Oleh: Zulkarnaen, M.Sn *) |
Pasbana.com -- Awalnya penonton duduk di atas kursi menyaksikan penampilan teater komedi, lalu di penampilan kedua teater, menghadirkan keunikan kepada penonton. Uniknya adalah penonton disuruh turun dari kursi, duduk di lantai melingkar kepada satu tujuan yaitu menyaksikan teater dengan judul situs. Lampu warna-warni terlihat jelas sementara di atas plafon gelap, di belakang gelap, semuanya seisi ruangan gelap, hanya di bagian di tengah lingkaran yang terang.
Musik bernuansa kesunyian, semua penonton terpaku, bertanya- tanya, ada apa gerangan, Kira-kira begitu kalimat diucapkan, termasuk saya. jika penampilan pertama, umum diliat orang, ada kreatifnya, dari penampilan sanggar teater Sri laut, judulnya Kreatif DKD Saat Pandemi, bikin ketawa karena komedi. lalu bagaimana penampilan yang akan saya fokuskan sebagai tulisan di artikel ini?
Seru.
judulnya situs, sepertinya sutradara (Fedli) Komunitas Teater Lembayung yang dari Pekanbaru, tampil di Gedung Sri Bunga Tanjung, Kota Dumai, ingin memberikan pesan yang absurd menurut saya.
Begini, dari judul yang dibahas Situs, atau tempat dan atau temuan purbakala, dan bisa juga tentang budaya di zaman purbakala.
Dari sisi budaya, jelas sutradara sudah suai karena kostumnya menggambarkan situs, lalu apa yang absurd, ini juga boleh, berdasarkan pendapat saya, bahwa pemberian simbol cinta dari cara pemain teater yang jumlahnya tiga orang, Laki-laki muda, sekira berumur 25 tahun, memakai baju berwarna putih, lalu apa, mereka berdiri dengan jarak dua meter, Tiba-tiba menarik penonton yang cantik, berhijab, tiga orang perempuan berhijab di bawa ke panggung yang disebut dengan panggung arena.
Perempuan dibawa pada alur cerita, berdiri sekira lima menit, lalu perempuan di peluk, lalu perempuan itu diantar ke tempat duduk semula, sebagaimana menjadi penonton diawal.
Absurd kedua adalah saat adegan salin menampar yang dimulai dari pelan, lembut, cepat, keras, bahkan semakin keras.
Ceritanya aktor menarik tiga penonton muda, namun kali ini mereka berdiri tidak di tengah panggung, awalnya mereka bersalaman, aktor mengajarkan penonton menampar dengan pelan, hingga menampar dengan keras. adegan ini ada sekira 5 menit saling menampar.
Adegan sebelum menampar, adalah menarik penonton laki-laki sekira 4 orang di suruh berbaris, lalu aktor berlari zig zag, di antara barisan itu.
adegan terakhir seperti suasana perang, merasa heran dari mana datangnya air, padahal sejak awal mereka akting, wajan keramik yang berjumlah 3 itu, dari semula tak terisi air, pada sesi akhir penampilan, air secara tiba-tiba muncul dari atas, sekira satu meter dari kepala mereka, saat berdiri, mereka (aktor) mendengar tetesan air, aktor berebut, air, lalu terjadilah perang.
Berakhirlah teater fisikal (sutradara), teater tanpa vokal, tanpa suara, dengan judul Situs, 13 Maret lalu, diiringi tepuk tangan dari penonton.
*). Penulis adalah, Guru Seni Budaya SMPN Binsus Kota Dumai, Anggota Dewan Kesenian Daerah Kota Dumai, penulis buku, dan penulis diberbagai media online nasional.