Notification

×

Iklan

Iklan

8 Tradisi Unik Saat Hari Raya Kurban di Sumatera Barat

10 Juli 2022 | 17:45 WIB Last Updated 2022-07-11T07:31:43Z



pasbana - Bertepatan dengan musim haji, umat Islam di dunia juga merayakan Hari Raya Idul Adha. Hari Raya Idul Adha dikenal juga dengan sebutan Hari Raya Kurban ini jadi salah satu hari besar keagamaan yang ditunggu banyak orang. 


Karena diisi dengan adanya umat Muslim yang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah, Iduladha juga identik dengan menyembelih hewan kurban. Biasanya hewan yang disembelih adalah kambing, sapi atau domba. 


Dan khusus di Sumatera Barat, perayaan Idul Kurban yang diperingati dengan kegiatan sembelih dan berbagi daging kurban, Masyarakat Minangkabau juga memiliki ragam tradisi unik yang positif dan baik untuk dilestarikan. Sehingga kita jadi Makin Tahu Indonesia. 


Mari kita simak tradisi unik di Sumatera Barat saat Idul Adha berikut ini. 


1. Basirakaik


Basirakaik adalah tradisi kerja bersama atau gotong royong dalam suatu pekerjaan, seperti berkebun atau bercocok tanam. 


Bekerja secara  berkelompok, dan dipimpin oleh seorang Ketua biasanya Tua Sumanda. Dan anggotanya adalah para urang sumanda (orang pendatang yang merupakan menantu Minang,.red) sekampung itu. 




Bekerja secara gotong royong, nanti penghasilan atau upah yang didapat dipergunakan untuk berkurban bersama di Hari Raya Iduladha.


Uang yang terkumpul dipergunakan membeli hewan kurban atau yang disebut hewan bantai atau daging banting.



2. Mendandani Hewan Kurban


Tradisi unik ini dilakukan oleh warga Silayang Tinggi, Nagari Lubukbasung, Kecamatan Lubukbasung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat mendandani seluruh hewan kurban sebelum disembelih. 





Sapi dan kambing itu di sisir, diberi bedak, pewangi, kain putih di perut, diberi makan yang enak dan lainnya.


Peralatan dandan beserta makanan itu dibawa dengan jamba atau tempat membawa makan-makanan khas Minangkabau. 


Sapi dan kambing itu didandani oleh para peserta kurban agar hewan kurban tersebut menjadi bersih. Ini sebagai bentuk rasa ikhlas dan pengorbanan dari para peserta karena apa yang dikorbankan harus bersih.


3 . Mambantai Hewan Kurban


Dalam bahasa masyarakat Minangkabau, pelaksanaan menyembelih hewan kurban biasanya disebut dengan istilah "membantai".


Kegiatan membantai hewan kurban biasanya dilaksanakan di halaman masjid atau musholla.  




Dan di kampung-kampung juga beberapa dilaksanakan di halaman Kantor Wali Nagari setempat. 


4. Saghi masak


Setelah kaum bapak selesai "membantai" hewan kurban tiba saatnya para ibu-ibu untuk memasak


Hari tersebut disebut adalah hari "masak" atau disebut dengan   "saghi masak" . Bisa seharian, ibu-ibu memasak rendang. 




Sibuklah para orang dewasa.Ada yang mengukur kelapa, meremas santan. Santan yang diperas bisa berember ember "katapang".


Hari yang paling ditunggu, karena seluruh anggota keluarga akan ikut makan besar. 


5. Memasak Gulai Bantai


Setelah hewan kurban disembelih, maka bapak-bapak akan sibuk untuk memotong, mengiris, dan mencincang daging agar bisa dibagikan secara merata kepada warga. 






Agar bapak-bapak bisa tetap bersemangat dan fit dalam bekerja, ibu-ibu akan segera memasak dari sebagian daging yang disisihkan untuk dimakan bersama. Tradisi ini disebut Memasak Gulai Bantai. 


