ketertinggalan bobot kerja (deviasi) RSUD Bukittinggi yang sudah disepakati sebelumnya.

Kemungkinan besar Proyek RSUD Bukittinggi  yang bernilai 102 Miliar rupiah tersebut akan diputus kontrak kerjasama dengan Kontraktor PT. Bangun Kharisma Prima karena dinilai tidak bisa menyelesaikan ketertinggalan bobot kerja pasca keluar Surat Peringatan (SP) 3.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi, selaku Kuasa Pengguna Anggaran RSUD Bukittinggi, Yandra Ferri menegaskan, "Kemungkinan besar akan diputus kontrak kerjasama pembangunan gedung RSUD Bukittinggi dengan Kontraktor PT. Bangun Kharisma Prima. Namun untuk memastikan pemutusan kontrak tersebut kami harus menunggu surat resmi dari Manjemen Konstruksi terkait hasil akhir kerja kontraktor." Rabu, (02/10)

Manajemen Konstruksi (MK) merupakan Wakil dari PPK yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas PPK. Dalam menjalankan tugasnya MK dibantu oleh beberapa orang yang masing-masing mempunyai keahlian dalam disiplin ilmu yang diperlukan proyek.

Lanjut Feri, ketika memang terjadi pemutusan kontrak kerja dilakukan tapi setelah 14 hari pasca menerima surat resmi dari MK. Hal ini berguna bagi kontraktor untuk menyelesaikan segala hal administrasi dan sekaligus berbenah-benah sebelum meninggalkan proyek RSUD. 

Melihat perkembangan pembangunan RSUD Bukittinggi pasca rapat evaluasi yang berlangsung pada tanggal 1 Okteber di Balaikota Bukittinggi kemarin, Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK), Asraferi Sabri menegaskan, "Kontraktor PT. Bangun Kharisma Prima ini sudah harus diputus kontrak kerjanya, karena sudah terlalu longgar dan sangat tinggi toleransi yang diberikan Pemko Bukittinggi untuk menyelesaikan pekerjaannya." Kamis, (03/10).

Mengapa, lanjut asaferi, karena kontraktor sudah mendapatkan SP 1, 2 dan 3. Padahal saat menerima SP 1 saja kontraktor sudah mengalami ketertinggalan bobot kerjanya sebesar 9% namun hanya tercapai 1,4 % artinya tidak selesai juga. Lalu lalu dikasih waktu untuk menyelesaiakan pekerjaannya hingga muncul SP 2.

Mestinya saat itu sudah harus diputus kontrak karena kontraktor sudah dianggap wanprestasi. Jangankan untuk menambah bobot kerja sesuai jadwal, untuk menambah bobot deviasi saja kontraktor tidak mampu. Ini ada apa, bukan suatu hal biasa, kalau bukan toleransi tinggi yang diberikan Pemko Bukittinggi?

Lalu sekarang, PPK menunggu surat resmi dari MK untuk pemutusan kontrak dengan kontraktor. Setelah itu menunggu 14 hari, baru keluar surat pemutusan kontrak. Hal ini harus dipastikan selama 14 hari itu, tidak ada kerja lagi bagi kontraktor untuk menambah bobot kerja.

"Kita khawatirnya, jangan-jangan ini hanya bentuk akal-akalan saja agar kontraktor dapat menyelesaikan sisa bobot kerja agar dinilai bisa melanjutkan proyek, yang pada akhirnya tidak ada pemutusan kontrak kerja dengan PT. Bangun Kharisma Prima," tutup Asraferi. (Rizky)

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update