Limapuluh Kota - Berawal laporan polisi Zamhar Pasma Budi konon kabarnya memiliki dua kewarnegaraan, melaporkan mantan Caleg DPR-RI 'RO' ke Polsek Suliki dengan nomor surat laporan Polisi Nomor: LP/K/67/X/2019/Sektor Suliki, tanggal 22 Oktober 2019 dan penetapan tersangka terhadap RO, berdampak di Praperadikannya pihak Polres Limapuluh Kota.
Hal tersebut, berdasarkan surat ketetapan Nomor : S.TAP/05/I/Res.1.11/2020, tanggal 29 Januari 2020 oleh kepolisian Negara Republik Indonesia Resort Limapuluh Kota, kepada Hakim Peradilan yang memeriksa dan mengadili serta memutuskan Perkara Nomor. 01/PID.PRA/2020/PN.TJP pada Pengadilan Negeri Tanjung Pati, digulir persidangannya I, Selasa, 18/02 dan ke II, Rabu (19/2).
Jon Mathias, SH Associates & Legal Consultants, beralamat di Jl. Tebet Barat I-i No.40 Jakarta Selatan, selaku Kuasa Hukum Pemohon (RO) memaparkan dasar dan alasan hukum diajukan Permohonan Praperadilan terhadap penetapan Pemohon (RO) oleh Polres Limapuluh Kota Nomor. S.TAP/05/I/Res.1.11/2020, tanggal 29 Januari 2020. Hal tersebut terkait Laporan Polisi Nomor : LP/K/67/X/2019/Sek- Suliki, tanggal 22 Oktober 2019 oleh ( Zamhar Pasma Budi) ke Polsek Suliki, lantas Resort Limapuluh Kota terbitkan Surat Panggilan No. S.Pgl/43/I/RES.1.11/2020, tanggal 29 Januari 2020, intinya Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka.
Bertolak dari penetapan Pemohon (RO) Tersangka, oleh penyidik Polres Limapuluh Kota, diiringi Surat Panggilan Nomor. S.Pgl/43/1/RES.1.11/2020, tanggal 29 Januari 2020 pada intinya menyatakan: Untuk didengar keterangannya sebagai Tersangka, sehubungan dengan terjadinya dugaan tindak pidana "Penipuan" berupa uang sebesar Rp. 1.763.369.653 yang diketahui terjadi pada hari Kamis, 4/7/2019 sekitar pukul 12.00 Wib bertempat di Jorong Banja Laweh Ketek, Kenagarian Banja Laweh, Kec. Bukit Barisan, Kab. Limapuluh Kota sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan Pasal 378 KUH Pidana.
Terus, keluarnya Surat Ketetapan Nomor. S.TAP/05/I/Res.1.11/2020, tanggal 29 Januari 2020 intinya menyatakan : sehubungan dengan dugaan Tindak Pidana "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang berupa uang sebesar Rp.1.763.369.653,- yang diketahui terjadi pada Kamis, 4/7/2019 sekitar pukul. 12.00 Wib itu, sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 378 KUH Pidana.
Terhitung mulai tanggal surat dikeluarkan maka yang bersangkutan dapat dilakukan pemanggilan pemeriksaan sebagai Tersangka, serta Surat Panggilan Nomor. S.Pgl/43.a/II/RES.1.11/2020, tanggal 06 Februari 2020 intinya menyatakan : untuk didengar keterangan sebagai Tersangka.
Menurut PH Pemohon (RO), Jon Mathias, SH dalam Permohonan Praperadilan atas Penetapan Tersangka "RO", terdapat suatu kejanggalan dalam jumlah kerugian uang yang diderita Zamhar Pasma Budi menjadi Rp.1.763.369.653,-. Sebab, fakta yang sebenarnya uang yang ditransfer Zamhar Pasma Budi ke Rekening Bank Rakyat Indonesia Nomor. 0503-01-027758-50-1 An. Sri Rezeki Mulyaningsih adalah sebesar Rp. 532.000.000,-.
Sangat aneh dan sangat fantastis, bisa- bisanya Zamhar Pasma Budi membuat Laporan Polisi : LP/K/67/X/SEK Suliki, tanggal 22 Oktober 2019 mengaku mengalami kerugian uang sebesar Rp.1.763.369.653,-. Makanya, ujar PH "RO" berdasarkan Peraturan Kepolisian RI Nomor. 6 Tahun 2019, tentang Penyidikan Tindak Pidana Pasal 24 ayat (1) dengan tegas menyebutkan: "Untuk kepentingan pembuktian dapat dilakukan pemeriksaan konfrontasi dengan mempertemukan Saksi dengan Saksi atau Saksi dengan Tersangka".