Memasak gulai bantai untuk makan bersama petugas kurban. 


6. Manampuang


Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat ada tradisi unik di setiap Perayaan Idul Adha, dimana pembagian daging kurban disini tidak mengunakan kupon,  namun seluruh warga kebagian sama rata.


Ratusan warga Perkampungan Jorong Sitingkai - Palupuah Kabupaten Agam berjejer rapi di pinggir jalan sambil membawa wadah seperti kantong plastik, ember, panci, daun pisang atau dengan tangan kosong.




Kebiasaan yang disebut warga dengan 'Tradisi Manampuang' ini telah dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun dari zaman dahulu. 


Jadi masyarakat tidak perlu antri mengambil daging kurban, namun petugas pembagi lah yang akan mendatangi warga. Warga sudah menunggu berbaris di depan rumah masing-masing. 


7. Makan Basamo


Setiap suku yang ada di wilayah negara Indonesia tentunya memiliki adat, budaya maupun tradisi yang berbeda-beda, namun hal itu menunjukan 'ke-Bhineka Tunggal Ika' yang artinya meskipun berbeda-beda namun tetap satu jua.



Seperti halnya momen hari raya Iduladha, masyarakat minang akan selalu menggelar tradisi makan bersama atau disebut dalam bahasa daerahnya (Minang) 'Makan Basamo'.


Seluruh warga bisa dengan bebas ikut makan bersama dan mencicipi menu makanan yang disediakan oleh ibu-ibu. 


8. Memasak Samba Surau Gulai Sinaruih


Usai penyembelihan hewan kurban di Masjid Aufu Bil Uqud, Kelurahan Koto Katik, Kecamatan Padang Panjang Timur, saat selepas Dzuhur, seiring pembagian daging kepada warga, panitia kurban akan memulai memasak Gulai Sinaruih (mirip Opor Daging-red), namun tidak menggunakan santan. Masyarakat setempat kerap menyebutnya dengan Samba Surau.




Gulai Sinaruih dari bahan daging kurban ini, dimasak dengan porsi yang lumayan besar. Menggunakan 12 kuali besar yang menampung kurang lebih 15 hingga 20 kg daging per kualinya.


Proses memasaknya sangat tradisional, karena dimasak menggunakan kayu. Uniknya, kokinya adalah kaum laki-laki. Sementara, kaum ibu hanya mempersiapkan bumbu-bumbu saja, serta membungkuskan nasi putih untuk dibawa ke masjid. Biasanya, mereka melebihkan bungkusan untuk yang bergoro di masjid.


Sesudah Shalat Ashar, Gulai Sinaruih menghembuskan aroma gurih, pertanda masakan khas setiap Hari Raya Kurban di Koto Katik ini sudah matang. Potongan rebung, kemudian dimasukkan ke dalam adonan. Lalu, setelah beberapa kali diaduk, bara api mulai diperkecil dan ditutupi daun pisang supaya bumbu meresap.


Selang beberapa saat, barulah Gulai Sinaruih dibagikan kepada warga yang datang membawa nasi putih. Ada yang menyantapnya di masjid, ada juga yang membawa pulang. Suasana bahagia masyarakat terasa. Tak hanya daging, gulai pun mereka peroleh. 


Memasak Gulai Sinaruih, dari daging qurban yang dinamai Samba Surau ini sudah jadi tradisi sejak Masjid Aufu bil Uqud didirikan tahun 1927 silam.


Diinisiasi para pendirinya yaitu Syeikh Jamil Jaho, Ustadz Muhammad Idris dan Ustadz Nurdin Labai Majolelo.


Tradisi inisebagai wujud rasa syukur di Hari Raya Idul Adha dan kebersamaan antara masyarakat di Kelurahan Koto Katik. 


Itulah sebagian tradisi unik yang ada di Sumatera Barat saat perayaan Hari Raya Iduladha. Semoga semakin membuat bangga kita sebagai bangsa Indonesia. Dan menjadikan kita makin tahu Indonesia. (Budi) 




Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update