Notification

×

Iklan

Iklan

KPK Akan Ambil Alih Kasus Tipikor Yusafni, Diduga Gubernur Sumbar Terlibat

26 November 2019 | 00:05 WIB Last Updated 2019-11-25T17:05:08Z
Wendra Yunaldi, Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Anti Korupsi (LUHAK) Fakultas Hukum Muhammadiyah Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB)

Bukittinggi - Wendra Yunaldi, Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Anti Korupsi (LUHAK) Fakultas Hukum Muhammadiyah Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB) Bukittinggi menyampaikan bahwa Terpidana Yusafni bukanlah pelaku utama dalam kasus tindak pidana korupsi yang diputus oleh Pengadilan Negeri Padang dengan nomor perkara :01/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Pdg. Terpidana Yusafni adalah mantan PNS non-struktural pada Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang & Permukiman (Prasjaltarkim) Provinsi Sumatera Barat, yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara sebesar 62,5 Miliar rupiah dan telah di vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang selama 10 tahun penjara dan denda 1 Miliar rupiah.

Hal tersebut terungkap dalam Desiminasi Publik terkait kajian dan pemanfaatan hasil perekaman sidang tindak pidana korupsi yang berlangsung di ruang pertemuan Fakultas Hukum UMSB Kota Bukittinggi bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Acara tersebut dihadiri oleh Fauzan Azim, Ketua PBHI Sumbar, Roni Saputra, Ketua LBH Padang, Mahasiswa Fakultas Hukum UMSB, serta Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi.

“Berdasarkan hasil Lembaga Kajian Hukum dan Anti Korupsi Fakultas Hukum UMSB, banyak kejanggalan yang terjadi terhadap beberapa proyek yang dilakukan oleh Yusafni sehingga kita memiliki kesimpulan Yusafni tidak bekerja sendirian. Kita minta pada KPK untuk mengambil alih kasus ini agar tidak terhenti pada Yusafni saja,” kata Wendra.

Desiminasi Publik yang dibacakan Roni Saputra, terkait putusan Pengadilan Negeri nomor :01/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Pdg terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Terpidana Yusafni yakni perbuatan korupsi yang di mulai sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2016, Dalam putusan PN Padang menyatakan bahwa Yusafni selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada tahun 2012 dan selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada 2013-2016 di Dinas Prasjaltarkim Provinsi Sumbar, bersama-sama dengan saksi Kepala Dinas Prasjaltarkim Provinsi  Sumbar Suprapto melakukan pengadaan pembebasan tanah by pass, pengadaan lahan untuk pembangunan jalan/jembatan strategis, pemindahan utilitas untuk pembangunan main stadium dan infrastruktur strategis, pengadaan lahan untuk fly over Duku, lahan untuk pelebaran jalan by pass, lahan untuk pelebaran jalan Olo Ladang, lahan untuk asrama Mahasiswa Minang Bogor dengan kerugian yang dialami negara sebesar Rp.62.506.191.351.



Selain itu, Lembaga Kajian Hukum dan anti Korupsi (LUHAK) memberikan 8 anotasi terkait putusan tersebut, diantaranya:
Pertama, dakwaan kumulatif antara Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kedua, pengangkatan Yusafni sebagai KPA tahun 2012 dan PPK tahun 2012 -2016 tidak sesuai aturan hukum.

Ketiga, pembukaan rekening penampung tanpa wewenang/menyalahgunakan kewenangan.

Empat, pelaksanaan Proyek Tanpa Ada Pengawasan.

Lima, pengadaan tanah dan pembebasan lahan tidak sesuai dengan ketentuan UU no.2 tahun 2012 dan Perpres no.71 tahun 2012.

Enam, perbuatan korupsi Yusafni bukan merupakan perbuatan tunggal.

Tujuh, penggunaan pasal pencucian uang tidak tuntas.

Delapan, tidak menjerat mereka yang turut serta.

Dari Desiminasi publik tersebut LUHAK Fakultas Hukum UMSB memberikan tiga saran dalam penegakan hukum ke depan terhadap kasus tersebut adalah:
Pertama, Yusafni bukanlah pelaku utama, maka penting bagi penegak hukum untuk melakukan pengembangan dari fakta persidangan termasuk memproses pihak-pihak lain yang terkait dari perkara. Setidak-tidaknya penegak hukum memperdalam peran dari Gubernur Provinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang & Permukiman (Prasjaltarkim) Provinsi Sumatera Barat, Bank Mandiri Padang, Tim Sembilan, dan Inspektorat serta BPK Sumbar karena dalam proses pengadaan tanah berupa pembayaran ganti rugi tanah/bangunan/tanaman kepada pihak ketiga Dinas Prasjaltarkim telah menyalahi prosedur UU No.2 Tahun 2012.

Kedua, Peneggakan hukum dalam menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) perlu memastikan pihak-pihak yang terlibat menyembunyikan, menyamarkan atau yang menerima transferan dari Yusafni. Penegak hukum harus melakukan proses hukum pada perusahaan tersebut sesuai ketentuan pasal 5 UU TPPU.

Ketiga, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai dengan pasal 10A UU nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK untuk dapat mengambil alih penanganan perkara lanjutan tersebut. (Rizky)

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update