Pasbana – Survei Global Risks Report 2022 (World Economic Forum) mencatat sebesar 12,4 % kegagalan keamanan siber sejak adanya pandemi. Data keamanan siber (Cybersecurity) dianggap sebagai “ancaman besar untuk jangka pendek & menengah. Semakin tinggi ketergantungan sebuah lembaga atau badan terhadap sistem.
digital digital, maka potensi kegagalan keamanan siber semakin meningkat. Di sisi lain, serangan siber juga meningkat. Yang paling besar terjadi adalah kebocoran 91 juta data pengguna salah satu situs belanja.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam laporan tahun 2020 terkait
monitoring keamanan siber Tahun 2020 melaporkan telah terjadi peningkatan
hampir dua kali lipat anomali trafik sebagai upaya serangan siber.
Identifikasi risiko yang didapat adalah insiden
siber yang menyebabkan tidak berfungsinya sistem elektronik, kehilangan data,
dan kerusakan reputasi. Ditambah lagi konteks risiko baru dengan adanya UU
Perlindungan Data Pribadi yang menunggu disahkan dalam jangka waktu dekat.
Data BSSN menyebutkan bahwa anomali dengan jumlah tertinggi adalah Trojan, malware yang dirancang untuk masuk ke sistem tanpa terdeteksi untuk kemudian melakukan aktivitas pencurian data, bahkan perusakan sistem yang dikendalikan dari jarak jauh.
Tidak hanya komputer pribadi
yang diserang, server aplikasi
dan bahkan SCADA, sistem kontrol industri, juga menjadi target serangan.
Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan yang melakukan Survei literasi & inklusi keuangan, mendapati
bahwa secara nasional baik indeks literasi maupun inklusi keuangan mengalami
peningkatan. Pada tahun 2019, indeks literasi keuangan nasional berada di 38,03
%, sementara indeks inklusi keuangan berada pada 76,19%.
Dari sisi gender, pria memiliki indeks literasi dan inklusi yang lebih tinggi disbanding Wanita. Indeks literasi pria berada di 39,94 % sedangkan Wanita berada pada 36,13 %. Dari indeks inklusi keuangan pria berada pada posisi 77,24% sedangakan Wanita berada pada posisi 75,15%. Pria lebih punya pemahaman dan akses terhadap lembaga, produk dan layanan jasa keuangan. Dengan layanan keuangan yang paling banyak adalah perbankan.
Dalam paparannya saat Workshop “Literasi Keamanan Digital Perbankan, Peduli Lindungi Data Pribadi” Jumat 19 Agustus 2022, Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V.M. Tarihoran menyatakan, untuk menguatkan perlindungan keamanan konsumen, belum lama ini OJK telah mengeluarkan peraturan Nomor 6/POJK.07/Tahun 2022 tentang perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan.
“Perubahan di era keuangan digital membutuhkan jaminan keamanan siber. Harus ada regulasi yang bisa menjamin keamanan, bukan hanya inovasi saja. Kalau tidak ada jaminan keamanan, bisa menurunkan kepercayaan pasar,” ujar Horas.
Namun tantangan terbesarnya adalah rendahnya literasi keuangan. Horas menyebutkan bahwa Indeks literasi keuangan Indonesia pada tahun 2019 misalnya, baru di angka 38,03 persen.
Karena adanya keterbatasan yang dihadapi OJK, maka dibutuhkan kerjasama dan peran dari media. Tantangan yang dihadapi juga tidaklah ringan, seperti kondisi geografis yang luas dan masih ada 21 provinsi yang literasi masyarakatnya di bawah indeks nasional, tingkat pendidikan dan perekonomian masyarakat yang berbeda cukup tajam, akses internet yang belum merata.
Peran Media Sangat Besar dalam Literasi dan Edukasi
Terkait dengan layanan keuangan,
perlindungan konsumen mutlak diperlukan oleh siapa saja. Selama bertransaksi
dan mendapatkan layanan, konsumen atau masyarakat harus tahu data apa saja yang
rentan dibobol dan penting untuk dilindungi.
Tingkat
literasi keuangan dimasyarakat semakin membaik seiring sosialisasi dan
kemudahan informasi tentang jasa keuangan. Menurutnya media juga memberikan
peran penting dalam menyampaikan segala informasi kepada masyarakat.
Kejahatan di platform digital selalu
berubah motif dan modusnya, penting untuk selalu memperbarui informasi.
Dengan sosialisasi yang massif dan
sinergi diharapkan mampu membangun awareness publik soal kasus terbaru dan
bagaimana menyelesaikannya. Dan media dapat menjadi sumber informasi andalan
dalam membangunnya.
Media mampu menyajikan informasi
literasi keuangan dalam bahasa popular dan istilah yang mudah dimengerti
masyarakat awam. Karena media mampu menyesuaikan dengan target audiens dari
media masing-masing.
Dibutuhkan sinergi antara media, penyedia layanan keuangan, dan otoritas pengawas keuangan. Sehingga informasi mengenai perkembangan pengaturan dan pengawasan pada sektor jasa keuangan, guna perlindungan terhadap konsumen pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dapat tersampaikan secara baik.
Dan melalui edukasi dan literasi yang berkesinambungan, mampu mendorong masyarakat untuk lebih Cakap Digital dan Peduli untuk melindungi data pribadi .(budi)