Notification

×

Iklan

Iklan

Disiplin Prokes dan Vaksinasi, Solusi Selesaikan Pandemi

29 Mei 2021 | 19:45 WIB Last Updated 2021-05-29T12:45:17Z



Jakarta - Upaya vaksinasi nasional sejak Januari 2021 merupakan salah satu langkah memulihkan kesehatan masyarakat Indonesia. Pemulihan kesehatan juga berdampak bagi pemulihan ekonomi.

Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Reisa Broto Asmoro mengatakan, protokol kesehatan (prokes) adalah elemen yang sangat penting selama masih ada pandemi COVID-19. Prokes tetap jalan terus meskipun program vaksinasi sudah berjalan seperti saat ini.

“Sudah lebih dari satu tahun masyarakat menjalankan prokes selama pandemi. Harapannya, masyarakat sudah lebih memahami pentingnya prokes sebagai cara agar tidak menambah kasus COVID-19,” kata Reisa, Sabtu (29/5/2021).

Menurut Reisa, untuk menjalankan prokes adalah sesuatu hal yang baru bagi masyarakat serta butuh kedisiplinan terus menerus yang harus dilakukan dan butuh proses agar terbiasa. Reisa juga berpesan agar masyarakat tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk divaksinasi.

“Memang kalau kita ingin segera keluar dari pandemi COVID-19 tentu kita mengutamakan proteksi. Itulah kenapa kekebalan kelompok atau herd immunity menjadi tujuan dari program vaksinasi. Ditambah lagi dengan protokol kesehatan demi melindungi diri dan orang-orang yang belum mendapatkan vaksin,” kata Reisa.

Dari kacamata ekonomi kesehatan, vaksinasi adalah metode pencegahan yang efisien. Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr. PH, mengatakan sebagai ilustrasi, katakanlah biaya vaksinasi COVID-19 seharga Rp900 ribu, maka kita bisa mencegah diri dari penularan penyakit.

“Dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan apabila terkena COVID-19 yang rata-rata perawatannya memerlukan 9-10 hari, biaya vaksinasi lebih efisien. Apabila kita bekerja sehari mampu menghasilkan 500 ribu maka kita bisa kehilangan potensi penghasilan Rp5 juta akibat dirawat COVID-19,” kata Prof. Hasbullah.

Ia juga menjelaskan, akibat COVID-19, anggaran belanja negara defisit hingga lebih dari 1.000 triliun rupiah. Karena COVID-19 yang tidak teratasi membuat perekonomian tidak bergerak, sehingga semuanya merupakan korban COVID-19.

“Pemerintah sadar betul apabila masyarakat tidak dipulihkan kesehatannya, serta perilaku masyarakat tidak didisiplinkan, ekonomi menjadi sulit bergerak. Pemerintah pun berinvestasi dengan vaksinasi dan melalui testing, tracing, treatment (3T),” kata Prof. Hasbullah. (ril/bd)


IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update