Solok Selatan -- Sebanyak 16 unit sekolah di Solsel ditutup untuk sementara dan tidak beroperasi lagi. Hal itu disebabkan karena siswa di sekolah tersebut tidak mencapai 60 orang. Penutupan itu sesuai dengan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Siswa di sekolah tersebut kini dipindahkan ke sekolah lainnya.
Menyikapi itu, DPRD Solok Selatan meminta pemerintah daerah mengkaji ulang kembali penutupan aktivitas 16 sekolah di Solok Selatan dengan alasan tidak mencukupi 60 orang jumlah muridnya di sekolah tersebut.
Kebijakan pemerintah pusat itu perlu dikaji ulang kembali, karena berdirinya sekolah tentu saja ada persoalan tersendiri seperti kondisi berada di daerah terpencil dan terisolasi. Termasuk persoalan tanah dihibahkan masyarakat selain itu ada yang secara gotong royong membeli tanah demi berdirinya dunia pendidikan di daerah setempat.
“Jadi, kita sangat menyayangkan pelaksanaan kebijakan Pemerintah Pusat yang dilaksanakan pemerintah daerah. Ini meski harus dikaji ulang kembali, kasihan masyarakat yang jauh bersekolah,” jelas Wakil Ketua DPRD Solok Selatan, Armen Syahjohan, Selasa (31/8).
Dikatakannya, ada beberapa sampel yang ia temukan di lapangan, termasuk aspirasi yang diterima dari masyarakat. Ditutupnya sekolah dan harus pelajar menimba ilmu ke sekolah baru dengan jarak sangat jauh butuh menurutnya membutuhkan biaya tambahan seperti jasa ojek bagi yang tidak memiliki kendaraan.
“Per hari warga keluarkan biaya ojek Rp15 ribu demi pendidikan anaknya, kalau sebelumnya hanya uang jajan. Nah, kondisi ekonomi sulit di pandemi ini meski harus jadi bahan pertimbangan pemkab,” tuturnya.
Kalau memang berdampak merugikan masyarakat harus dikembalikan ke semula, pihaknya sudah sampaikan melalui rapat paripurna di DPRD Solsel namun belum digubris oleh pemkab.
Armen menyebutkan, jika sekolah itu peminatnya kurang kemudian menyebabkan jumlah siswa tidak maksimal, perlu secara bersama-sama mencarikan solusinya. Kenapa sekolah swasta banyak diminati masyarakat, bisa saja mengacu kepada kualitas pendidikannya. Seharusnya perlu peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga bertambah peminat sekolah dan masyarakat menitipkan anaknya ke sekolah tersebut.
Menyikapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Budparpora) Solok Selatan, Irwandi Osmaidi menyebutkan, persoalan itu bukan kebijakan pemerintah daerah tetapi implementasi dari Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Teknis Penggunaan Dana Operasional Sekolah (BOS).
Hal itu berdampak pada 16 unit sekolah, dengan rincian 12 unit SD dan 4 SMP yakni SMP 22 Solsel, SMP 33 Solsel, SMP 34 Solsel dan SMP 35 Solsel. “Daerah harus menjalankannya, jika tidak sekolah yang kurang dari 60 muridnya tidak akan diturunkan pemerintah pusat dana BOS-nya,” jelasnya.
Saat ini kata Osmaidi, terjadi kontroversi di lapangan. Pemerintah menginginkan sekolah tetap hidup atau beraktivitas, di sisi lain tidak semua masyarakat sekitar sekolah yang mau menyekolahkan anaknya di sana. Sehingga murid kurang dari 60 orang berdasarkan aturan Kemendikbud itu, sekokah harus ditutup. Jika tidak ditutup dana operasionalnya tidak bisa dicairkan.
“Tidak ada asumsi politik dan kebijakan pemerintah daerah, tapi pelaksanaan ini kebijakan pusat. Sebab sudah ada peraturan pemerintah sebelumnya diterbitkan terkait penutupan ini,” terangnya.
Desember 2021, sebutnya, akan dilakukan evaluasi kembali ke 16 sekolah tersebut, serta akan dibuat kebijakan oleh Pemkab Solsel dan kesepakatan ninik mamak, dan masyarakat. “Akhir tahun ini kita akan evaluasi ke 16 sekolah ini, ditutup atau dibuka kembali,” pungkasnya. (Rel)