Karena diisi dengan adanya umat Muslim yang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah, Iduladha juga identik dengan menyembelih hewan kurban. Biasanya hewan yang disembelih adalah kambing, sapi atau domba.
Dan khusus di Sumatera Barat, perayaan Idul Kurban yang diperingati dengan kegiatan sembelih dan berbagi daging kurban, Masyarakat Minangkabau juga memiliki ragam tradisi unik yang positif dan baik untuk dilestarikan. Sehingga kita jadi Makin Tahu Indonesia.
Mari kita simak tradisi unik di Sumatera Barat saat Idul Adha berikut ini.
1. Basirakaik
2. Mendandani Hewan Kurban
Sapi dan kambing itu di sisir, diberi bedak, pewangi, kain putih di perut, diberi makan yang enak dan lainnya.
Peralatan dandan beserta makanan itu dibawa dengan jamba atau tempat membawa makan-makanan khas Minangkabau.
Sapi dan kambing itu didandani oleh para peserta kurban agar hewan kurban tersebut menjadi bersih. Ini sebagai bentuk rasa ikhlas dan pengorbanan dari para peserta karena apa yang dikorbankan harus bersih.
3 . Mambantai Hewan Kurban
4. Saghi masak
5. Memasak Gulai Bantai
6. Manampuang
7. Makan Basamo
Setiap suku yang ada di wilayah negara Indonesia tentunya memiliki adat, budaya maupun tradisi yang berbeda-beda, namun hal itu menunjukan 'ke-Bhineka Tunggal Ika' yang artinya meskipun berbeda-beda namun tetap satu jua.
Seperti halnya momen hari raya Iduladha, masyarakat minang akan selalu menggelar tradisi makan bersama atau disebut dalam bahasa daerahnya (Minang) 'Makan Basamo'.
Seluruh warga bisa dengan bebas ikut makan bersama dan mencicipi menu makanan yang disediakan oleh ibu-ibu.
8. Memasak Samba Surau Gulai Sinaruih
Usai penyembelihan hewan kurban di Masjid Aufu Bil Uqud, Kelurahan Koto Katik, Kecamatan Padang Panjang Timur, saat selepas Dzuhur, seiring pembagian daging kepada warga, panitia kurban akan memulai memasak Gulai Sinaruih (mirip Opor Daging-red), namun tidak menggunakan santan. Masyarakat setempat kerap menyebutnya dengan Samba Surau.
Gulai Sinaruih dari bahan daging kurban ini, dimasak dengan porsi yang lumayan besar. Menggunakan 12 kuali besar yang menampung kurang lebih 15 hingga 20 kg daging per kualinya.
Proses memasaknya sangat tradisional, karena dimasak menggunakan kayu. Uniknya, kokinya adalah kaum laki-laki. Sementara, kaum ibu hanya mempersiapkan bumbu-bumbu saja, serta membungkuskan nasi putih untuk dibawa ke masjid. Biasanya, mereka melebihkan bungkusan untuk yang bergoro di masjid.
Sesudah Shalat Ashar, Gulai Sinaruih menghembuskan aroma gurih, pertanda masakan khas setiap Hari Raya Kurban di Koto Katik ini sudah matang. Potongan rebung, kemudian dimasukkan ke dalam adonan. Lalu, setelah beberapa kali diaduk, bara api mulai diperkecil dan ditutupi daun pisang supaya bumbu meresap.
Selang beberapa saat, barulah Gulai Sinaruih dibagikan kepada warga yang datang membawa nasi putih. Ada yang menyantapnya di masjid, ada juga yang membawa pulang. Suasana bahagia masyarakat terasa. Tak hanya daging, gulai pun mereka peroleh.
Memasak Gulai Sinaruih, dari daging qurban yang dinamai Samba Surau ini sudah jadi tradisi sejak Masjid Aufu bil Uqud didirikan tahun 1927 silam.
Diinisiasi para pendirinya yaitu Syeikh Jamil Jaho, Ustadz Muhammad Idris dan Ustadz Nurdin Labai Majolelo.
Tradisi inisebagai wujud rasa syukur di Hari Raya Idul Adha dan kebersamaan antara masyarakat di Kelurahan Koto Katik.
Itulah sebagian tradisi unik yang ada di Sumatera Barat saat perayaan Hari Raya Iduladha. Semoga semakin membuat bangga kita sebagai bangsa Indonesia. Dan menjadikan kita makin tahu Indonesia. (Budi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News