Bukittinggi - Sekitar 290.000 lebih lulusan perguruan tinggi ilmu kesehatan di Indonesia sulit mendapat pekerjaan karena tidak memiliki sertifikat lulus uji kompetensi. Sertifikat tersebut cukup memberatkan mahasiswa lulusan ilmu kesehatan karena harus didapat dari panitia khusus diluar perguruan tinggi kesehatan sesuai dengan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan tahun 2020.
Pembahasan tentang sertifikasi lulus uji kompetensi kesehatan ini menjadi salah satu topik kuliah umum Universitas Fort De Kock, Bukittinggi dengan tema peran mahkamah konstitusi dalam melindungi hak konstitusi warga negara di bidang pendidikan kesehatan. Kuliah umum tersebut menghadirkan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Dr. Anwar Usman SH, MH pada hari Sabtu, (07/03).
Menurut Ketua Pembina Yayasan Fort De Kock, Bukittinggi, Drs. Zainal Abidin MM bahwa ada tidak sesuainya kebijakan pemerintah dalam menerapkan peraturan pendidikan ilmu kesehatan. Dalam undang-undang menjelaskan bahwa kompetensi terbagi atas dua yakni membangun kompetensi dan memelihara kompetensi.
Lanjut Zainal, yang membangun kompetensi itu adalah perguruan tinggi namun berdasarkan Permendikbud No 2 Tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan yang menguji diserahkan kepada panitia diluar perguruan tinggi. Pada akhirnya berdampak kepada 290.000 lebih lulusan perguruan tinggi ilmu kesehatan di Indonesia sulit mendapat pekerjaan karena tidak memiliki sertifikat lulus uji kompetensi.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Dr. Anwar Usman SH, MH dalam kuliah umumnya menjelaskan, "Saat ini undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dan undang-undang tentang kesehatan sering di uji. Kenapa demikian karena yang namanya hukum banyak yang tidak adil. Apa yang dimaksud dengan adil, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sehingga undang-undang tersebut sering di uji agar sesuai dengan konstitusi UUD 45."
Fungsi dan peran utama Mahkamah Konstitusi (MK) adalah adalah menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum. Demikian halnya yang melandasi negara-negara yang mengakomodir pembentukan MK dalam sistem ketatanegaraannya. Dalam rangka menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi konstitusi.
Bahkan, Lanjut Anwar ini juga terjadi di negara-negara lain yang sebelumnya menganut sistem supremasi parlemen dan kemudian berubah menjadi negara demokrasi. MK dibentuk dengan fungsi untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnya.
Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi, mekanisme yang disepakati adalah judicial review yang menjadi kewenangan MK. Jika suatu undang-undang atau salah satu bagian daripadanya dinyatakan terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan MK. Sehingga semua produk hukum harus mengacu dan tak boleh bertentangan dengan konstitusi. Melalu kewenangan judicial review ini, MK menjalankan fungsinya mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi.
Sementara itu Wakil Rektor Universitas Fort De Kock, Nurhayati, S.ST. M.Biomed berharap dengan hadirnya Ketua MK dalam kuliah umum ini dapat memberikan pencerahan dibidang ilmu hukum kepada masyarakat yang sesuai dengan konstitusi. Selain itu kita juga ingin Perguruan Tinggi Ilmu Kesehatan dapat memiliki wewenang uji kompetensi secara mandiri agar mahasiswa lulusan ilmu kesehatan dapat segera mengabdi ke masyarakat sesuai dengan bidang disiplin ilmunya. (Rizky)