Makanya Laporan Polisi: LP/K/67/X/SEK SULIKI, tertanggal 22 Oktober 2019, sehubungan dengan terjadinya dugaan Tindak Pidana PENIPUAN" berupa
uang sebesar Rp. 1.763.369.653,- (Satu milyar tujuh ratus enam puluh tiga juta tiga ratus enam puluh sembilan ribu enam ratus lima puluh tiga rupiah) sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan Pasal 378 KUHP, "TERMOHON" (Kepolisian Negara Republik Indonesia, Resort Limapuluh Kota) telah lalai dalam melakukan Penyelidikan dan Penyidikan, antara lain:
a. Bahwa "TERMOHON" dalam melakukan Penyelidikan dan Penyidikan atas dugaan tindak Pidana "PENIPUAN" sebagaimana yang dimaksud dan diatur dalam rumusan Pasal 378 KUH Pidana berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/K/67/X/SEK SULIKI, tertanggal 22 Oktober 2019 baru meminta keterangan dari "PEMOHON" sebatas Klarifikasi;
b. Bahwa "TERMOHON" dalam melakukan Penyelidikan dan Penyidikan atas dugaan tindak Pidana "PENIPUAN" sebagaimana
dimaksud dan diatur dalam rumusan Pasal 378 KUH Pidana berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/K/67/X/SEK SULIKI, tertanggal 22 Oktober 2019 belum pernah meminta keterangan dari PEMOHON" sebagai "SAKSI";
c. Bahwa "TERMOHON" dalam melakukan Penyelidikan dan Penyidikan atas dugaan tindak Pidana "PENIPUAN" sebagaimana yang dimaksud dan diatur dalam rumusan Pasal 378 KUH Pidana berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/K//SEK SULIKI, tertanggal 22 Oktober 2019 belum melakukan Pemeriksaan Konfrontasi antara "Zamhar Pasma Budi ( Pelapor ) dengan RO" (Pemohon);
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Termohon ( Polres Limapuluh Kota) dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka sehubungan dengan terjadinya dugaan tindak pidana Penipuan sebagaimana dimaksud dan diatur dalam rumusan Pasal
Polisi Nomor : LP/K/67/X/ SEK Suliki, tanggal 22 Oktober 2019 TIDAK BERPEDOMAN DAN MELAKSANAKAN Peraturan Kepolisian disebutkan diatas.
Berdasarkan fakta- fakta hukum tersebut diatas, sangat jelas dan nyata Unsur Pasal 378 KUH Pidana tidak terpenuhi, baik dari keterangan Saksi- saksi maupun keterangan dari "PEMOHON", termasuk alat bukti lain berupa surat sehingga secara hukum "PEMOHON" tidak bisa ditetapkan sebagai Tersangka atas Laporan Polisi Nomor : LP/K/67/X/2019/Sek-Suliki, tertanggal 22 Oktober 2019 An. Pelapor "ZAMHAR PASMA BUDI", dan anehnya lagi Penyidik telah memaksakan diri untuk mengirim Surat Pmberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Negeri Suliki yang diterima tanggal 19 Desember 2019.
0leh karena perkara ini tidak cukup bukti untuk menetapkan "PEMOHON" sebagai Tersangka (Pasal 184 (1) KUHAP), dikarenakan perkara ini tidak memenuhi syarat formil untuk dilanjutkan ketingkat Penyidikan apalagi "TERMOHON" (Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort Limapuluh Kota) telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Negeri Suliki.
PH Pemohon (RO) sebutkan Dasar Hukum Praperadilan : Bahwa berdasarkan Pasal 77 Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang undang ini tentang: -a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidar
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;
2. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU/XII/2014, tertanggal 28 April 2015 yang amarnya menyatakan b. Pasal 77 huruf a. Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan, dan penyitaan;
3. Bahwa dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014, Laporan Polisi Nomor : LP/K/67/X/2019/SEK Suliki, tertanggal 22 Oktober 2019 sebagaimana sudah diterbitkan Surat Ketetapan Nomor : S.TAP/05/1/Res.1.11/2020, tertanggal 29 Januari 2020 atas penetapan RO" (PEMOHON) sebagai tersangka oleh Termohon (Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort Limapuluh Kota) berdasarkan interpretasi argumentum a contario telah menjadikan penetapan Tersangka menjadi salah satu objek perkara Praperadilan Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
4. Bahwa berdasarkan uraian Pasal tersebut di atas, maka jelas tindakan tersangka merupakan objek perkara Praperadilan sebagaimana dimaksud Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor: 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, demikian pungkas Jon Mathias, SH. (BD)