Tanah Datar -- Perjuangan warga Nagari Sumpur, Kabupaten Tanah Datar mempertahankan tanah yang merupakan hak miliknya, berbuah manis. Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) No. 517-K/Pdt/2022 menegaskan, tanah seluas 5.870 m2 dengan Sertifikat Hak Milik No. 00085 tahun 2020, Surat Ukur Nomor 00064/2020 tanggal 6 Januari 2020 itu, berada di Nagari Sumpur dan diperoleh Aida Amir melalui perbuatan hukum jual beli.
MA menolak permohonan kasasi para penggugat (pemohon kasasi) dalam hal ini warga Nagari Malalo, Zaibul Dt. Kabasaran Nan Itam dan Farida, dan menyatakan Aida Amir selaku Tergugat 2 (termohon kasasi 2) adalah orang yang berhak atas tanah SHM No. 00085 Tahun 2020, karena proses jual beli dengan Isna selaku Tergugat 1 (termohon kasasi 1) telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, para penggugat Zaibul Dt. Kabasaran Nan Itam dan Farida dihukum untuk menyerahkan tanah tersebut dan membongkar/merobohkan bangunan yang telah didirikan, baik secara sukarela atau dengan bantuan alat berat dan pengamanan aparat keamanan nantinya apabila ingkar melaksanakan putusan.
“Alhamdulillah, kami bersyukur karena perjuangan kami akhirnya berbuah manis. Tanah yang diklaim penggugat sebagai tanah ulayat mereka, adalah keliru. Putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) ini menegaskan jika objek perkara memang berada di Nagari Sumpur, Kabupaten Tanah Datar,” ujar Didi Cahyadi, kuasa hukum Aida Amir dan Isna, kemarin.
Selain sertifikat, dalam salah satu pertimbangannya, tambah Didi, MA menyatakan kekuatan pembuktian ada pada Surat Pernyataan Wali Nagari Sumpur dan Surat Pernyataan Ketua KAN Sumpur dan kemudian diterbitkan SHM No. 00085 atas nama Isna. Tanah itu selanjutnya dibeli oleh Aida Amir.
Wali Nagari dan Ketua KAN adalah orang-orang yang berada dalam sistim pemerintahan adat, merupakan fungsionaris adat yang tentunya memiliki pengetahuan yang cukup tentang masyarakat, suku-suku, kaum-kaum di Nagari Sumpur dan pengetahuan tentang suku-suku, kaum-kaum atau orang-orang yang menguasai atau memiliki sumber daya alam khususnya tanah-tanah dalam lingkungan Nagari Sumpur.
Dijelaskan Didi, pemberitahuan putusan kasasi itu diterimanya Rabu (27/07/2022). Kabar tersebut tentu saja disambut gembira oleh kliennya, Isna dan Aida Amir karena berhasil mempertahankan hak-hak mereka. Putusan MA tersebut sekaligus membantah tudingan warga Nagari Malalo, Kabupaten Tanah Datar yang mengklaim tanah ulayatnya dirampas dan disertifikatkan oleh mafia tanah.
Aida Amir sendiri, lanjutnya, ingin secepatnya memanfaatkan lahan tersebut karena Aida Amir membeli lahan tersebut dengan tujuan baik, yaitu untuk membangun kampung halamannya. Untuk itu, Aida Amir segera mengajukan proses eksekusi bila penggugat tidak merobohkan sendiri bangunan yang berada di atas objek perkara dengan sukarela. Sebab, putusan kasasi itu telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Disamping itu, perkara ini menyebabkan Aida Amir menderita kerugian baik moril maupun materil karena terkendala dalam pemanfaatan lahan yang telah dibelinya.
“Jika penggugat tidak melaksanakan putusan MA, maka MA menghukum penggugat dalam hal ini warga malalo Zaibul Datuak kabasaran nan itam dan Farida harus membayar denda setiap keterlambatan nya Rp 100.000 perhari,” terang Didi.
Selanjutnya, Tim Tanah Ulayat Nagari Sumpur, H. Yohanes yang selalu mengawal perkara ini menjelaskan, putusan pengadilan yang menyatakan objek perkara berada di Nagari Sumpur tentunya berdasarkan bukti-bukti yang diajukan di persidangan, salah satunya Peta Topografi tahun 1896 Van de Nagaries yang menjelaskan batas wilayah Nagari Sumpur dengan nagari di sekitarnya. Batas administrasi wilayah nagari itu ditetapkan bukan berdasarkan pernyataan atau tanda batas lain yang dibuat oleh pihak-pihak yang tidak berwenang. Dan pihaknya sudah teramat sering menjelaskan hal tersebut pada pihak-pihak terkait.
“Ke depannya, tidak perlu lagi debat kusir dan hal ini seharusnya menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menjelaskan dan menegaskan batas administrasi kedua nagari bertetangga dan nagari lainnya yang berbatasan dengan Nagari Sumpur. Apalagi Peta Topografi tahun 1896 Van de nagaries itu sudah dicantumkan juga dalam SK Bupati Tanah Datar No. 1 tahun 1955 dan tidak pernah ada pembatalannya sampai hari ini,” ujar H. Yohanes yang biasa disapa H. Yos itu.
Putusan pengadilan ini, lanjutnya, juga semakin membuat terang jika pedoman batas Nagari Sumpur itu adalah sesuai Peta Topografi 1896 yang juga sudah digunakan pemerintah selama ini sebagai acuan dalam menetapkan peta kehutanan dan peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Tanah Datar tahun 2011-2030. Penetapan RTRW itu kemudian jadi dasar bagi BPN untuk panduan batas administrasi dlm menentukan letak objek sertifikat.
Disamping itu, dengan adanya putusan MA ini maka status sertifikat tanah warga Sumpur yang termasuk dalam tanah 60 hektare di Jorong Suduik, Nagari Sumpur ini, adalah sah secara hukum dan hak-hak yang melekat pada pemilik tanah yang bersertifikat itu dilindungi oleh negara sesuai aturan yang berlaku.
Diterangkan Yohanes, perkara ini bermula ketika warga Nagari Sumpur, Isna menjual tanahnya yang sudah bersertifikat hak milik kepada Aida Amir yang juga warga Sumpur. Namun warga Malalo, Zaibul Datuak Kabasaran Nan Itam dan Farida, menggugat Isna dan Aida Amir di Pengadilan Negeri Padang Panjang karena mengklaim tanah yang dijual Isna adalah harta pusaka tinggi kaumnya.
Dalam gugatannya, penggugat mengatakan jika objek perkara terletak di Jorong Rumbai, Nagari Padang Laweh Malalo, Batipuh Selatan. Sedangkan Isna dan Aida Amir selaku tergugat meyakinkan jika objek perkara berada di Jorong Suduik, Nagari Sumpur, Batipuh Selatan yang dibuktikan dengan bukti sertifikat dan pembayaran PBB, SK Bupati No 1 tahun 1955 yang memuat Peta administrasi tiga nagari, yaitu Nagari Bungo Tanjung, Sumpur dan Padang Laweh Malalo, serta dokumen lainnya sehingga putusan ini incraht (*)