Ditulis oleh: Dedi Arnofri [ Pembina Komunitas Lentera Hijrah Adventure (LHA) ] |
pasbana | Untuk Kabar Sumbar -Kami bertiga rombongan terakhir dari puncak Talamau menuju shelter Bumi Sarasah. Perkiraan saya maghrib insya Allah sampai di shelter. Hari sudah mulai gelap, di sebelah kanan terdengar bunyi air sungai, berarti sudah hampir sampai.
Sepanjang jalan kami asyik bercerita, saya diposisi belakang, jalan masih jelas terlihat walau kami harus menyalakan senter. Bunyi air tidak tertengar lagi, saya lihat altimeter menunjukkan angka 1850 mdpl. Kami sudah di bawah shelter Bumi Sarasah, saya mulai khawatir sudah tersesat, tapi rambu jalan masih terlihat. Saya lalu menyalahkan altimeter jam saya, mungkin sudah rusak, karena sudah hampir 10 tahun saya gunakan.
Kami terus saja jalan sampai kami bertemu camp yang sudah ditinggalkan pendaki, disana masih terlihat bekas-bekasnya. Kepada kawan-kawan saya katakan kita tersesat, Astagfirullah, Allahu Akbar. Kami lalu istirahat, sambil minum dan makan roti yang masih tersisa.
Kemudian kami balik ke atas, kawan-kawan di shelter tentu sudah khawatir kami tidak juga sampai, waktu itu sudah lewat jam 8. Kami sudah coba telpon beberapa orang kawan tapi tindak ada yang nyambung.
Baru beberapa menit jalan terlihat bola mata, mungkin binatang yang sedang mencari makan, dengan terus berzikir kami lanjutkan perjalanan. Tidak beberapa lama kembali terlihat bola mata, salah seorang kawan mulai khawatir, saya suruh jalan di tengah.
Alhamdulillah akhirnya kami melihat cahaya senter dari atas yang ternyata kawan yang akan mencari kami, sekitar jam 11 kami sampai di shelter disambut takbir kawan-kawan.
Banyak hikmah dibalik kisah ini, diantaranya, kalau Allah berkehendak kita tersesat di gunung sangatlah mudah, walaupun kita sudah sering melewati jalur tersebut. Selalulah ingat dan tawakal kepada Allah, altimeter adalah sarana saja.
Bumi Sarasah Talamau, Lentera Hijrah Adventure.